Ancaman Penghentian Hibah Global Fund, Indonesia Siap Menanggung Biayanya?
SELAMA INI, pasien Tuberkulosis (TB), HIV, dan Malaria di Indonesia mendapatkan pengobatan gratis melalui program yang dibiayai oleh hibah internasional, salah satunya dari Global Fund, yang berbasis di Amerika Serikat.
Dana ini memungkinkan pasien TB mendapatkan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara gratis, pasien HIV memperoleh diagnostik dan Antiretroviral (ARV) tanpa biaya, serta pasien Malaria bisa berobat tanpa harus membayar.
Namun, ada satu hal yang tidak banyak diketahui. BPJS Kesehatan tidak menanggung biaya pengobatan ketiga penyakit ini.
Alasannya karena ada program pemerintah yang menjamin pengobatan mereka dengan sumber dana hibah.
Dengan kata lain, BPJS tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk TB, HIV, dan Malaria karena beban biayanya telah ditanggung oleh pendanaan eksternal.
Saat ini, ada kemungkinan hibah dari Global Fund dihentikan atau dikurangi, terutama karena dinamika politik global dan kebijakan pemerintah donor.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump sebelumnya memerintahkan penghentian pasokan medis dan obat-obatan untuk negara-negara yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) di seluruh dunia.
Obat-obatan ini termasuk untuk penyakit HIV malaria, Tuberkulosis (TBC), serta pasokan medis bayi yang baru lahir.
Langkah ini adalah bagian dari pembekuan yang lebih luas terhadap bantuan dan pendanaan AS yang diberlakukan sejak Trump mulai menjabat pada 20 Januari 2025.
Jika itu terjadi, maka Indonesia harus menanggung seluruh biaya pengobatan ketiga penyakit ini secara mandiri.
Pertanyaan selanjutnya, apakah BPJS Kesehatan siap untuk menanggung beban ini?
Apakah anggaran kesehatan nasional cukup untuk mengambil alih biaya pengobatan tanpa mengorbankan layanan kesehatan lainnya?
Hingga kini, BPJS Kesehatan masih menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan anggaran, meskipun ada perbaikan dalam sistem pembiayaan.
Menambahkan beban pengobatan penyakit menular tanpa strategi pendanaan yang jelas bisa berdampak pada keberlanjutan layanan kesehatan lainnya.
Jika hibah ini benar-benar dihentikan, maka skenario berikut dapat terjadi:
Pertama, pasien TB, HIV, dan Malaria tidak lagi mendapatkan pengobatan gratis, sehingga berisiko meningkatkan angka putus obat dan resistensi penyakit.
Kedua, BPJS Kesehatan harus menanggung biaya pengobatan, yang bisa menambah tekanan finansial pada sistem kesehatan nasional.
Ketiga, harga obat bisa meningkat, terutama jika produksi dalam negeri belum siap mengimbangi kebutuhan nasional.
Keempat, peningkatan angka kesakitan dan kematian, karena keterbatasan akses terhadap pengobatan bagi kelompok rentan.
Untuk mengantisipasi potensi penghentian dana hibah ini, pemerintah perlu segera melakukan langkah-langkah mitigasi.
Pemerintah perlu negosiasi dengan donor internasional agar penghentian pendanaan tidak dilakukan secara tiba-tiba, tetapi bertahap.
Mengalokasikan anggaran kesehatan nasional untuk memastikan keberlanjutan pengobatan ketiga penyakit ini dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional.
Lalu, meningkatkan produksi obat dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menjaga harga tetap terjangkau.
Mendorong program pencegahan yang lebih efektif, karena pencegahan selalu lebih murah daripada pengobatan.
Ketergantungan jangka panjang terhadap hibah internasional bukan strategi yang berkelanjutan.
Pemerintah harus segera mempersiapkan langkah konkret agar akses pengobatan TB, HIV, dan Malaria tetap tersedia tanpa mengganggu layanan kesehatan lain.
Jika tidak, dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat, dan itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan.
Tag: #ancaman #penghentian #hibah #global #fund #indonesia #siap #menanggung #biayanya