Selain Obat dan Terapi Fisik, Bedah Stimulasi Otak Dalam Jadi Pilihan Pengobatan Parkinson
Parkinson biasanya paling sering ditemukan pada kasus-kasus pencemaran limbah seperti mangan, magnesim, karbonoksida, methanol, etanol, sianida, dan yang terbaru MPTP. 
21:50
19 September 2024

Selain Obat dan Terapi Fisik, Bedah Stimulasi Otak Dalam Jadi Pilihan Pengobatan Parkinson

Saat ini penyakit parkinson menjadi  penyakit yang rentan diderita orang berusia lanjut yang ditemukan sekitar 200 tahun silam.

Parkinson merupakan penyakit akibat proses penuaan pada sistem saraf di otak, ketika zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan dan merupakan penyakit neurogeneratif atau gangguan neurologis yang bersifat progresif dan berdampak pada gerakan tubuh. 

Penyakit ini dikaitkan dengan kerusakan pada substansia nigra (bagian otak tertentu) yang memroduksi dopamine dan jika sel-sel ini rusak atau mati, jumlah dopamine pun berkurang atau menurun, yang pada akhirnya dapat menyebabkan berbagai masalah dalam gerakan tubuh.

Saat ini, pemberian obat-obatan seperti levodopa, yang diubah menjadi dopamine dalam otak menjadi salah satu pengobatan utama penyakit Parkinson. 

Pasien bisa juga diberi obat lainnya seperti agonis dopamine, juga dapat digunakan untuk merangsang reseptor dopamine dalam otak namun dalam perjalanan penyakitnya, seringkali obat menjadi tidak efektif dan timbul komplikasi obat yang menganggu.

Selain itu, melakukan terapi fisik dan rehabilitasi membantu meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, dan keseimbangan untuk membantu agar mobilitas dan kemandirian tetap terjaga.

Dokter spesialis syaraf,  dr M Agus Aulia Sp BS mengatakan, tindakan operasi menjadi pilihan ketika obat-obatan kehilangan efektivitasnya dan timbul komplikasi akibat obat, seperti fluktuasi motorik dan dyskinesia.

"Prosedur bedah seperti stimulasi otak dalam (deep brain stimulation/DBS) atau stereotactic brain lesioning dapat menjadi pilihan  untuk mengatasi gejala penyakit parkinson yang tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan," kata Agus kepada wartawan, Rabu (18/9/2024).  

Sebelum dilakukan prosedur deep brain stimulation,  kata Agus, pasien biasanya menjalani pemindaian otak seperti MRI atau CT scan untuk menentukan lokasi yang tepat untuk pembuatan lesi.

"Dokter spesialis bedah saraf menggunakan sistem stereotaktik (kerangka acuan yang sangat presisi) untuk menempatkan elektroda di area otak yang ditargetkan, biasanya pada struktur seperti globus pallidus atau nukleus subthalamikus," kata Agus yang berpraktek di Brain & Spine Center  RSU Bunda Jakarta ini.

Sebelum dilakukan lesioning,  kata dia dilakukan stimulasi listrik dahulu untuk meyakinkan lokasi yang akan dilesi sudah tepat.

"Tindakan operasi dalam keadaan sadar (awake), memungkinkan dokter untuk melihat efek langsung dari stimulasi listrik ini," katanya. 

Setelah diyakini lokasi sudah tepat, kata dia elektroda kemudian digunakan untuk menciptakan lesi kecil dengan cara memberikan panas yang terkendali.

"Lesi ini diharapkan akan mengganggu aktivitas abnormal di area tersebut, yang terkait dengan gejala-gejalanya," katanya.

Ini akan bermanfaat mengurangi gejala motorik, seperti tremor, kekakuan, dan bradikinesia, sehingga dapat memiliki kontrol gerakan yang lebih baik dan penurunan kebutuhan obat untuk megurangi kemungkinan risiko efek samping obat dalam jangka panjang.

Sementara tindakan Deep Brain Stimulation (DBS) merupakan prosedur bedah dengan menanamkan elektroda di di otak.

Elektroda akan terhubung dengan perangkat generator Listrik kecil dan baterai yang dokter pasang di bawah kulit di dada yang akan bermanfaat pengurangan Gejala Motorik: seperti tremor, kekakuan, dan bradikinesia dengan mengubah aktivitas abnormal di area otak yang terkait dengan kontrol gerakan dan menurunkan kebutuhan obat.

"Dengan kontrol gejala yang lebih baik melalui DBS, beberapa pasien mungkin dapat mengurangi dosis obat. Ini dapat mengurangi efek samping yang sering kali terkait dengan penggunaan obat jangka panjang," katanya.

DBS bisa berperan meningkatkan kualitas hidup, berupa kemampuan untuk menyesuaikan stimulasi.

"Perangkat DBS memungkinkan penyesuaian non-invasif dari tingkat stimulasi menggunakan alat pemrogram yang ditempelkan pada kulit di dekat perangkat pemicu. Ini memungkinkan dokter untuk menyesuaikan terapi sesuai dengan perubahan dalam gejala atau kebutuhan pasien," katanya.

Untuk efek samping relatif minimal dan dapat dikendalikan dengan penyesuaian parameter stimulasi.

 

Editor: Erik S

Tag:  #selain #obat #terapi #fisik #bedah #stimulasi #otak #dalam #jadi #pilihan #pengobatan #parkinson

KOMENTAR