Pagar Laut Tanpa Izin di Tangerang Ganggu Nelayan, Ini Kata Menteri Kelautan
Pagar laut yang tak memiliki izin ini membentang sepanjang 30 kilometer di enam kecamatan.
"Nelayan yang terdampak itu ada 3.888," kata Trenggono dalam Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (10/1/2025).
Penemuan dan Penyegelan Pagar Laut
Pagar laut tersebut pertama kali ditemukan pada 14 Agustus 2024 dan telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 9 Januari 2025.
Pembangunan pagar ini tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), yang diwajibkan oleh Undang-Undang Cipta Kerja.
KKP kini sedang mendalami kasus ini untuk mengetahui siapa pemilik dan pemasang pagar tersebut.
"Karena jika ada, izinnya dipasang di situ bahwa dia mendapatkan izin KKPRL. (karena tidak ada izin) langsung dilakukan penyegelan," tegasnya.
"Selanjutnya tentu kita akan melakukan penelusuran, siapa yang memasang, pemiliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya," imbuhnya.
Tindakan Pembongkaran
Pihak KKP memberikan waktu 20 hari kepada pemilik pagar untuk melakukan pembongkaran secara mandiri.
Jika tidak ada tindakan, KKP akan melakukan pembongkaran paksa.
"Kami beri waktu 20 hari untuk melakukan pembongkaran secara mandiri," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono atau Ipunk, dalam keterangan resmi, Kamis, dilansir Kompas.com.
"Kalau tidak dibongkar, kami dari KKP yang akan melakukan pembongkaran," ucap dia.
Dampak bagi Nelayan
Heru, seorang nelayan setempat, mengungkapkan bahwa keberadaan pagar tersebut sangat mengganggu aktivitas menangkap ikan.
Nelayan yang menggunakan kapal kecil, kata Heru, pasti mencari ikan di sekitar tempat pagar itu dipasang.
Karena hanya kapal-kapal besar yang mampu mencari ikan hingga ke tengah laut yang lebih jauh.
Heru juga menjelaskan bahwa area di mana pagar dibangun merupakan spot terbaik untuk menangkap berbagai jenis ikan, seperti ikan kakap dan ikan barakuda.
Namun, karena keberadaan pagar tersebut, aktivitas mencari ikan yang dilakukan para nelayan menjadi terganggu.
"Beberapa alat pancing saya, khusus untuk ikan, ada yang enggak bisa terpakai karena pasti nyangkut di bambu-bambu itu karena terbawa ombak," ungkap Heru, saat ditemui Tribun.
Awal Mula Pembangunan
Heru menyadari pembangunan pagar tersebut sekitar dua hingga tiga bulan lalu, saat melihat lima truk besar membawa bambu ke pesisir Pulau Cangkir.
Selain itu, ada juga beberapa pekerja yang bertugas menurunkan bambu-bambu tersebut dari truk-truk.
Kemudian, membawanya ke tengah laut menggunakan perahu hingga memasangnya membentuk pagar.
"Saya sempat tanya ke pekerja-pekerja itu, 'ini untuk apa?'. Kata mereka untuk buat pagar di tengah laut," jelasnya.
Heru pun merasa aneh karena kawasan tersebut merupakan milik rakyat.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
Tag: #pagar #laut #tanpa #izin #tangerang #ganggu #nelayan #kata #menteri #kelautan