



Demi Tembus Pasar AS dan Eropa, Harita Nickel (NCKL) Jalani Audit Terketat di Dunia
– Upaya PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel untuk memperluas pasar ekspor menembus Eropa dan Amerika Serikat makin serius. Perusahaan pertambangan dan pemrosesan nikel yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, ini secara sukarela menjalani audit standar internasional ketat dari The Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
Audit ini sudah dimulai sejak 2023 dan kini memasuki tahap akhir. SCS Global Services, firma independen yang ditunjuk IRMA, melakukan penilaian dalam dua tahap: kajian dokumen sejak Oktober 2024 dan audit lapangan pada April 2025.
"Harita selama ini selalu mengikuti aturan dan standar yang berlaku. Yang berkembang saat ini adalah buyer dari Eropa dan Amerika menginginkan informasi detail tentang rantai pasoknya. Salah satu standar audit yang menjadi acuan mereka adalah IRMA, dengan tingkat transparansi paling tinggi," ujar Deputy Health, Safety, Environment (HSE) Harita Nickel, Iwan Syahroni, melalui keterangannya, dikutip Selasa (1/7/2025).
Selama ini, China masih menjadi pasar utama produk Harita Nickel. Namun, meningkatnya permintaan nikel dunia, terutama untuk mendukung produksi baterai kendaraan listrik, membuka peluang ekspor ke negara-negara dengan standar ESG yang lebih ketat.
“Pabrikan global kini banyak yang sudah menggunakan standar IRMA. Maka, kami juga ingin menunjukkan bahwa kami sudah mematuhi standar tersebut,” tambah Iwan.
Audit IRMA mencakup 1.000 aspek dokumen dan praktik lapangan, dan hasil akhirnya akan dipublikasikan secara terbuka di situs resmi IRMA. Penilaian juga melibatkan masukan dari masyarakat lokal, pejabat pemerintah, hingga kelompok masyarakat sipil.
Tak hanya IRMA, Harita Nickel juga sedang dalam proses penilaian Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI). Langkah ini ditempuh agar seluruh aspek rantai pasok perusahaan dapat ditelusuri dan sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan global.
Menurut Iwan, keterbukaan terhadap audit internasional seperti IRMA tidak hanya berdampak positif bagi reputasi perusahaan, tapi juga menunjukkan wajah pertambangan Indonesia yang transparan di mata dunia.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kondisi pertambangan Indonesia cukup baik dan terbuka. Yang menjadi narasumber audit ini bukan hanya kami, tapi juga pihak-pihak yang selama ini kritis terhadap industri tambang,” ujar dia.
Teknologi Pengolahan dan Hilirisasi
Harita Nickel menjalani audit IRMA demi transparansi rantai pasok tambang nikel.
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group dan telah menjalankan smelter nikel saprolit sejak 2016, serta pabrik pengolahan dan pemurnian nikel limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) sejak 2021.
Teknologi HPAL ini memungkinkan pengolahan nikel kadar rendah menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), produk antara yang kini telah diolah menjadi Nikel Sulfat (NiSO?)—material inti baterai kendaraan listrik.
Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
Komitmen terhadap keberlanjutan juga terlihat dari rencana reklamasi tambang yang ditargetkan mencapai 66 hektare pada 2025.
Hingga 2024, dua unit usaha Harita Nickel telah mereklamasi 231,53 hektare lahan bekas tambang, ditanami berbagai jenis pohon seperti ketapang, cemara laut, hingga kayu putih.
Perusahaan juga membangun pusat pembibitan Loji Central Nursery yang dilengkapi dengan fasilitas laboratorium, greenhouse hidroponik, serta gudang pupuk.
Harita mengalokasikan sekitar Rp 250 juta per hektare untuk pelaksanaan reklamasi tambang secara berkelanjutan.
Kelola Air Limpasan Tambang
Dalam pengelolaan limbah air tambang, Harita Nickel membangun kolam pengendapan (sediment pond) seluas total 100 hektare, yang mampu menampung hingga 1,2 juta meter kubik air limpasan. Air yang disaring melalui sistem ini akan dikembalikan ke laut sesuai baku mutu lingkungan.
"Air jernih yang masuk ke dalam tambang harus kita kembalikan lagi dalam kondisi jernih. Kolam ini berfungsi sebagai filter alami," ungkap Iwan saat ditemui di Pulau Obi, Jumat (13/6/2025).
Pembangunan sediment pond ini tidak murah. Perusahaan mengalokasikan Rp 45 miliar untuk membangun sistem pengendalian air tambang yang memadai dan aman. Pemantauan dilakukan setiap hari oleh tim khusus, terlebih saat curah hujan tinggi.
Serap Tenaga Lokal
Hingga saat ini, Harita Nickel telah menyerap lebih dari 22.000 tenaga kerja, dengan komposisi 85 persen warga negara Indonesia dan 45 persen di antaranya berasal dari Maluku Utara.
Ini menjadi salah satu wujud keberpihakan perusahaan terhadap pembangunan wilayah operasionalnya.
Tag: #demi #tembus #pasar #eropa #harita #nickel #nckl #jalani #audit #terketat #dunia