Cegah Talasemia, Penyakit Kelainan Sel Darah Merah dengan Skrining
Ilustrasi transfusi darah()
14:06
27 Januari 2025

Cegah Talasemia, Penyakit Kelainan Sel Darah Merah dengan Skrining

Indonesia termasuk sabuk talasemia dunia atau negara dengan frekuensi gen talasemia yang tinggi. Setiap tahunnya sebanyak 2.500 bayi lahir di Indonesia dengan talasemia mayor, 80 persen di antaranya dalam kategori akut sehingga beresiko butuh transfusi darah seumur hidup.

Talasemia merupakan kelainan pada sel darah merah atau hemogloblin. Orang yang mengalami kelainan ini tidak terbentuk protein dalam hemoglobin sehingga tidak sempurna dan mudah pecah sehingga mengalami anemia atau kurang darah. Anemia yang disebabkan talasemia tidak bisa disembuhkan karena merupakan penyakit genetik.

Upaya pencegahan melalui pemeriksaan sejak dini calon orangtua harus jadi prioritas karena banyak individu yang mungkin tidak menyadari status genetik mereka.

Skrining talasemia dilakukan untuk mengetahui apakah salah satu atau kedua calon orang tua merupakan pembawa sifat talasemia dan untuk memperkirakan risiko melahirkan anak dengan talasemia mayor, yang merupakan bentuk paling parah. Pemeriksaan diperlukan sebelum menikah atau perencanaan kehamilan.

Jika kedua pasangan adalah pembawa sifat, mereka bisa mendapatkan konseling genetik untuk memahami kemungkinan risiko genetik dan opsi yang tersedia.

Dokter spesialis anak, Dina Garniasih, dari RSAB Harapan Kita Jakarta, mengatakan angka talasemia yang meningkat di Indonesia, diperburuk dengan tingkat skrining yang rendah.

Uji genetik talasemia

Thalassemia International Federation (TIF) dan BGI Genomics menekankan pentingnya adopsi teknologi skrining genetik berbasis high-throughput sequencing (HTS) untuk mempercepat upaya pencegahan talasemia, terutama di wilayah dengan prevalensi tinggi.

Metode pemeriksaan konvensional atau analisa darah saat ini masih menjadi pilihan utama untuk deteksi awal talasemia, namun hasilnya kurang spesifik untuk mengidentifikasi mutasi genetik spesifik.

Dalam sebuah webinar yang digelar TIF dan BGI Genomics, pakar dari Universitas Chiang Mai, Thailand, Prof.Sakorn Pornpraser mengatakan, teknologi pengurutan DNA dan RNA (next generation sequencing/NGS) dapat menjadi metode pengujian genetik yang menjanjikan untuk mengidentifikasi mutasi gen yang tidak umum, yang penting untuk skrining dan pengendalian talasemia.

Dalam studi bersama RSAB Harapan Kita dan BGI Genomics, Dr. Dina menyebutkan integrasi HTS ke dalam pengujian talasemia meningkatkan hasil keseluruhan.

"Penggabungan NGS dan GAP PCR (polymerase chain reaction) memungkinkan deteksi mutasi alfa dan beta dalam satu tes, mengurangi invasivitas dan meningkatkan tingkat skrining," katanya.

Penasihat Medis TIF Dr. Michael Angastiniotis, menyebutkan pengujian genetik berbasis HTS menawarkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih besar, tanpa menambah biaya yang signifikan.

Temuan dari studi bersama antara BGI Genomics dan organisasi kesehatan internasional menyebutkan HTS mendeteksi lebih banyak varian talasemia. HTS juga mengidentifikasi varian yang terkait dengan penyakit sel sabit dan hemoglobinopati lainnya.

Metode pengujian genetik seperti HTS di wilayah dengan prevalensi talasemia tinggi dapat meningkatkan tingkat deteksi dini, mengurangi kesalahan diagnosis, dan pada akhirnya meringankan beban sosial dan kesehatan dari penyakit yang dapat dicegah ini.

Tag:  #cegah #talasemia #penyakit #kelainan #darah #merah #dengan #skrining

KOMENTAR