Perlunya Dukungan dan Sinkronisasi Regulasi Guna Percepat Pengembangan Biomassa Dalam Negeri
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto. (Istimewa)
10:54
4 Oktober 2024

Perlunya Dukungan dan Sinkronisasi Regulasi Guna Percepat Pengembangan Biomassa Dalam Negeri

 

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Wiluyo Kusdwiharto mengungkapkan perkembangan signifikan dalam pemanfaatan bioenergi nasional, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Saat ini, kata dia, potensi Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa (PLTBm) diproyeksikan mencapai 313 MW, dengan sejumlah PLTBm telah beroperasi di beberapa daerah, seperti Deli Serdang, Ujung Batu, Pasir Mandoge, Arung Dalam, dan Sandai dengan total kapasitas 27 MW. Wiluyo juga menjelaskan rencana peningkatan kapasitas PLTBm hingga 1 GW dalam RUPTL mendatang.

Namun, ia juga menyoroti stagnasi Program Hutan Tanaman Energi (HTE), yang seharusnya bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong di Indonesia.

“Program HTE ini rasanya jalan di tempat, padahal HTE ini sebenarnya memiliki potensi keberlanjutan yang lebih terukur dalam memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk ditanami tanaman energi," ujar Wiluyo, belum lama ini.

Wiluyo juga menegaskan perlunya dukungan dan sinkronisasi regulasi yang kuat dari pemerintah, hal ini dinilai penting untuk mempercepat pengembangan biomassa di dalam negeri.

“Sinkronisasi regulasi ini sangat penting. Beberapa kali kami menghadapi bahwa harga biomassa sudah ditetapkan oleh Kementerian ESDM, namun untuk implementasinya di PT PLN, kami masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan agar biaya ini dapat masuk dalam biaya operasional yang diperbolehkan. Hal ini lumayan menghambat kami beserta teman-teman pengembang biomass dalam memanfaatkan biomassa," ucapnya.

Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi,Trois Dilisusendi menjelaskan bahwa bioenergi merupakan sumber energi terbarukan yang paling lengkap. Indonesia memiliki potensi besar bioenergi dari biomassa yang apabila dikonversi menjadi listrik setara dengan 56,97 GW. Pada akhir 2023, kontribusi bioenergi dalam bauran energi terbarukan mencapai 7,4% dari total 13,3%. 

Trois juga menegaskan bahwa pengembangan bioenergi dapat mensubstitusi energi fosil di berbagai sektor, termasuk kelistrikan, transportasi, industri, dan rumah tangga. “Pengembangan bioenergi nasional mencakup pemanfaatan bahan bakar nabati, pemanfaatan biomassa sebagai substitusi batubara melalui co firing di PLTU, serta pemanfaatan sampah organik sebagai sumber energi," ujar Trois.

Namun, beberapa tantangan masih dihadapi dalam pengembangan sektor biomassa, seperti pengadaan bahan bakar biomassa (B3m) yang memenuhi skala keekonomian, biaya transportasi dan logistik, serta pasokan biomassa yang berkelanjutan. Selain itu, tantangan harga, ketersediaan bahan, dan penerapan standar teknis seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bahan bakar biomassa juga menjadi perhatian penting.

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Eddy Soeparno memandang, Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar untuk memanfaatkan bioenergi dari kelapa sawit, minyak jelantah, tebu, dan berbagai limbah pertanian lainnya.

Dalam upayanya, Indonesia telah menerapkan program B35 yang menggunakan 35% biodiesel dari minyak sawit. Namun, untuk mencapai keberlanjutan, Eddy menekankan pentingnya penerapan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam pengelolaan kelapa sawit guna meminimalisir dampak lingkungan. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel juga menjadi solusi untuk mengurangi emisi CO2 hingga 80% dibandingkan dengan diesel konvensional.

Eddy menyatakan saat ini pihaknya tengah fokus menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) untuk pemerintahan mendatang, termasuk program-program dan kebijakan-kebijakan tentang biomassa.

Editor: Banu Adikara

Tag:  #perlunya #dukungan #sinkronisasi #regulasi #guna #percepat #pengembangan #biomassa #dalam #negeri

KOMENTAR