Nelayan Ceritakan Dampak Pemasangan Pagar Laut: Pemasukan Turun, Harus Isi Solar Lebih Banyak
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis, 9 Januari 2025. 
09:35
10 Januari 2025

Nelayan Ceritakan Dampak Pemasangan Pagar Laut: Pemasukan Turun, Harus Isi Solar Lebih Banyak

- Seorang nelayan bernama Trisno (45) menceritakan dampak pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

Dilansir Tribun Tangerang, dengan adanya pagar laut itu, Trisno mengaku harus memutar jauh untuk bisa mencari ikan.

Bukan hanya itu, kehadiran pagar tersebut, juga membuat dirinya bersama nelayan lain di Kampung Bahari Karang Serang pun sudah tidak mendapatkan ikan kecil.

"Jadi saat angin kencang kita takut ke tengah laut karena ombak besar, jadi kita nyarinya ke pinggiran dulu," ujar Trisno kepada wartawan, Kamis (9/1/2025). 

"Tapi sekarang enggak bisa karena ada pagar itu. Lewatnya saja susah, jadi kita untuk menebar jaring enggak bisa."

"Di pinggir itu kita bisa dapat udang, kerang, dan rajungan (kepiting). Nah di pinggiran itu banyak, kalau kita nebar jaring di sana kan nyangkut sama bambu itu," imbuhnya.

Selain kesulitan untuk sampai ke tengah laut, Trisno juga menyatakan, ia harus menyiapkan bahan bakar lebih supaya bisa melewati pagar tersebut.

"Pemasukan turun lah, turun jauh. Isi solar juga sekarang harus lebih, contohnya jika biasa isi 5 liter, sekarang harus lebihin 2 liter, jadi 7 liter sekali berangkat," bebernya.

Pria asal Brebes, Jawa Tengah ini pun berharap pagar bambu itu bisa dicabut supaya nelayan bisa mencari ikan sebagai mata pencahariannya.

Pasalya, di lokasi pagar itu banyak sekali ikan yang bisa didapatkan sebagai sumber pemasukan.

"Kita enggak tahu pemerintah mau bikin apa itu (pagar laut). Harapannya enggak ada kayak gituan lagi (pagar laut), biar kita cari makannya seperti biasa lagi." 

"Tapi kalau pemerintah mau bikin apa, ya bagaimana terserah saja. Orang kecil seperti kita enggak bisa apa-apa," ujar Trisno.

Pagar Laut Disegel

Sementara itu, kini pagar laut misterius itu telah disegel oleh Direktorat Jenderal Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Staf Khusus Menteri KP Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin, mengatakan penyegelan ini merupakan arahan langsung dari Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono.

"Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono sudah memerintahkan Ditjen PSDKP untuk mengambil tindakan, di antaranya melakukan penyegelan dan investigasi mendalam,” kata Doni dalam keterangan tertulis, Kamis.

Pembangunan pagar laut misterius ini, tak mengantongi izin alias ilegal. Keberadaannya pun telah mengganggu aktivitas nelayan tradisional.

Selain itu, hal ini memunculkan spekulasi terkait adanya proyek besar seperti reklamasi atau pembangunan kawasan tertentu di daerah tersebut.

Awalnya keberadaan pagar laut itu, diketahui dari laporan warga yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada Agustus 2024.

Menurut Doni, pemagaran ruang laut merupakan tindakan melanggar aturan, terlebih dilakukan tanpa izin.

Pemagaran ruang laut merupakan pelanggaran karena mengganggu akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan terjadinya perubahan fungsi ruang laut.

Menurut Doni, larangan pemagaran laut ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga di level internasional.

"Tidak sesuai dengan praktek United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS 1982, yaitu perjanjian internasional yang mengatur hukum laut,” ujarnya.

Pengumpulan Keterangan sejak September 2024

Pada September 2024, KKP telah melaksanakan pengumpulan bahan dan keterangan terkait aduan masyarakat atas pemagaran di perairan Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.

Pada 7 Januari 2025, KKP menggelar diskusi publik yang dihadiri 16 Kepala Desa yang terkait dengan isu pemagaran laut.

Dalam diskusi itu, turut dihadiri perwakilan pemda Tangerang, Ombudsman, ahli pengelolaan pesisir dan analis pertanahan, hingga asosiasi nelayan.

“Diskusi ini menjadi langkah kolaboratif KKP bersama semua pihak untuk secepatnya menyelesaikan persoalan pemagaran laut di Tangerang, yang memang diindikasi melanggar peraturan,” ucap Doni.

Menurut Doni, berdasarkan hasil analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir, area sepanjang 30 kilometer yang dipagar tersebut tidak pernah berbentuk daratan dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.

Oleh sebab itu, pemanfaatan area tersebut harus sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

"Di antaranya harus memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tutur Doni.

Ia juga menegaskan, Menteri Sakti Wahyu Trenggono berkomitmen menjadikan ekologi sebagai panglima dalam tata kelola sektor kelautan dan perikanan.

Maka kegiatan-kegiatan yang diindikasi ilegal, merugikan masyarakat, serta mengancam keberlanjutan ekosistem, mendapat perhatian penuh dari Menteri KP.

Ia pun mengharapkan dukungan dan sinergi yang kuat bersama pemerintah daerah, kepala desa, hingga masyarakat di sekitar lokasi pemagaran.

Pemda, kepala desa, dan masyarakat sekitar diharapkan mendukung ikut membantu mengusut kasus ini sampai tuntas, termasuk mengungkap siapa dalang di balik pemagaran laut di perairan Tangerang.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunTangerang.com dengan judul: Trisno Sempat Saksikan Pemasangan Pagar Laut di Pesisir Tangerang: Pengerjannya Pagi sampai Siang.

(Tribunnews.com/Deni/Endrapta)(TribunTangerang.com/Nurmahadi)

Editor: Suci BangunDS

Tag:  #nelayan #ceritakan #dampak #pemasangan #pagar #laut #pemasukan #turun #harus #solar #lebih #banyak

KOMENTAR