



Riset: Orang Indonesia Ogah Belanja Pakai AI, Lebih Pilih Manusia
Perusahaan teknologi Twilio mengeluarkan riset tentang efek teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) untuk bisnis. Hasilnya, orang Indonesia lebih pilih interaksi dengan manusia ketimbang dengan AI.
Lewat survei bertajuk State of Customer Engagement Report atau SOCER 2025, Twilio menemukan kalau banyak konsumen yang tak puas dengan pengalaman belanja lewat teknologi AI.
Bahkan 87 persen konsumen Indonesia mengaku batal belanja jika pengalaman yang dihadirkan brand tak sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Hal ini mencerminkan keinginan yang kuat dari konsumen untuk mempertahankan kendali atas interaksi mereka dengan brand di era AI," ungkap Regional Vice President, South ASIA & APAC, ISV Sales di Twilio, Irfan Ismail, dikutip dari siaran pers, Kamis (19/6/2025).
Teknologi AI untuk belanja online
Dalam temuan SOCER 2025, bisnis dan brand di Indonesia termasuk yang paling bersemangat di kawasan Asia Tenggara dalam adopsi AI untuk mengelola interaksi dengan pelanggan.
Mereka menggunakan AI untuk berbagai keperluan mulai dari menganalisis data pelanggan guna memahami kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kendala (100 persen bisnis melakukan ini), serta menanggapi pertanyaan atau keluhan pelanggan dengan menggunakan chatbot (94 persen).
Selain itu, AI juga dipakai untuk mengelola risiko keamanan dan mencegah penipuan (100 persen responden), hingga mencatat riwayat interaksi dan perjalanan pelanggan (94 persen) untuk keperluan memberikan rekomendasi produk atau jasa sesuai kebutuhan pelanggan (94 persen).
Bahkan 94 persen bisnis dan brand di Indonesia yang disurvei merasa telah melakukan personalisasi interaksi dengan baik atau sangat baik.
Namun berbeda dari perspektif konsumen, di mana 72 persen responden mengaku puas dengan interaksi AI. Sisanya mengatakan brand seharusnya dapat berbuat lebih baik untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi pelanggan.
Selain itu, hanya 10 persen konsumen Indonesia yang setuju bahwa semua atau hampir semua interaksi mereka dengan brand melibatkan personalisasi. Sementara 39 persen mengatakan kadang-kadang saja hal ini terjadi.
Konsumen tak suka belanja pakai AI
Di Indonesia, saat ini 90 persen brand menggunakan AI untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang sesuai dengan kebutuhan, mulai dari konten dan rekomendasi yang dipersonalisasi, hingga dukungan real-time dan penawaran yang dinamis.
Sebanyak 74 persen brand mengaku dengan strategi ini mereka berhasil menyesuaikan penawaran dengan kebutuhan atau preferensi konsumen, dan 90 persen brand mencatat peningkatan belanja pelanggan berkat penggunaan AI.
Tapi di sisi lain, 55 persen konsumen menyatakan tidak yakin brand menggunakan data pelanggan untuk kepentingan konsumen. Sementara 39 persen lainnya mengaku telah bosan dengan AI.
Personalisasi yang diterapkan dengan benar juga membantu membangun loyalitas pelanggan. Hampir setengah dari konsumen global mengatakan bahwa mereka akan membeli kembali dari brand yang mempersonalisasikan interaksi (45 persen) dan merekomendasikan brand tersebut kepada teman dan keluarga (43 persen).
Perilaku ini terutama menonjol di Filipina, India, Indonesia, dan Meksiko. Di keempat negara ini, lebih dari 50 persen konsumen menunjukkan perilaku loyalitas, dengan persentase terbesar mencapai 65 persen di Filipina dan 59 persen di India.
Hanya saja 93 persen konsumen Indonesia menyatakan lebih mungkin membeli ketika brand menawarkan interaksi yang personal secara real-time. Sayangnya, hanya 44 persen brand yang mengklaim mampu melakukannya.
Di sisi lain hampir 59 persen konsumen di Indonesia mengaku segera mencari alternatif produk atau layanan serupa jika mendapati pengalaman pelanggan yang tidak memuaskan. Sementara lebih dari 40 persen memutuskan membeli produk atau layanan serupa dari brand lain.
Irfan melanjutkan, berbagai temuan ini menunjukkan bahwa meskipun penerimaan AI terus meningkat di seluruh dunia dan di Indonesia, konsumen masih menghargai keterlibatan dan kontrol manusia dalam interaksi mereka dengan brand.
Sebagian besar (88 persen responden) konsumen Indonesia mengatakan interaksi yang didukung AI harus terasa seperti interaksi dengan manusia.
Konsumen juga belum siap untuk sepenuhnya mengandalkan AI, karena 67 persen masih lebih memilih untuk berbicara dengan agen manusia jika AI gagal menyelesaikan suatu masalah secara efektif.
Lebih lanjut transparansi menjadi faktor penting berikutnya. Survei Twilio menemukan bahwa 64 persen konsumen di Indonesia ingin brand memberitahu mereka bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan AI (alih-alih dengan agen manusia).
Selain itu, 86 persen konsumen lebih suka memilih sendiri dengan cara apa mereka ingin berkomunikasi dengan brand, meskipun ada AI yang dapat mengasumsikan preferensi konsumen.
"Hanya brand yang mampu berinvestasi pada alat tepat untuk memberikan personalisasi dalam skala besar sambil menjaga transparansi dan mengutamakan pelanggan yang dapat tampil sebagai pemenang dalam persaingan bisnis,” jelas Irfan.
Survei Twilio bertajuk State of Customer Engagement Report atau SOCER 2025 ini disusun berdasarkan survei global terhadap lebih dari 7.600 konsumen dan lebih dari 600 pimpinan bisnis di 18 negara, termasuk Indonesia.
Tag: #riset #orang #indonesia #ogah #belanja #pakai #lebih #pilih #manusia