KPK Diminta Reformasi Total dan Perketat Seleksi Pegawai Cegah Pungli di Rutan
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diimbau melakukan reformasi total dan memperketat standar penerimaan pegawai guna mencegah aksi pungutan liar (pungli) seperti terjadi di rumah tahanan negara (Rutan) lembaga itu terulang.
"Selain melakukan reformasi total pengawasan di internal lembaga, KPK juga harus memastikan rekrutmen pegawai mengedepankan nilai integritas," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan pers, seperti dikutip pada Minggu (14/1/2024).
Kurnia berharap KPK segera berbenah di kalangan internal dan mengawasi dengan ketat proses seleksi pegawai guna menutup celah praktik korup di lembaga penegak hukum itu.
"Jangan sampai orang-orang yang masuk dan bekerja justru memanfaatkan kewenangan untuk meraup keuntungan secara melawan hukum, seperti yang saat ini tampak jelas dalam peristiwa pungli di rutan KPK," ujar Kurnia.
Selain itu, Kurnia menilai praktik pungli itu terjadi disebabkan oleh faktor ketiadaan keteladanan di KPK, akibat pimpinannya terlibat skandal seperti eks Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
"Dari 5 orang Pimpinan KPK periode 2019-2024 saja, dua di antaranya sudah terbukti melanggar kode etik berat, bahkan Firli (Bahuri) saat ini sedang menjalani proses hukum karena diduga melakukan perbuatan korupsi," ujar Kurnia.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan akan menyidangkan 93 pegawai lembaga antirasuah yang diduga melakukan pelanggaran etik menyangkut pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, sidang etik itu rencananya akan digelar pada bulan Januari.
"93 orang yang akan naik sidang etik," kata Albertina saat ditemui awak media di Gedung Anti Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).
Dewas KPK menemukan dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.
Menurut Albertina, jumlah uang dari hasil pungli itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 4 miliar.
Meski demikian, kata Albertina, persoalan nilai pungli itu merupakan persoalan pidana. Sementara, Dewas hanya mengusut dugaan pelanggaran etik pegawai KPK.
"Kita di etik ada nilai-nilanya juga tapi kan kita terlalu mendalami masalah nilai ya," tutur mantan hakim tersebut.
Sedangkan menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pungli itu diduga sudah dimulai sejak 2018.
Pungli itu terjadi diduga terkait permintaan dari keluarga tahanan buat menyelundupkan uang dan alat komunikasi dan makanan kepada tersangka yang tengah ditahan, serta buat menyuap supaya para tahanan tidak dikenakan tugas piket membersihkan kamar mandi.
Ghufron mengatakan, kesulitan yang dihadapi dalam proses penyelidikan adalah sejumlah orang yang diduga terlibat dalam praktik pungli itu ada yang sudah tidak bekerja di KPK.
Dia mengatakan, lambannya proses penyelidikan akibat mereka ingin mengusut perkara suap itu dengan lengkap dan adil sesuai peran masing-masing tersangka.
Tag: #diminta #reformasi #total #perketat #seleksi #pegawai #cegah #pungli #rutan