Isu Kerusakan Gunung Ciremai dan Budaya Kuningan Menjadi Presentasi Akhir Seniman Residensi Baku Konek
–Dua tembok pertokoan di pusat kota Jalan Siliwangi, Kabupaten Kuningan, digarap seniman residensi Brebes Artdictive berkolaborasi dengan Tudgam dan seniman muda Kuningan. Pengerjaan mural itu dilakukan selama tiga malam. Karya mural tersebut diharapkan bisa menjadi pemantik masyarakat Kuningan untuk lebih kritis dan peduli terhadap budaya Kuningan dan keberlangsungan ekosistem Gunung Ciremai.
Menurut koordinator program Tudgam Kuningan Ryan Obet, kegiatan itu merupakan salah satu program residensi seniman bernama Baku Konek. Diselenggarakan oleh Ruangrupa Jakarta dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) melalui program Manajemen Talenta Nasional (MTN) bidang seni budaya.
”Tudgam Kuningan adalah kolabolator yang terpilih untuk menjadi tuan rumahnya. Sedangkan seniman, setelah melewati proses seleksi yang cukup ketat, Brebes Ardictive yang diwakilkan Arif Mujahidin dan Bil Ababil yang terpilihnya,” terang Ryan Obet.
Selama satu bulan seniman residensi tersebut ditawarkan isu Gunung Ciremai dan kebudayaan Kuningan sebagai materi karya. Menurut Direktur Tudgam Agung M. Abul, isu Ciremai dan kebudayaan Kuningan merupakan tema yang menarik untuk diangkat. Hal itu bisa dikatakan sebagai bentuk kritik terhadap para pemangku kebijakan.
Agung M. Abul menambahkan, karya mural adalah bentuk seni lukis yang menghiasi tembok, medium yang kuat untuk menyuarakan ide dan kritik sosial dalam masyarakat.
”Mural bukan sekadar medium estetika, tetapi bisa juga menjadi alat untuk memantik dialog dan perubahan dalam masyarakat,” tandas Agung M. Abul.
Sementara itu Arif Mujahidin dan Bil Ababil dari Brebes Artdictive selaku seniman residensi menganggap bahwa tema Gunung Ciremai dan kebudayaan Kuningan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dari berbagai permasalahan yang mengancam ekosistem Ciremai dan kebudayaan di Kuningan, permasalahan tersebut hanya diketahui oleh sebagian kecil masyarakat.
”Misalnya isu geotermal di Gunung Ciremai yang begitu kencang pada beberapa tahun lalu. Beberapa hal juga mengancam ekosistem Gunung Ciremai seperti pembangunan yang begitu masif banyaknya tempat wisata dan tempat makan dan coffee shop juga hotel,” tutur Arif Mujahidin.
”Isu horisontal tentang sadapan getah pinus seakan tidak memedulikan flora fauna dan terlebih kita sebagai manusia yang akan terkena dampaknya secara langsung,” imbuh dia.
Dengan menempatkan kritik sosial secara visual di ruang publik, mural tidak hanya mempercantik lingkungan, tetapi juga menyediakan platform bagi perdebatan dan refleksi yang mendalam tambah Arif Mujahidin dan Bil Ababil.
Baku Konek saling terhubung menjalin koneksi
Baku Konek 2024 adalah program yang berusaha mendorong keterlibatan seniman dengan lingkungan dan masyarakat melalui eksplorasi-eksplorasi temuan artistik baru dengan format kolaborasi. Program residensi ini mencakup banyak hal yang dibutuhkan perupa untuk menemukan posisi dan peran strategis dalam konteks lokal dan global. Tidak hanya sebagai seniman, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam ekosistem seni (rupa) dan budaya.
Bekerja sama dengan simpul-simpul ekosistem seni lokal, Baku Konek dimaksudkan menjadi ajang pertukaran pengetahuan, pengalaman, serta belajar menemukan, mengamati, dan mengambil peran dalam isu sosial penting terkini seperti isu lingkungan, ekonomi berkelanjutan, budaya lokal, dan sebagainya.
Dengan latar gagasan mendorong seniman untuk mempunyai kepekaan, peran dan keterlibatan di masyarakat dan lingkungan melalui praktik artistik. Program residensi bagi perupa Indonesia di dalam negeri yang berkelanjutan dan berakar pada keragaman konteks lokal sangat dibutuhkan. Ini juga perlu diimbangi dengan program berkelanjutan agar gagasan dan capaian artistik seniman bisa meluas.
Baku Konek berkolaborasi dengan 11 ruang, kolektif dan komunitas di Indonesia dengan keragaman konteks sosial budaya dan geografis; baik urban, rural, pegunungan, hutan, pesisir, dan lain-lain. Selama program Baku Konek, para seniman akan bertukar pikiran dan mendapatkan materi dari kurator, peneliti, praktisi, hingga sesama seniman Indonesia dan internasional dalam format diskusi, lokakarya, dan lainnya.
Sebelas kolektif seni yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia akan mewadahi para perupa dan kolektif seni yang melakukan program Baku Konek selama lima minggu sebagai kolaborator program. Kesebelas kolektif tersebut berasal dari konteks lokasi/geografis dan sosial kultural yang beragam, urban, rural, perkebunan, hutan, pesisir, dan lain-lain.
Kolaborator yang tersebar tersebut adalah komunitas Tudgam Kuningan (Jawa Barat), Rumah Cikaramat Sukabumi (Jawa Barat), Gudskul Ekosistem (Jakarta), Komunitas KAHE (Nusa tenggara Timur), Komunitas Kanot Bu (Banda Aceh), Komunitas Sikukeluang Pekanbaru (Riau), Komunitas Susur Galur Pontianak (Kalimantan Barat), komunitas Riwanua Makassar (Sulawesi Selatan), dan Komunitas Pasir Putih Lombok Utara (NTB).
Tag: #kerusakan #gunung #ciremai #budaya #kuningan #menjadi #presentasi #akhir #seniman #residensi #baku #konek