Harvey Moeis Divonis Ringan di Kasus Korupsi Timah, KY Dalami Dugaan Pelanggaran Etik Hakim
Menko Polkam Budi Gunawan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (31/12/2024) malam.  | Menko Polkam Budi Gunawan mengomentari soal vonis ringan yang diberikan pada para terdakwa kasus korupsi tata niaga timah, salah satunya Harvey Moeis. 
14:10
2 Januari 2025

Harvey Moeis Divonis Ringan di Kasus Korupsi Timah, KY Dalami Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

- Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, buka suara terkait vonis ringan yang diberikan pada para terdakwa kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.

Salah satu terdakwa yang mendapat vonis ringan adalah Harvey Moeis yang diputus majelis hakim mendapat hukuman penjara 6,5 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Budi mengatakan pemerintah dan Presiden Prabowo Subianto telah menerima masukan-masukan dari masyarakat terkait kasus korupsi timah ini.

Budi juga menyebut Presiden Prabowo telah memerintahkan Jaksa Agung untuk mengajukan banding atas vonis hakim tersebut.

"Terkait dengan hukuman atau vonis yang dirasakan kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat, pemerintah dalam hal ini Bapak Presiden sangat mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat."

"Di mana vonis yang diberikan ini kurang adil, kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Sehingga Presiden sudah memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan upaya banding terhadap putusan vonis tersebut," kata Budi, dilansir Kompas TV, Kamis (2/1/2025).

Lebih lanjut, Budi juga mengungkap bahwa saat ini Komisi Yudisial (KY) pun telah bergerak melakukan pendalaman kasus korupsi timah ini.

Terutama pendalaman dalam hal dugaan pelanggaran etik yang dilakukan para hakim yang menangani kasus korupsi timah.

"Sementara itu Komisi Yudisial juga sedang melakukan pendalaman terkait dengan kemungkinan pelanggaran kode etik."

"Atau pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan, dalam hal ini para hakim," jelas Budi.

Penjelasan Kejagung soal Vonis Ringan Harvey Moeis

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, Harli Siregar, menilai vonis rendah yang dijatuhkan terhadap Harvey Moeis di sidang kasus korupsi timah tak terlepas dari subjektifitas Majelis Hakim.

Pasalnya ,menurut Harli, jika berkaca dari pengajuan alat bukti yang sudah dibeberkan oleh Jaksa Penuntut Umum di sidang dianggapnya sudah sangat berkaitan dengan peran yang dilakukan Harvey Moeis dalam kasus tersebut.

Kemudian atas dasar itu, lanjut Harli, dalam sidang tuntutan yang lalu, Jaksa memutuskan untuk menjatuhi hukuman 12 tahun terhadap suami dari artis Sandra Dewi tersebut.

"Hanya saja bahwa pertimbangannya mengatakan tuntutan itu terlalu tinggi, jadi ada subjektivitas disitu. Kalau dari sisi substansi tidak masalah," kata Harli dalam jumpa pers di Gedung Puspenkum Kejagung RI, Selasa (31/12/2024).

Kemudian di lain sisi, Harli juga menyinggung soal adanya wewenang dari pihak lain terkait vonis rendah terhadap Harvey Moeis, termasuk wewenang dimiliki pengadilan.

Sebab, dalam sistem peradilan terpadu di tanah air ucap Harli memiliki berbagai kompartemen meliputi kamar penyidikan, kamar penuntut umum, kamar pengadilan, dan kamar pemasyarakatan.

Alhasil, ia pun menghimbau agar publik turut mempertanyakan soal vonis yang dijatuhkan terhadap Harvey Moeis oleh pihak yang berwenang memutuskan.

"Jadi, saya kira pertanyaan-pertanyaan ini juga harus disampaikan kepada kompartemen yang lain, supaya kalau pun kita berada di kamar-kamar tapi kalau kamar-kamar itu berkolaborasi dan bersinergi saya kira apa yang menjadi komitmen bersama bisa tercapai," pungkasnya.

Hakim Anggap Tuntutan 12 Tahun Harvey Moeis Terlalu Berat

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024), Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menyatakan tuntutan 12 tahun yang dijatuhkan Jaksa terhadap Harvey dianggap terlalu berat jika melihat peran yang dilakukan suami Sandra Dewi itu kasus korupsi timah.

"Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Harvey Moeis, Majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat," ucap Hakim di ruang sidang.

Salah satu pertimbangannya, Eko menganggap Harvey selama di persidangan beralasan hanya membantu Suparta selaku Direktur PT Refined Bangka Tin dalam kerja sama dengan PT Timah Tbk.

"Karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan," kata Hakim.

Selain itu, Hakim juga mempertimbangkan posisi Harvey Moeis di PT RBT yang tidak tergabung dalam kepengurusan di perusahaan.

Sehingga kata Eko, Harvey bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT serta terdakwa dinilai tidak mengetahui administrasi dari keuangan di kedua perusahaan tersebut.

"Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT timah TBK dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT timah TBK," jelasnya.

Alhasil Hakim pun berpandangan hukuman pidana yang sebelumnya dijatuhkan oleh Jaksa dalam tuntutannya haruslah dikurangi.

Pengurangan hukuman itu bahkan bukan berlaku hanya untuk Harvey, kata Hakim hal itu juga berlaku untuk dua terdakwa lain yakni Suparta dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.

Pasalnya, menurut dia, dalam fakta persidangan diketahui bahwa PT RBT bukan merupakan penambang ilegal yang beroperasi di wilayah IUP PT Timah.

Perusahaan smelter swasta itu dianggap Hakim memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sendiri dalam menjalankan bisnis timahnya.

"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap 3 terdakwa Harvey Moeis, Suparta, Reza terlalu tinggi dan harus dikurangi," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Fahmi Ramadhan)

Baca berita lainnya terkait Korupsi di PT Timah.

Editor: Pravitri Retno W

Tag:  #harvey #moeis #divonis #ringan #kasus #korupsi #timah #dalami #dugaan #pelanggaran #etik #hakim

KOMENTAR