Pagar di Pesisir Laut Bekasi, Nelayan Keluhkan Pendapatan Anjlok dan Perahu Rusak
Penampakan pagar di pesisir laut Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (15/1/2025). Nelayan keluhkan pendapatan anjlok dan perahu rusak buntut pagar yang dibangun di Pesisir Laut Bekasi, Jawa Barat.  (Ibriza/Tribunnews) 
09:43
16 Januari 2025

Pagar di Pesisir Laut Bekasi, Nelayan Keluhkan Pendapatan Anjlok dan Perahu Rusak

Pagar di pesisir Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat tengah menjadi perbincangan publik.

Pasalnya, keberadaan pagar misterius sepanjang lima hingga delapan kilometer di lokasi tersebut banyak dikeluhkan masyarakat sekitar yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan.

Pantaun Tribunnews.com, pada Rabu (15/1/2025), pagar-pagar yang terbuat dari ratusan lebih bambu berukuran sedang tersebut berada sekira satu hingga tiga kilometer dari pesisir Desa Segara Jaya.

Sebagian pagar ada yang dipasang satu baris panjang. Sedangkan pagar lainnya dipasang dua baris berjajar dan di atasnya menopang gundukan tanah.

Barisan pagar-pagar di tengah laut itu diduga dipasang sebagai patok area tertentu. 

Hal itu dikarenakan kebanyakan pagar dibentuk melingkar dan jumlahnya lebih dari satu lingkaran.

Beberapa pagar tampak terendam air laut dan sebagian lainnya ada yang sudah rusak. 

Sebab, sejumlah bilah bambu terlihat mengapung cukup jauh dari barisan-barisan bambu yang membentuk pagar.

Oglek (45), warga setempat yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan mengaku kerap mengalami kerusakan perahu.

Ia mencari ikan dengan menumpangi perahunya yang berukuran kecil atau biasa disebut sampan.

Menurutnya, sejumlah bilah bambu yang rusak kerap menutupi jalur yang sedianya bisa dilalui perahu.

Oglek mengungkapkan, baling-baling mesin perahunya beberapa kali rusak akibat tidak sengaja menabrak bilah bambu yang terlepas dari pagar.

"Ada mungkin 10 kali ganti baling-baling. Bambu-bambu itu kan banyak yang di tengah jalur (perahu). Jadi kalau tertabrak, besi baling-balingnya tepo," ungkap Oglek, kepada Tribunnews, Selasa.

Oglek mengatakan, pagar bambu di tengah laut tersebut sudah ada sejak satu tahun lalu.

Menurutnya, keberadaan pagar-pagar tersebut membuat pendapatannya menurun. Hal itu dikarenakan pagar tersebut menghalangi ikan-ikan masuk ke pesisir laut.

Sebelum ada pagar di tengah laut itu, pendapatan Oglek bisa mencapai Rp200-Rp300 ribu per hari. Namun, saat ini ia hanya bisa membawa pulang Rp100 ribu.

Di sisi lain, pengeluarannya bertambah lantaran mesin perahu miliknya membutuhkan bahan bakar lebih banyak dari sebelumnya.

Kata Oglek, pagar-pagar di tengah laut itu memaksa perahu milik para nelayan untuk bergerak lebih jauh agar bisa keluar-masuk kawasan pesisir.

"Mesin perahu saya kan perahu kecil, jadi pakai bensin. Bensin aja sekarang naik, biasanya seliter, dua liter cukup, sekarang kurang," jelasnya.

Hal senada disampaikan nelayan lainnya, Markum (45). Baling-baling kapalnya berkali-kali rusak akibat secara tidak sengaja menabrak bilah bambu yang mengapung di jalur yang kerap dilalui perahu.

Markum mengatakan, pagar-pagar itu memang dibuat sebagai patok lahan milik sebuah perusahaan swasta yang tengah menjalankan proyek reklamasi di kawasan pesisir Desa Segara Jaya.

Menurutnya, sejak sekitar enam bulan yang lalu, banyak truk-truk yang membawa material untuk proyek reklamasi tersebut. 

Ia mengeluhkan, lingkungan di sekitar Desa Segara Jaya menjadi gersang dan berdebu akibat aktivitas proyek reklamasi itu.

"Enggak ada dari pihak sana (perusahaan swasta) mengajak warga komunikasi terlebih dahulu. Jalanan ini jadi berdebu, enggak ada penyiraman (jalan) atau apa, untuk membuat jalanan enggak berdebu," ungkap Markum, saat ditemui.

Kemudian, kata Markum, kawasan pesisir Kabupaten Bekasi tersebut sebelumnya berlimpah ikan, udang, dan kepiting. 

Namun, karena kini pagar-pagar di tengah laut tersebut membatasi pergerakan ikan, sehingga tidak bisa masuk ke kawasan pesisir Desa Segara Jaya.

Bahkan, menurutnya, karena berlimpahnya sumber daya laut di kawasan tersebut. Para nelayan bisa menangkap ikan, udang, dan kepiting hanya dengan tangan kosong.

"Kita yang namanya nelayan hidup dari melaut. Kalau lautnya dibatas-batasi begini, mending kita pindah. Tapi enggak ada kompensasi yang diterima warga di sini," tutur Markum.

Lebih lanjut, berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnews.com, banyak nelayan yang tidak setuju dengan adanya reklamasi tersebut lantaran mengganggu aktivitas mereka dalam menangkap ikan.

Namun, terdapat 11 orang pimpinan organisasi serikat nelayan di Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, yang disebut masing-masing menerima uang senilai Rp10 juta dari pihak perusahaan swasta.

Pemberian uang itu diduga dilakukan agar para pimpinan organisasi serikat nelayan tersebut ikut memuluskan jalannya proyek reklamasi yang sedang berjalan.

 

Pagar di Laut Bekasi Milik Beberapa Pihak dan Bersertifikat

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat mengatakan, di pesisir laut Kabupaten Bekasi tengah dilakukan pembangunan alur pelabuhan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat Hermansyah menjelaskan, pembangunan pagar laut itu merupakan hasil kerja sama Pemprov Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) pada Juni 2023. 

Katanya, secara keseluruhan PT TRPN memilik lebih dari 100 hektare lahan di pesisir Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang statusnya sertifikat hak milik (SHM).

Selain itu, di pesisir Desa Segara Jaya, terdapat lahan milik pemerintah yang berhimpitan dengan sebagian lahan milik PT TRPN.

Pantauan Tribunnews.com, Rabu (115/1/2025), sebagian lahan milik PT TRPN tersebut merupakan kawasan yang sedang dilakukan proyek reklamasi.

Adapun luas lahan tersebut sekira dua lapangan sepak bola, yang saat ini telah berbentuk daratan tanah tanpa bangunan.

Saat ini, di atas daratan hasil reklamasi tersebut telah dipasang banner berukuran besar berisi keterangan penyegelan proyek reklamasi oleh Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP) RI.

Banner tersebut berwarna merah dan bertuliskan "Penghentian Kegiatan Reklamasi Tanpa PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut)".

"Ini yang bikin kerja sama kita itu sebetulnya untuk sewa lahan, yang dibayar oleh mereka Rp2,6 miliar seluas 5.700 meter persegi, untuk lima tahun," ungkap Hermansyah, di Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Rabu (15/1/2025).

Foto udara lokasi Pagar Laut membentang luas hingga 2 kilometer di di kawasan Pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025). Nelayan setempat pemasangan pagar laut yang membentang sepanjang 2 km itu mengganggu lalu lintas kapal kecil dan berpotensi merusak ekosistem laut karena adanya pengerukan tanah. Sementara itu Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut di perairan Bekasi dikarenakan tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA Foto udara lokasi Pagar Laut membentang luas hingga 2 kilometer di di kawasan Pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025). Nelayan setempat pemasangan pagar laut yang membentang sepanjang 2 km itu mengganggu lalu lintas kapal kecil dan berpotensi merusak ekosistem laut karena adanya pengerukan tanah. Sementara itu Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut di perairan Bekasi dikarenakan tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA (Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

Ia mengatakan, lahan milik pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pelabuhan tersebut disewa oleh PT TRPN lantaran perusahaan swasta tersebut tidak memiliki akses jalan untuk menuju ke lahan mereka.

Menurut Hermansyah, dari perjanjian kerja sama sewa lahan antara pemerintah dengan PT TRPN tersebut, nantinya pihak PT TRPN akan sekaligus membangun sejumlah sarana penunjang pelabuhan.

Sarana tersebut di antaranya, fasilitas pokok berupa alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar. 

Kemudian, fasilitas penunjang yang mencakup perkantoran, fasilitas umum, kamar mandi, dan masjid.

Selanjutnya, fasilitas fungsional yang meliputi tempat pelelangan ikan, pasar ikan, pengolahan ikan, dan bongkar docking kapal.

"Nanti kantor kita (DKP) juga dibangunkan oleh mereka (PT TRPN)," jelas Hermansyah.

Foto udara lokasi Pagar Laut membentang luas hingga 2 kilometer di di kawasan Pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025). Nelayan setempat pemasangan pagar laut yang membentang sepanjang 2 km itu mengganggu lalu lintas kapal kecil dan berpotensi merusak ekosistem laut karena adanya pengerukan tanah. Sementara itu Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut di perairan Bekasi dikarenakan tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA Foto udara lokasi Pagar Laut membentang luas hingga 2 kilometer di di kawasan Pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025). Nelayan setempat pemasangan pagar laut yang membentang sepanjang 2 km itu mengganggu lalu lintas kapal kecil dan berpotensi merusak ekosistem laut karena adanya pengerukan tanah. Sementara itu Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut di perairan Bekasi dikarenakan tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA (Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

Lebih lanjut, kata Hermansyah, DKP Provinsi Jawa Barat tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembongkaran pagar-pagar di tengah laut tersebut lantaran PT TRPN memiliki sertifikat kepemilikan lahan yang jelas.

Namun, di sisi lain, menurutnya, untuk melakukan pemanfaatan di kawasan laut, salah satunya dengan membuat pagar di laut itu, PT TRPN harus mengurus terlebih dahulu Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

"Kaitannya mungkin PKKPRL-nya. Kalau memang itu sesuai tempat di sini, itu bisa lanjut mereka. Dan tentu juga kalau pun tidak, kan ada sanksi," jelasnya.

Adapun PKKPRL dikeluarkan oleh Dirjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PRL) KKP setelah dilakukan pengkajian kawasan laut yang dinyatakan layak untuk dimanfaatkan.

Sementara itu, kata Hermansyah, selain PT TRPN, terdapat perusahaan lain yang memiliki lahan di kawasan pesisir Desa Segara Jaya, yakni PT Mega Agung Nusantara (MAN), dengan luas lahan sekitar 200 hektare. (Tim liputan khusus Tribunnews)

Editor: Theresia Felisiani

Tag:  #pagar #pesisir #laut #bekasi #nelayan #keluhkan #pendapatan #anjlok #perahu #rusak

KOMENTAR