Rupiah Menguat karena Faktor Eksternal, Bagaimana Prospek ke Depannya?
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja di sektor tertentu.(UNSPLASH/MUFID MAJNUN)
08:56
22 April 2025

Rupiah Menguat karena Faktor Eksternal, Bagaimana Prospek ke Depannya?

- Nilai tukar rupiah atau kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menguat sejak penutupan perdagangan Kamis (17/4/2025).

Mengutip data Bloomberg, rupiah berada pada level Rp 16.877 per dollar AS pada Jumat (18/4/2025) lalu terus menguat ke level Rp 18.807 per dollar AS pada Senin (21/4/2025).

Sementara pada kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah menguat dari posisi Rabu (16/4/2025) yang pada level Rp 16.845 menjadi ke level Rp 16.808 pada Senin.

Penyebab Rupiah Menguat

Pengamat pasar uang, yang juga Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra mengatakan, rupiah menguat bersamaan dengan rata-rata mata uang lainnya di kawasan Asia.

Pada Senin kemarin, Yen Jepang terpantau menguat 1,04 persen, won Korea Selatan menguat 0,40 persen, peso Filipina menguat 0,20 persen, ringgit Malaysia menguat 0,97 persen, yuan China menguat 0,15 persen, dan baht Thailand menguat 0,89 persen.

Kemudian, rupee India menguat 0,33 persen, dollar Singapura menguat 0,66 persen, serta dollar Taiwan menguat 0,71 persen.

Kata Ariston, penguatan mayoritas mata uang di Asia disebabkan oleh lemahnya nilai tukar dollar AS.

Pasalnya, para investor memiliki sentimen negatif terhadap AS setelah pernyataan Presiden AS Donal Trump yang meminta Bank Sentral AS (The Fed) segera memangkas suku bunga acuan.

Para investor menilai pernyataan Trump tersebut telah mengintervensi tugas Bank Sentral yang bersifat independen. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan di tengah kondisi perang dagang saat ini dinilai bisa berdampak buruk ke perekonomian AS.

Alhasil pada perdagangan sore kemarin, indeks dollar AS (DXY) melemah 1,30 persen ke level 98,09 dari penutupan akhir pekan lalu di level 99,38.

"Penguatan rupiah lebih karena faktor eksternal. Karena sejak perdagangan pagi, mata uang regional juga menguat terhadap dollar AS," ujarnya kepada Kompas.com, Senin malam.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira yang menyebut penguatan kurs rupiah disebabkan oleh pelemahan dollar AS.

"(Penyebab kurs rupiah menguat) lebih ke tekanan Trump terhadap perombakan internal the Fed yang membuat dollar AS kurang dipercaya oleh investor," ucapnya kepada Kompas.com, Senin malam.

Lantas bagaimana prospek nilai tukar rupiah ke depan? Apakah penguatan rupiah akan terus berlanjut meski dollar AS tak lagi loyo?

 

Prospek Rupiah ke Depan

Ariston menilai, rupiah masih berpotensi melemah ke depannya lantaran penguatan rupiah beberapa hari terakhir tidak terlalu signifikan.

"Kalau melihat penguatan rupiah yang tidak terlalu dalam hari ini, ada kemungkinan tekanan pelemahan masih besar," ucapnya.

Rupiah masih berpotensi tertekan karena kepastian terkait kebijakan tarif resiprokal dari AS sebesar 32 persen masih terus berlanjut.

Untuk diketahui, saat ini pemerintah tengah melakukan negosiasi dengan pihak AS agar mereka mau menurunkan tarif impor kepada produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Adapun proses negosiasi ini berlangsung selama 60 hari ke depan.

"Urusan kebijakan tarif Trump ini masih panjang. Masih ada kemungkinan tarif impor Indonesia tetap tinggi dan menyulitkan industri di Indonesia mengekspor ke AS dan menyebabkan pabrik mengurangi pekerjaan sehingga menimbulkan PHK," ungkapnya.

Sementara itu, Bhima mengatakan, rupiah masih berpotensi tertekan ke depannya karena akan ada pembagian dividen perusahaan sehingga akan ada repatriasi dana ke luar negeri.

"Investor asing setelah mendapat dividen cenderung mentransfer kembali ke negara asalnya," kata Bhima.

Tekanan pada kurs rupiah juga bisa datang dari pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo dalam tiga bulan mendatang.

Bhima mengungkapkan, pemerintah akan membayar utang sebesar Rp 178,9 triliun pada Juni, Rp 105,3 triliun pada Agustus, dan Rp 100,7 triliun pada Oktober mendatang.

Pembayaran utang pemerintah ini dapat menurunkan cadangan devisa dan memicu pelemahan kurs rupiah. Meskipun pada akhir Maret 2025, cadangan devisa Indonesia meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 154,5 miliar dollar AS menjadi 157,1 miliar dollar AS.

Tag:  #rupiah #menguat #karena #faktor #eksternal #bagaimana #prospek #depannya

KOMENTAR