



Maju Mundur Pemerintah Terapkan Cukai Minuman Berpemanis
- Pemerintah masih maju mundur menerapkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Mengutip Kompas.id, wacana kebijakan cukai minuman berpemanis telah mencuat sejak 2016. Kala itu besaran cukai akan diterapkan sebesar Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per liter.
Dengan besaran tersebut, potensi penerimaan cukai dari MBDK bisa mencapai Rp 79 miliar hingga Rp 3,95 triliun per tahun.
Ilustrasi minuman berpemanis, minuman manis. Minuman pantangan untuk penderita asam urat tinggi.
Namun demikian, kebijakan itu tak kunjung direalisasikan. Hingga akhirnya, rencana ini kembali mencuat di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah menyebut akan resmi memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan mulai 2024.
Kemudian, karena tak jadi diterapkan di 2024, rencana cukai minuman berpemanis kembali di diajukan dalam RAPBN 2025 sebagai kebijakan optimalisasi pendapatan negara yang akan dilakukan tahun ini.
"Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula," tulis pemerintah dalam dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025.
Tarif cukai minuman berpemanis belum ditentukan
Setelah diajukan dalam RAPBN 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di era pemerintahan Presiden Jokowi masih belum juga menentukan besaran pungutan cukai yang akan dilakukan pada minuman berpemanis.
Penampampakan minuman berpemanis di Superindo yang ditempelkan indikator gula
Namun dalam rapat kerja Kemenkeu dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI pada Selasa (10/9/2024), keduanya menyepakati usulan tarif cukai MBDK sebesar minimal 2,5 persen pada 2025 dan naik bertahap hingga 20 persen dalam beberapa tahun setelahnya.
"BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK sebesar minimal 2,5 persen pada tahun 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen," ujar Ketua BAKN Wahyu Sanjaya dalam rapat kerja itu.
Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu saat itu, Askolani mengatakan, penerapan dari usulan tersebut tergantung pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Itu rekomendasi saja, keputusannya nanti tergantung pemerintah tahun depan," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Dia juga tidak dapat menjelaskan lebih detail soal pertimbangan pemerintah untuk menerapkan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen ini karena tergantung pada kondisi pemerintahan ke depannya.
"Semua aspek tentunya (yang jadi pertimbangan)," kata dia. "Jadi itu hanya masukan, sifatnya nanti lihat kondisi," imbuhnya.
Target penerimaan cukai minuman berpemanis turun, jadi Rp 3,8 triliun
Kemenkeu juga menurunkan target penerimaan negara dari penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan pada tahun ini.
Dalam APBN 2024, pungutan cukai minuman berpemanis ditargetkan pemerintah dapat berkontribusi sebesar Rp 4,3 triliun ke penerimaan negara. Sementara tahun ini target pungutan cukai minuman berpemanis justru turun menjadi sebesar Rp 3,8 triliun.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu M Aflah Farobi mengatakan, angka tersebut menurun dari target sebelumnya karena pemerintah mempertimbangkan perkembangan perekonomian ke depan.
Pemerintah berencana mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
"Terkait cukai MBDK memang di tahun ini itu di APBN dicantumkan targetnya adalah Rp 4,3 triliun. Di tahun depan 2025 itu dicantumkan targetnya Rp 3,8 triliun," ujar Aflah saat media gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).
Target implementasi semester II 2025
Pada awal tahun ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu mengungkapkan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan mulai semester II 2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pengenaan cukai MBDK dilakukan sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 dan telah tercantum dalam APBN 2025.
Namun, pemerintah masih perlu menyusun aturan pendukung berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen), sehingga dijadwalkan baru dapat diimplementasikan pada semester II 2025.
"Di undang-undang APBN 2025 itu dinyatakan di situ cukai MBDK itu direncanakan memang kalau sesuai jadwal semester II 2025," ujarnya saat media briefing di kantornya, Jumat (10/1/2025).
Dia menjelaskan, minuman berpemanis dalam kemasan yang akan dikenakan cukai MBDK hanya untuk yang jenis konsumsi gula tambahan bukan konsumsi gula utama seperti nasi.
Sebab, tujuan dari pengenaan cukai MBDK ialah untuk mengurangi konsumsi gula tambahan pada masyarakat yang menjadi penyebab utama penyakit obesitas dan diabetes.
Oleh karenanya, DJBC melakukan berbagai studi banding ke negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan cukai MBDK agar dapat menentukan secara tepat batasan objek yang dikenakan cukai, objek yang dibebaskan dari cukai, hingga pengawasan pelaksanaannya.
"Prinsip kata kuncinya adalah mengendalikan konsumsi gula tambahan. Tentunya kita akan pasang threshold. Threshold-nya seberapa nanti lagi digodok, nanti akan dibahas di PP-nya," ungkapnya.
Cukai minuman berpemanis batal diterapkan tahun ini
Terakhir, DJBC mengungkapkan pemerintah kembali membatalkan pemberlakuan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan pada tahun ini.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Letjen Djaka Budi Utama saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budhi Utama mengatakan, cukai minuman berpemanis tidak akan diberlakukan tahun ini namun tidak menutup kemungkinan akan diberlakukan di tahun-tahun berikutnya.
"Terkait dengan pemberlakuan MBDK sampai saat ini mungkin itu rencana sampai tahun 2025 sementara tidak akan diterapkan mungkin kedepannya akan diterapkan," ujarnya saat konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2025, Selasa (17/6/2025).
Namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai alasan cukai minuman berpemanis batal diberlakukan tahun ini.
Yang jelas, dengan batalnya penerapan cukai MBDK tahun ini berarti penerimaan kepabeanan dan cukai menjadi berkurang lantaran sumber penerimaan baru tidak jadi terbuka.
Djaka mengungkapkan, pihaknya akan berupaya menambal sumber penerimaan yang hilang itu dengan menggenjot penerimana dari sumber kepabeanan dan cukai yang lebih besar.
"Bagaimana akan menutupi? Tentunya dengan komponen-komponen penerimaan yang dibebankan ke bea dan cukai, saya mohon doa dari awak media agara bea dan cukai bisa memenuhi target yang ditetapkan," ucapnya.
Tag: #maju #mundur #pemerintah #terapkan #cukai #minuman #berpemanis