DPR Bakal Batasi Capres Cawapres di Pemilu 2029 Usai MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden
Sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 
16:50
5 Januari 2025

DPR Bakal Batasi Capres Cawapres di Pemilu 2029 Usai MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

- Komisi II DPR RI siap melakukan rekayasa konstitusi dalam revisi UU Pemilu guna membatasi jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di pilpres 2029 mendatang. Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen.

"Komisi II dan pemerintah tentu akan mengikuti 5 pedoman yang sudah disampaikan MK untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong, kepada wartawan Minggu (5/1/2025).

Sehingga, kata Bahtra, putusan MK ini tidak langsung dipersepsikan seolah semua partai politik akan secara otomatis mencalonkan capres dan cawapresnya. Sebab, lanjutnya, unsur keadilan bagi partai juga penting dipertimbangkan.

"Misalnya partai yang sudah lolos verifikasi dan sudah pernah ikut pemilu masa mau disamakan dengan partai yang baru mendaftar dan baru ikut pemilu. Nah ini perlu kajian mendalam dari berbagai pihak," ucapnya.

Bahtra Banong mengatakan Komisi II DPR RI menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK No 62/PUU-XXII/2024 yang diputus pada Kamis (2/1/2025) lalu.

Ia mengatakan Komisi II DPR akan membahas putusan MK itu usai masa reses berakhir.

"Tapi pada intinya sesuai usulan Komisi II ke Baleg dan Pimpinan DPR, agar merevisi UU paket politik dalam bentuk omnibus law politik. Artinya ini satu derap langkah kedepan dalam rangka memperbaiki sistem pemilu kita secara keseluruhan," tandasnya.

Sebagaimana diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

Editor: willy Widianto

Tag:  #bakal #batasi #capres #cawapres #pemilu #2029 #usai #hapus #ambang #batas #pencalonan #presiden

KOMENTAR