Menunggu CPNS 2026: Ketika Kekosongan Pegawai Kian Lebar
Ilustrasi CPNS, CASN(uns.ac.id)
14:08
5 Desember 2025

Menunggu CPNS 2026: Ketika Kekosongan Pegawai Kian Lebar

GELOMBANG pensiun besar aparatur sipil negara (ASN) dalam dua tahun terakhir, menempatkan birokrasi Indonesia pada situasi yang tidak bisa lagi ditunda penyelesaiannya.

Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat 167.979 PNS pensiun pada 2024 dan hingga Oktober 2025 telah masuk 140.781 usulan pensiun baru.

Arus keluar aparatur terjadi ketika pengangkatan CASN 2024 belum rampung dan ketiadaan rekrutmen CASN 2025. Akibatnya, kursi kosong menumpuk dan beban kerja meningkat.

Di tengah tekanan fiskal, pemerintah memberi sinyal bahwa rekrutmen CPNS 2026 kemungkinan berlangsung dengan prinsip zero growth atau setidaknya sangat hemat.

Konsolidasi anggaran membuat pemerintah berhati-hati menambah belanja pegawai. Namun, jika arus pensiun tetap tinggi sementara rekrutmen ditekan, maka Indonesia menghadapi risiko defisit kompetensi, ketimpangan usia, dan penurunan kapasitas layanan dasar.

"Human Capital Theory" mengingatkan bahwa pegawai merupakan modal pengetahuan, bukan sekadar angka dalam neraca kepegawaian.

Ketika ribuan pegawai senior pensiun tanpa regenerasi memadai, negara kehilangan memori institusional yang tidak bisa digantikan cepat oleh pegawai baru. Kehilangan ini merembet menjadi perlambatan pelayanan dan melemahnya fungsi pengawasan.

Fenomena pensiun 2024–2025 pun bukan kejutan, melainkan buntut dari rekrutmen masif era 1980–1990-an.

Dalam lima tahun hingga delapan tahun ke depan, pensiun diperkirakan tetap tinggi. Tanpa strategi suksesi, birokrasi mengalami penyusutan tak terencana dan kehilangan kesinambungan pengetahuan.

Situasi Indonesia sejalan dengan tren global. OECD Government at a Glance 2025 mencatat 27,1 persen pegawai pemerintah pusat di negara OECD berusia 55 tahun ke atas. Negara dengan fiskal kuat tengah bergulat dengan regenerasi SDM.

Indonesia menghadapi persoalan serupa, tetapi diperberat kombinasi pensiun massal, beban pelayanan besar, dan ruang fiskal terbatas.

Dampaknya mulai terlihat di banyak daerah. Rasio tenaga kesehatan makin sulit dijaga, sementara sekolah negeri menutup kekosongan guru ASN dengan honorer yang memikul beban lebih besar.

Tidak sedikit instansi daerah menjalankan dua hingga tiga fungsi sekaligus hanya dengan satu pegawai. Kualitas pelayanan publik pun tergerus sedikit demi sedikit.

Persoalan tidak berhenti pada kekosongan jabatan. ASN baru tidak serta-merta dapat langsung mengisi posisi yang ditinggalkan.

Mereka harus mengikuti pelatihan dasar, masa percobaan, serta memenuhi syarat jabatan dan sertifikasi tertentu sebelum menjalankan fungsi penuh.

Untuk jabatan fungsional, proses ini lebih panjang karena membutuhkan angka kredit dan uji kompetensi. Artinya, sekalipun rekrutmen 2026 dibuka, kekosongan pelayanan dapat berlangsung berbulan-bulan.

Kurangnya kesiapan manajemen talenta memperparah situasi. Peta jabatan dan analisis beban kerja belum sepenuhnya menjadi dasar keputusan. Gelombang pensiun datang ketika pipeline pengganti tidak terbentuk.

Kasus CASN 2024 memperlihatkan lemahnya koordinasi perencanaan kebutuhan ASN. Keterlambatan penetapan formasi, molornya verifikasi, dan ketidakpastian jadwal memperlebar jeda antara pegawai keluar dan pegawai masuk. Backlog pelayanan pun tidak terhindarkan di berbagai sektor.

Hingga kini, pemerintah belum mengumumkan jadwal atau formasi CPNS 2026. Kekosongan informasi ini bukan sekadar persoalan komunikasi publik, tetapi penanda beratnya pekerjaan rumah dari penataan PPPK hingga penyelesaian pengangkatan CASN 2024.

Melihat beban tersebut, pendaftaran CPNS 2026 realistisnya baru dibuka pada kuartal ketiga tahun depan.

Riak-riak kecemasan sudah tampak di media sosial, forum guru, tenaga kesehatan, maupun komunitas pencari kerja.

Pertanyaan yang sama terus berulang: “Kapan CPNS 2026 dibuka?” Keresahan ini mencerminkan kebutuhan publik akan arah kebijakan negara.

Ketidakpastian membuat instansi daerah semakin sulit merencanakan kebutuhan SDM di tengah kekosongan jabatan.

Penghapusan sejumlah skema kerja dan wacana penataan ulang PPPK menambah lapisan ketidakpastian.

Di tengah berkurangnya pegawai senior, perubahan kebijakan tanpa transisi justru menjadi beban tambahan. Instansi yang seharusnya fokus melayani publik justru disibukkan adaptasi internal tiada henti.

Apa yang harus dilakukan Pemerintah pada 2026?

Pertama, pemerintah perlu melakukan audit kapasitas jabatan, semacam capacity stress test untuk memetakan posisi yang paling terdampak pensiun massal.

Sektor kesehatan, pendidikan, dan pengawasan harus menjadi prioritas utama karena berkaitan langsung dengan layanan dasar.

Kedua, rekrutmen harus diarahkan pada fungsi yang berdampak langsung pada pelayanan publik. Tidak semua kursi kosong perlu diisi, tetapi seluruh layanan dasar harus diamankan. Pendekatan “isi semua formasi” tidak lagi relevan.

Ketiga, instansi perlu membangun talent pipeline dan successor mapping yang selama ini absen.

Pegawai yang mendekati masa pensiun harus memiliki pengganti yang dipetakan sejak awal sehingga transfer pengetahuan dapat berlangsung sistematis.

Keempat, arah rekrutmen CPNS 2026 perlu bergeser pada pembangunan kapasitas digital. Birokrasi membutuhkan talenta yang mampu bekerja dalam ekosistem layanan publik yang terdigitalisasi, bukan sekadar memenuhi formasi administratif.

Birokrasi adalah fondasi kapasitas negara. Hilangnya ratusan ribu pegawai tanpa regenerasi membuat negara kehilangan tenaga sekaligus daya tahan institusional.

Jika reformasi birokrasi ingin menjadi lompatan nyata, perencanaan strategis CPNS 2026 harus dimulai sekarang, sebelum kekosongan pegawai melemahkan layanan kepada warga.

Tag:  #menunggu #cpns #2026 #ketika #kekosongan #pegawai #kian #lebar

KOMENTAR