



Tambang Raja Ampat: Dugaan Pelanggaran Hukum Lingkungan dan Hak Masyarakat Adat
SUDAH lebih dari seminggu terakhir, polemik penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Tercatat, ada lima perusahan tambang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah tersebut.
Dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yakni PT Gag Nikel dengan izin operasi produksi sejak 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin operasi produksi sejak 2013.
Tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati Raja Ampat, yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP terbit pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP terbit pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP terbit pada 2025.
Pembahasan terkait isu tambang Raja Ampat pertama kali dikumandangkan dalam acara "Indonesia Critical Minerals".
Pada acara tersebut, sekelompok orang yang mengaku warga Raja Ampat dan aktivis Greenpeace membawa slogan “Save Raja Ampat” sambil meneriakan “Papua Bukan Tanah Kosong” berulang kali.
Penolakan tegas atas ekspansi tambang nikel di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.
Berdasarkan data Greenpeace, tambang tersebut telah merusak sekitar 500 hektar hutan lindung dalam hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K).
Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyegel setidaknya empat perusahaan tambang nikel di kawasan Raja Ampat.
LHK menyatakan bahwa penyegelan ini karena ditemukannya pelanggaran lingkungan. Beberapa perusahaan yang harus menghentikan aktivitas tambangnya, yaitu wilayah konsesi PT ASP yang memiliki luas lebih dari 10.000 hektar di Pulau Manuran dan Waigeo.
Berdasarkan pengawasan LHK, perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektar tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
Selanjutnya, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawel disegel dengan alasan menambang di area Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 5 hektar.
Pemerintah juga menyegel PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Manyaifun karena tidak mempunyai dokumen lingkungan yang jelas dan IPPKH.
Terakhir, area konsesi PT Gag Nikel di Pulau Gag bertentangan dengan UU PWP3K.
Selaras dengan hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat.
Namun, pada 10 Juni 2025, pemerintah memutuskan untuk tidak mencabut izin PT Gag Nikel, karena dianggap tidak melakukan pelanggaran lingkungan ataupun perizinan.
Apabila dianalisis secara mendalam, izin usaha penambangan diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian beberapa kali diubah melalui UU Nomor 3 Tahun 2020, UU No 6 Tahun 2023 dan UU No 2 Tahun 2025 (UU Minerba).
Mengacu pada ketentuan UU Minerba, terdapat kurang lebih 7 jenis izin dalam lingkup usaha pertambangan, yaitu: 1) IUP; 2) Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR); 3) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK); 4) Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan Khusus Eksplorasi; 5) Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB); 6) Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP); dan 7) Izin Pengangkutan dan Penjualan.
Selanjutnya, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) adalah bagian dari wilayah pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
Dalam konteks isu tambang Raja Ampat, izin usaha yang diperoleh merupakan IUP yang bertempat Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Berdasarkan UU Minerba, WIUP memiliki luas paling banyak 15.000 hektar. Sedangkan, pulau Gag memiliki luas sekitar 60 km2 (6.000 hektare).
Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 3 UU PWP3K, pulau kecil didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
Dalam konteks ini, maka Pulau Gag tidak dapat dikategorikan sebagai pulau kecil, dan secara administratif luasnya masih sesuai dengan ketentuan WIUP.
Berbeda dengan pulau Manuran yang luasnya hanya sekitar 1.173 hektare. Dalam hal ini, pulau Manuran termasuk sebagai pulau kecil yang tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 PWP3K.
Hal ini selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan bahwa penambangan mineral di pulau kecil dapat menimbulkan kerusakan yang tidak bisa pulih (irreversible), serta melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi.
Pemerintah mencabut empat dari lima izin perusahaan yang melakukan aktivitas tambang di Raja Ampat.
Izin PT Gag Nikel tidak dicabut karena mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2025. Sedangkan keempat lainnya tidak memiliki RKAB.
Sebelumnya, MRP dan ASP sudah mengajukan RKAB, tetapi ditolak. Sementara, KSM dan PT Nurham sama sekali tidak mengajukan RKAB.
RKAB adalah rencana kerja dan anggaran biaya pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan.
Pasal 2 Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023 mengatur, pemegang IUP tahap kegiatan eksplorasi, pemegang IUPK tahap kegiatan operasi produksi, pemegang IUPK tahap kegiatan operasi produksi, dan pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian wajib menyusun dan menyampaikan RKAB tahap kegiatan eksplorasi atau RKAB tahap kegiatan operasi produksi.
RKAB diajukan kepada menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan dan menyampaikan laporan tertulis atas pelaksanaan RKAB tahap kegiatan eksplorasi atau pelaksanaan RKAB tahap kegiatan operasi produksi kepada menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya, dalam Pasal 6 mengatur bahwa Dirjen atas nama menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi atas RKAB yang disampaikan oleh pemegang IUP dan menyampaikan tanggapan persetujuan atau penolakan atas RKAB tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
Apabila tanggapan yang diterima berupa penolakan, maka pemegang IUP dapat mengajukan kembali permohonan RKAB paling banyak 1 (satu) kali. Direktur Jenderal atas nama menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya dapat menyampaikan tanggapan atas RKAB tersebut.
Output dari hasil evaluasi adalah persetujuan atau penolakan atas RKAB dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah pemegang IUP dilarang melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara apabila tidak menyampaikan RKAB tahap kegiatan eksplorasi atau RKAB tahap kegiatan operasi produksi, belum mendapatkan persetujuan RKAB tahap kegiatan eksplorasi atau RKAB tahap kegiatan operasi produksi, atau direktur jenderal atas nama menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menolak permohonan persetujuan atas RKAB sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023.
Hal ini yang kemudian menjadi dasar pencabutan IUP keempat perusahaan tersebut karena dua perusahaan tidak mengajukan RKAB. Sementara dua perusahaan lainnya tidak mendapatkan persetujuan atas RKAB.
Sanksi yang diberikan adalah pencabutan izin sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 23 Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023.
Dalam aspek lainnya, adanya kegiatan pertambangan di Raja Ampat berpotensi mengancam kelangsungan hidup ribuan spesies laut dan terumbu karang.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan dapat menyebabkan kepunahan spesies dan hilangnya sumber daya penting bagi masyarakat adat.
Di sisi lain, hal ini juga dapat memicu konflik sosial yang dapat mengganggu stabilitas sosial masyarakat adat.
Masyarakat adat seringkali tidak memiliki keterampilan dan sumber daya yang cukup untuk bersaing dalam industri pertambangan. Akibatnya, mereka menjadi tergantung pada perusahaan tambang dan rentan terhadap eksploitasi.
Fenomena ini harus menjadi perhatian dan pengingat bagi pemerintah dan perusahaan tambang dalam melakukan pengelolaan hasil bumi di bidang pertambangan. Terutama dalam bidang pengawasan dan penerapan regulasi di bidang pertambangan.
Isu tambang memiliki dampak besar tidak hanya terhadap lingkungan dan makhluk hidup yang tinggal di daerah tersebut, melainkan juga terhadap kesejahteraan masyarakat.
Tag: #tambang #raja #ampat #dugaan #pelanggaran #hukum #lingkungan #masyarakat #adat