



Tak Hanya Kebijakan Sesaat, Kalangan Industri Butuh Kepastian Pemerintah Soal IHT
-
Keputusan tidak naik cukai 2026 disambut baik pelaku usaha industri tembakau.
-
Langkah pemerintah ini memberi ruang napas bagi industri padat karya tembakau.
-
Pelaku industri minta moratorium cukai tiga tahun karena tarif sudah tinggi.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026 disambut positif oleh pelaku usaha dan asosiasi di industri hasil tembakau (IHT).
Namun, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anggana Bunawan, menilai langkah pemerintah sebagai bentuk keberimbangan dalam mengatur industri.
"Posisi kami tidak anti regulasi, yang diharapkan adalah keberimbangan. Karena itu, Apindo mengapresiasi langkah Menteri Keuangan yang memberi sinyal tidak naik cukai tahun 2026. Ini sinyal positif melihat kenyataan di lapangan," ujarnya di Jakarta Seperti dikutip, Kamis (23/10/2025).
![Pedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/12/10/20920-cukai-rokok-naik-2021.jpg)
Menurutnya, keputusan pemerintah tersebut memberi ruang napas bagi industri padat karya seperti tembakau untuk bertahan.
Tidak hanya perusahaan besar, kebijakan ini juga diyakini dapat meringankan beban petani tembakau yang selama beberapa tahun terakhir menghadapi ketidakpastian pasar dan penurunan pembelian hasil panen.
Di sisi lain, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Edi Sutopo, mendorong agar pemerintah tidak hanya menahan kenaikan cukai untuk satu tahun, melainkan melakukan moratorium selama tiga tahun.
"Kami mengharapkan adanya moratorium baik untuk tarif cukai maupun HJE untuk tiga tahun ke depan," imbuh Edi.
Edi menyoroti bahwa kenaikan tarif cukai yang berlebihan telah membuat industri semakin rentan.
"Kalau kita lihat data dari 2017 sampai 2024 itu rata-rata kenaikan cukai itu 11 persen, kemudian rata-rata inflasi hanya 3 persen. Artinya pengenaan tarif cukai itu sangat cukup tinggi,” katanya.
Ia menjelaskan, kebijakan fiskal yang terlalu agresif justru berimbas pada penurunan daya serap industri terhadap tembakau lokal.
Selain berdampak pada petani dan tenaga kerja, Edi juga menyoroti efek domino terhadap penerimaan negara.
"Selama tahun 2023 dan 2024 ini target cukai selalu tidak tercapai. Kalau diproyeksikan, penerimaan 2025 kemungkinan hanya 91%. Ini artinya kita sudah melampaui titik optimal. Kalau tarif cukai terus dinaikkan, penerimaan justru akan turun dan rokok ilegal yang akan meningkat," katanya.
Sebagai informasi, realisasi penerimaan CHT pada 2023 hanya mencapai 97 persen dari target Rp 217 triliun, kemudian turun menjadi 94 persen dari target Rp 230 triliun pada 2024. Sementara hingga semester I 2025, realisasi baru mencapai Rp 105,5 triliun atau sekitar 45,5 persen dari target.
Tag: #hanya #kebijakan #sesaat #kalangan #industri #butuh #kepastian #pemerintah #soal