Harga Bitcoin Terus Ambles, Ini Faktor Penyebab dan Prediksinya Menurut Analis
- Harga mata uang kripto (cryptocurrency) Bitcoin (BTC) anjlok ke level 85.000 dollar AS (sekitar Rp 1,4 miliar) per keping pada Kamis (20/11/2025) waktu Amerika Serikat (AS). Level ini menjadi yang pertama kalinya sejak April .
Sebelumnya, harga Bitcoin sempat berada di kisaran 90.000 dollar AS (sekitar Rp 1,5 miliar) per keping, setelah turun perlahan dari angka 110.000 dollar AS (sekitar Rp 1,8 miliar) pada awal November lalu.
Sejumlah analis mengungkap alasan mengapa belakangan harga Bitcoin terus turun.
Head of Research CoinShares, James Butterfill mengatakan bahwa harga Bitcoin turun sebagai efek dari para pemilik aset besar, biasa disebut "whale", yang belakangan berbondong-bondong menjual Bitcoin mereka.
Aksi jual aset oleh para whale ini biasanya dilakukan sekitar empat tahun sekali, dan di siklus ini, harga Bitcoin biasanya turun.
“Kondisi penurunan harga ini biasanya menggambarkan sebuah fase di satu siklus di mana para whale menjual asetnya empat tahun sekali. Bahkan sejak september lalu, pemegang aset Bitcoin besar terpantau sudah menjual lebih dari 20 miliar dollar AS," kata James dalam sebuah pernyataan.
Faktor lain disampaikan seorang analis Bloomberg, Brendan Fagan. Ia menilai banyaknya aset yang berada di posisi leverage, yang akhirnya dilikuidasi, juga membuat harga Bitcoin turun.
Posisi leverage adalah posisi di mana seorang investor (trader) berinvestasi di cryptocurrency menggunakan dana pinjaman dari bursa kripto. Tujuannya adalah untuk memperbesar nilai transaksi.
Cara ini bisa melipatgandakan potensi keuntungan, tetapi juga meningkatkan risiko kerugian.
Nah, jika harga bergerak berlawanan arah atau turun, bursa dapat menutup paksa posisi leverage yang diambil oleh trader tersebut (likuidasi).
Efek lainnya adalah bisa membuat harga mata uang kripto, dalam hal ini Bitcoin, turun dan sensitif terhadap transaksi-transaksi bernilai kecil.
Pemicu lainnya yang berdampak pada penurunan harga Bitcoin adalah sentimen global terhadap ketidakpastian suku bunga yang ditetapkan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed).
“Ketidakpastian soal arah The Fed membuat investor enggan mengambil risiko. Dampaknya paling terasa di aset berisiko seperti kripto,” ujar seorang analis dari perusahaan aset digital Wintermute.
Prediksi harga BTC ke depan
Di tengah tekanan ini, para analis menyebut bahwa maraknya trader yang membeli "proteksi penurunan harga" (downside protection) menggambarkan bahwa pasar sedang khawatir bahwa harga Bitcoin akan terus turun dalam beberapa hari ke depan.
Dalam kondisi ini, para trader membeli proteksi perlindungan harga Bitcoin di level 85.000 dollar AS, diikuti permintaan tambahan untuk proteksi di kisaran 82.000 dollar AS (sekitar Rp 1,3 miliar).
Masih soal kekhawatiran harga Bitcoin akan terus turun, hal ini juga diamati oleh salah satu platform intelijen pasar, Santiment.
Dari data yang diperoleh, Santiment memantau sebagian pengguna di media sosial khawatir soal harga Bitcoin yang akan menyentuh di kisaran angka 20.000 dollar AS - 70.000 dollar AS (sekitar Rp 334 juta hingga Rp 1,1 miliar).
Meski demikian, sebagian pengguna lainnya masih yakin harga Bitcoin akan kembali melambung tinggi (rebound) ke angka 100.000 dollar AS - 130.000 dollar AS (sekitar Rp 1,67 miliar hingga Rp 2,1 miliar .
Sehingga, perdebatan dan prediksi harga Bitcoin di media sosial bisa dibilang cukup seimbang.
Karena seimbang juga, prediksi harga Bitcoin sulit ditentukan, lantaran harga Bitcoin biasanya berlawanan dengan apa yang diprediksi oleh pasar atau khalayak di media sosial.
Dari sisi ritel, Santiment juga melihat bahwa para investor di industri ini mulai memprediksi harga Bitcoin akan turun ke bawah angka 70.000 dollar AS, dan ini bisa jadi harga terendah untuk Bitcoin dalam waktu dekat.
Sentimen pasar juga ditandai oleh "Crypto Fear & Greed Index" yang turun ke skor 14 atau berada di zona “extreme fear”, mendekati level terendah sejak Februari.
Analis BTC Markets, Rachael Lucas, menilai bahwa indikator teknikal seperti momentum, aliran dana, dan volume perdagangan semuanya menunjukkan pelemahan.
Beragam indikator ini lantas bisa memperburuk kepercayaan pasar terhadap Bitcoin dalam jangka pendek.
Tarik-menarik sentimen pasar
Analis Coin Bureau, Nic Puckrin, menyebut kondisi pasar saat ini sebagai “tarik-menarik antara bull dan bear” atau istilahnya "harga naik atau turun" akibat berita yang saling bertolak belakang.
Di satu sisi, minimnya peluang pemotongan suku bunga oleh The Fed bisa menekan harga Bitcoin.
Namun, di sisi lainnya, sentimen positif dari pasar saham, seperti laporan keuangan Nvidia yang belakangan moncer, membantu menahan penurunan lebih dalam.
"Jika sentimen positif berlanjut hingga akhir pekan, Bitcoin berpeluang naik di angka sekitar 107.500 dollar AS per keping," ungkap Puckrin.
Di tengah volatilitas tinggi ini, beberapa analis juga menilai bahwa ekstremnya ketakutan pasar justru bisa membuka peluang untuk rebound.
Namun arah pergerakan Bitcoin dalam beberapa pekan ke depan sangat bergantung pada kondisi likuiditas, perkembangan regulasi, serta arus investasi institusional.
Dengan berbagai faktor yang saling tarik-menarik, pasar kripto, terutama Bitcoin akan tetap bergejolak dan bisa naik, maupun turun.
Tag: #harga #bitcoin #terus #ambles #faktor #penyebab #prediksinya #menurut #analis