Prabowo Bentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan untuk Lahan Sawit, Dipimpin Sjafrie Sjamsoeddin
Hamparan kebun sawit di Pelalawan, Provinsi Riau.(Dok. KemenKopUKM)
12:16
20 Februari 2025

Prabowo Bentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan untuk Lahan Sawit, Dipimpin Sjafrie Sjamsoeddin

- Presiden Prabowo Subianto membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan untuk lahan kelapa sawit.

Satgas itu dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Mengutip dari berkas.dpr.go.id, Perpres 5/2025 lahir dengan tujuan untuk penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam kawasan hutan. Kemudian, untuk optimalisasi penerimaan negara.

Bentuk penertiban kawasan hutan dilakukan dengan menagih denda dari pihak yang melakukan pelanggaran penggunaan kawasan hutan, mengambil kembali penguasaan kawasan hutan yang telah disalahgunakan, dan memulihkan aset-aset yang ada di kawasan hutan agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.

Penertiban kawasan hutan dilakukan terhadap perusahaan atau individu, dengan sanksi yang berbeda-beda.

Satgas akan dipimpin oleh Menteri Pertahanan RI Sjafri Sjamsoeddin sebagai ketua pengarah.

Wakil Ketuanya antara lain Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Anggota terdiri dari Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Agraria, Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan, Menteri LHK, dan Kepala BPKP.

Sebagai Ketua Pelaksana Satgas adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.

Wakil Ketua Pelaksana antara lain Kepala Staf Umum TNI, Kepala Bareskrim, dan Deputi Bidang Investigasi BPKP.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Eugenia Mardanugraha mengatakan, berharap penertiban lahan tidak membabi buta, karena hal itu akan berakibat buruk pada iklim investasi di Indonesia.

“Perpres ini tujuannya baik tapi jangan dijalankan secara membabi buta. Itu merugikan rakyat Indonesia sendiri. Misalnya membabi buta itu pokoknya semua pengusaha harus dipidana, harus membayar. Kalau cuma membayar saja sih bisa dihitung. Tapi misalkan dipaksa diambil lahannya terus bagaimana? Jangan sampai terjadi yang seperti begitu,” kata Eugenia dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2/2025).

Menurut dia, Satgas Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya melakukan verifikasi lahan-lahan sawit tersebut secara detail sebelum melakukan penertiban. Sebab, verifikasi penting dilakukan karena setiap lahan memiliki asal-usul sendiri-sendiri.

Menurut Eugenia, lahan sawit yang ada saat ini kebanyakan warisan dari zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Saat itu, pemerintahan Orde Baru mengundang para pengusaha untuk berinvestasi di industri kelapa sawit.

“Hanya saja, dokumentasi kepemilikan lahan kala itu tidak rapi seperti sekarang. Masalah administrasi pertanahan yang tidak beres tersebut dibiarkan hingga puluhan tahun hingga sekarang sehingga terjadi tumpang tindih, yang harusnya lahan kawasan hutan dijadikan perkebunan sawit,” kata Eugenia.

“Saya kurang setuju (direbut kembali). Mereka kan juga sudah berkontribusi untuk Indonesia. Dulunya hutan, ditanam sawit, sawitnya dijual. Multiplier ekonominya sudah besar,” ujar anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, dari total 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit, terdapat lebih kurang 3,3 juta hektar lahan yang berada di dalam kawasan hutan.

Kementerian Kehutanan juga mengungkapkan data yang sama, sekitar 3,1 juta hingga 3,2 juta hektar kebun sawit berada di kawasan hutan, mencakup hutan konservasi (115.694 hektar), hutan lindung (174.910 hektar), hutan produksi terbatas (454.849 hektar), hutan produksi biasa (1.484.075 hektar), dan hutan produksi yang dapat dikonversi (1.224.291 hektar).

Sementara itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menemukan bahwa 194 perusahaan perkebunan sawit dengan luas 1,08 juta hektar per Januari 2025 belum mengajukan hak atas tanah (HAT), yang mengindikasikan adanya praktik pemanfaatan hutan tanpa izin.

Eugenia mengusulkan agar pemerintah bermusyawarah dengan seluruh stakeholder di industri sawit untuk menemukan jalan terbaik. “Kalau misalnya ada sanksi denda, hal tersebut bisa dilakukan dengan perhitungan yang jelas,” kata dia.

Editor: Nirmala Maulana Achmad

Tag:  #prabowo #bentuk #satgas #penertiban #kawasan #hutan #untuk #lahan #sawit #dipimpin #sjafrie #sjamsoeddin

KOMENTAR