Rumah Kebagusan, Saksi Bisu Perjuangan Politik Megawati dan PDI-P
Pramono-Rano disambut antusias warga saat temani Megawati nyoblos di TPS.(KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU)
10:52
23 Januari 2025

Rumah Kebagusan, Saksi Bisu Perjuangan Politik Megawati dan PDI-P

Hari ini, 23 Januari 2025, Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), merayakan ulang tahunnya yang ke-78.

Selama bertahun-tahun, wanita kelahiran Yogyakarta tahun 1947 ini telah mempersembahkan hidupnya untuk berjuang melalui jalur politik.

Salah satu tempat yang memiliki makna mendalam dalam perjalanan politik Megawati adalah rumah pribadinya di Jalan Kebagusan, Jakarta Selatan.

Rumah pribadi Megawati di Kebagusan bukanlah sekadar tempat tinggal, tetapi juga menyimpan jejak sejarah perjuangan politik Megawati dan PDI Perjuangan.

Dalam bukunya yang berjudul “Satyam Eva Jayate: Pada Akhirnya Kebenaran yang Akan Menang”, Megawati menuliskan bagaimana rumah ini menjadi bagian penting dari hidupnya.

Awal Mula Memiliki Rumah di Kebagusan

Cerita tentang rumah Kebagusan dimulai pada suatu hari di tahun 1990-an, ketika Megawati memutuskan untuk menjual mobil keluarga tanpa sepengetahuan suaminya, Taufiq Kiemas.

Hasil penjualan tersebut digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu.

Meskipun awalnya terkejut, Taufiq akhirnya memahami alasan di balik keputusan Megawati.

Ia percaya pada intuisi istrinya yang melihat potensi Kebagusan sebagai tempat tinggal yang ideal.

“Kebagusan merupakan kawasan yang menarik. Lingkungannya masih alami, ijo royo-royo dan harga tanah masih murah,” tulis Megawati, dikutip dari Kompas.com.

Ketika itu, Kebagusan masih memiliki suasana alami dengan akses jalan yang belum beraspal.

Meskipun lingkungan tersebut masih terjaga kealamian dan harga tanah yang terjangkau, Megawati yakin dengan keputusannya, terlebih karena kecintaannya terhadap tanaman.

Rumah yang Menjadi Saksi Perjuangan

Pada akhir 1992, keluarga Megawati dan Taufiq Kiemas resmi pindah dari Cempaka Putih ke rumah barunya di Kebagusan.

Di rumah berhalaman luas itu, Megawati menempa dirinya untuk masa depan.

Jauh dari keramaian kota, ia belajar banyak dari masyarakat di sekitar.

Hidup sederhana dan kesahajaan tetap menjadi ciri khasnya meskipun ia adalah putri proklamator dan seorang tokoh politik yang tengah naik daun.

Seiring perjalanan waktu, rumah Kebagusan tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai pusat aktivitas politik.

Di sinilah Megawati menerima rakyat dari berbagai daerah yang datang untuk berkonsultasi atau melaporkan berbagai persoalan.

“Bahkan sering juga mereka menginap. Rakyat ingin bertemu Megawati untuk melakukan konsultasi atau melaporkan masalah yang mereka hadapi,” tulis Megawati.

Taufiq Kiemas, dengan sikapnya yang low profile, sering menemani dan berbincang santai dengan para tamu Megawati.

Simbol Perjuangan di Tengah Gejolak Politik

Salah satu peristiwa penting yang menjadikan Kebagusan semakin bersejarah adalah Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli).

Setelah kantor PDI di Jalan Diponegoro dikuasai oleh aparat, Megawati menjadikan rumahnya di Kebagusan sebagai pusat kegiatan partai.

Rumah tersebut kemudian menjadi markas untuk perjuangan politik.

Di bawah rindangnya pohon-pohon di halaman, Megawati dan para kader menggelar rapat serta merancang strategi melawan tekanan rezim Orde Baru.

Seiring berjalannya waktu, temu kader yang diadakan di Kebagusan berkembang menjadi tradisi yang dikenal sebagai “Malam Reboan”.

Setiap Selasa malam, kader dari Jakarta hingga daerah berkumpul untuk berdiskusi dan memperkuat konsolidasi partai.

Pada tahun 1999, dari rumah inilah Megawati mendeklarasikan pembentukan PDI-P.

“Pohon dan tanaman menjadi saksi bagaimana demokrasi arus bawah berkonsolidasi melawan tirani,” kata Megawati.

Kembali Menjadi Tempat Kumpul Keluarga

Setelah perjuangan politik Megawati menemukan tempatnya dan PDI-P menjadi salah satu kekuatan politik besar di Indonesia, rumah Kebagusan kembali berfungsi sebagai kediaman keluarga.

Setelah anak-anaknya dewasa dan menikah, Megawati dan Taufiq Kiemas memutuskan untuk pindah ke rumah di Jalan Teuku Umar, Menteng.

Namun, rumah di Kebagusan tetap memiliki makna khusus bagi mereka.

Bagi keluarga besar Megawati, rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol perjuangan melawan ketidakadilan.

Bahkan, sebagian besar keluarga Megawati tetap menggunakan rumah Kebagusan sebagai alamat dalam dokumen kependudukan.

Mereka juga terus mempertahankan tradisi menggunakan hak pilih di Kebagusan pada setiap pelaksanaan Pemilu.

Setiap kali mencoblos, Megawati sering memantau hasil Pemilu dari rumah ini, lengkap dengan jamuan sederhana dan suasana hati yang gembira.

“Menang kalah disikapi dengan jamuan makanan dan hati yang gembira,” tulis Megawati.

Kenangan yang terpatri dalam sejarah rumah Kebagusan adalah representasi bagaimana Megawati menjaga nilai-nilai kesederhanaan dan pengabdian kepada rakyat.

Di tempat ini, ia merawat tanaman, mendengarkan suara rakyat, dan merajut strategi politik yang kelak membawa perubahan besar bagi bangsa.

Bagi Megawati, rumah Kebagusan tidak hanya menjadi saksi perjalanan keluarga, tetapi juga tonggak perjuangan untuk memperjuangkan demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Editor: Tria Sutrisna

Tag:  #rumah #kebagusan #saksi #bisu #perjuangan #politik #megawati

KOMENTAR