Studi IFSoc, Mayoritas Pengguna Nilai Pinjol Legal Terjangkau
ilustrasi pinjol(iStock/ william_poter)
06:24
20 Desember 2025

Studi IFSoc, Mayoritas Pengguna Nilai Pinjol Legal Terjangkau

- Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyatakan layanan pinjaman daring (pindar) atau pinjaman online (pinjol) legal seharusnya tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat.

Hasil studi IFSoc akhir 2024 menunjukkan mayoritas pengguna merasakan manfaat pindar legal, terutama untuk menunjang kegiatan ekonomi produktif.

Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, mengungkapkan bahwa studi tersebut menangkap persepsi manfaat yang sangat tinggi dari masyarakat yang memanfaatkan layanan pindar.

Salah satu kekhawatiran yang kerap muncul adalah anggapan bahwa pinjaman daring memberatkan karena tingkat suku bunga yang tinggi.

Namun, temuan studi justru membuktikan kekhawatiran tersebut tidak terbukti, terutama ketika pinjaman digunakan untuk kegiatan produktif.

"Ternyata dari studi itu, karena ini digunakan untuk kegiatan yang produktif, mereka tidak menganggap bahwa ini memberatkan," ujar Hendri Saparini dalam konferensi pers bertajuk Catatan Akhir Tahun 2025 Teknologi Finansial dan Ekonomi Digital di Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).

Berdasarkan studi tersebut, sekitar 59 persen responden menilai biaya pinjaman dari pindar legal tergolong sangat terjangkau dan cukup terjangkau.

Studi ini dilakukan pada akhir 2024, ketika tingkat bunga layanan pindar legal masih berada pada level yang dinilai wajar oleh pengguna.

"Karena dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh. Nah, jadi ternyata bagi mereka itu 59 persen itu mereka menganggap sangat terjangkau dan cukup terjangkau," paparnya.

Selain soal bunga, isu cicilan juga kerap menjadi kekhawatiran publik.

Namun, Hendri menyebut hasil studi menunjukkan masyarakat yang memiliki perencanaan usaha memandang cicilan pindar tidak memberatkan.

"Kemudian bagaimana dengan ini memberatkan cicilan? Ternyata dari mereka, kalau mereka yang memang punya perencanaan bisnis, artinya yang mereka sudah memiliki literasi keuangan, ternyata tidak juga. Artinya mereka bahkan bisa membandingkan dengan yang perbankan," beber Hendri.

Persepsi terhadap denda keterlambatan pembayaran juga relatif moderat.

Sebagian besar responden menilai biaya keterlambatan masih dalam kategori ringan, sangat ringan, atau wajar.

"Jadi ini bukan sesuatu yang menakutkan, tapi ini bisa terjangkau. Karena juga untuk keterlambatan pembayaran kalau dilihat, sebagian besar itu mengatakan 9-10 persen itu menganggap ringan, sangat ringan dan wajar. Jadi wajar lah, ini bukan memberatkan. Yang merasa sangat berat itu hanya 16 persen," katanya.

Menurut IFSoc, berbagai studi sebelumnya juga menunjukkan bagi kelompok masyarakat bawah dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), faktor terpenting dalam pembiayaan adalah akses, bukan semata-mata tingkat bunga.

Atas dasar itu, IFSoc menilai fintech pembiayaan seharusnya menjadi prioritas pemerintah karena berpotensi menjadi solusi pendukung aktivitas ekonomi nasional.

Meskipun demikian, Hendri menegaskan penguatan literasi tetap menjadi kunci utama.

Literasi keuangan tidak hanya diperlukan bagi konsumen, tetapi juga bagi pelaku usaha sebagai produsen.

Selain itu, edukasi untuk memilih layanan fintech yang legal juga harus terus diperkuat.

Di sisi lain, IFSoc mencatat pertumbuhan layanan pindar legal menunjukkan tren yang signifikan.

Outstanding pindar pada 2024 tercatat sebesar Rp 77 triliun dan meningkat menjadi Rp 87 triliun per September 2025.

Ia menambahkan, meskipun Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah diberikan insentif bunga dan dukungan APBN, pertumbuhannya masih melandai.

Dalam kondisi tersebut, pindar legal dinilai mampu mengisi celah pembiayaan, terutama ketika kredit perbankan sulit diperluas.

Tag:  #studi #ifsoc #mayoritas #pengguna #nilai #pinjol #legal #terjangkau

KOMENTAR