Harga Emas dan Perak Cetak Rekor pada 2025, Logam Industri Ikut Melonjak
- Harga emas dan perak mencatatkan rekor baru pada 2025, menandai salah satu tahun terbaik untuk kedua logam mulia tersebut. Namun, kenaikan tajam tidak hanya terjadi pada emas dan perak.
Sejumlah logam industri juga mengalami lonjakan harga sepanjang 2025, di antaranya tembaga, aluminium, baja, serta logam baterai litium.
Dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (21/12/2025), kenaikan harga emas dan perak didorong oleh pembelian sebagai aset aman di tengah ketidakpastian global.
Sedangkan lonjakan logam industri terkait dengan pembangunan kecerdasan buatan (AI) dan transisi energi yang meningkatkan permintaan.
Manajer Produk Indeks Komoditas Bloomberg, Jim Wiederhold, mengatakan dunia bergerak dari ekonomi berbasis bahan bakar fosil menuju ekonomi yang didukung teknologi logam. "Masa depan adalah logam," katanya.
Tembaga digunakan sebagai bahan kabel, baja untuk struktur bangunan, aluminium untuk rak pendingin, dan litium untuk baterai. Permintaan keempat logam ini terus meningkat.
Data Trading Economics mencatat harga tembaga naik lebih dari 34 persen sepanjang tahun ini. Harga baja hot-rolled coil (HRC) dan aluminium masing-masing naik 27 persen dan 14 persen. Sementara harga litium meningkat 30 persen.
Lonjakan harga tidak hanya didorong permintaan, tapi juga tekanan pasokan. Produksi tembaga terganggu akibat bencana lingkungan.
Banjir di tambang Kamoa-Kakula di Republik Demokratik Kongo pada Mei 2025 sempat menghentikan produksi. Setelah itu, runtuhnya terowongan di tambang Chile dan longsor di tambang Grasberg Indonesia semakin mempersempit pasokan.
Di pasar litium, pemerintah China menghentikan operasi di tambang utama milik produsen baterai CATL, memicu kenaikan harga.
Di sisi aluminium dan baja, kenaikan harga energi akibat perang Ukraina dan kebutuhan listrik untuk AI membatasi operasional pabrik pemurnian. China juga mendekati batas produksi aluminium, menurut laporan ING Bank.
Wiederhold menambahkan, risiko geopolitik dan kebijakan larangan ekspor pemerintah ikut mendorong kenaikan harga logam.
Kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump juga menambah volatilitas. Saat ini, impor baja dan aluminium dikenakan tarif 50 persen. Tembaga semi-finished dan produk intensif tembaga juga dikenai tarif sama, kecuali bijih mentahnya.
Pengumuman tarif tembaga pada Juli 2025 membuat pedagang memindahkan stok fisik ke AS, sehingga harga naik. Setelah pengecualian bijih tembaga diumumkan, harga turun lagi.
Namun kekhawatiran kekurangan pasokan tetap tinggi. Adam Turnquist dari LPL Financial menyebut peningkatan penarikan tembaga dari gudang London Metal Exchange memperparah kekhawatiran ini.
Glencore, salah satu pedagang logam terbesar, berencana menaikkan produksi tembaga dari 850 kiloton tahun ini menjadi 1.000 kiloton pada 2028 dan 1.600 kiloton pada 2035.
Smelter aluminium di Indonesia juga memperluas kapasitas untuk memenuhi lonjakan permintaan.
Jigna Gibb, Kepala Indeks Komoditas Bloomberg, menyatakan, pasar mulai berfokus pada eksposur fisik logam industri dan energi.
Permintaan dari pengembangan AI terus menjadi faktor utama penggerak harga dan strategi penambang, pemurni, dan investor.
Aluminium, yang proses pemurniannya sangat bergantung pada energi murah, diperkirakan menghadapi tekanan margin seiring meningkatnya kebutuhan listrik akibat AI.
Ekspansi jaringan listrik, pusat data, dan kebutuhan kabel untuk chip AI juga mendorong permintaan tembaga dan baja.
Litium, yang pasokannya terbatas terutama dari China, sangat penting untuk transisi energi, kendaraan listrik, dan penyimpanan baterai.
“Dunia semakin ditenagai oleh teknologi yang terdiri dari logam. Kita tidak akan punya pasokan cukup untuk memenuhi permintaan yang diproyeksikan,” ujar Wiederhold.
Tag: #harga #emas #perak #cetak #rekor #pada #2025 #logam #industri #ikut #melonjak