Pascabanjir di Sumatera: Kebutuhan Dasar dan Trauma Korban Jadi Tantangan Baru Negara
Foto udara sejumlah warga melintasi jembatan Aek Garoga 2 di Desa Aek Garoga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (11/12/2025). KLH memeriksa delapan perusahaan di DAS Batang Toru yang diduga melanggar aturan lingkungan dan memperparah banjir bandang Sumatera Utara.(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
12:54
16 Desember 2025

Pascabanjir di Sumatera: Kebutuhan Dasar dan Trauma Korban Jadi Tantangan Baru Negara

 Lebih dari sepekan pascabanjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, fase tanggap darurat masih menyisakan pekerjaan besar.

Di tengah upaya pemulihan infrastruktur, ribuan warga terdampak masih bergantung pada bantuan untuk memenuhi kebutuhan paling dasar: pangan, air bersih, dan hunian sementara.

Banjir yang merendam permukiman dan merusak infrastruktur dasar membuat sebagian wilayah terisolasi. Akses jalan yang terputus memperlambat distribusi bantuan, sementara kondisi pengungsian yang padat meningkatkan risiko masalah kesehatan dan sosial.

Ketersediaan pangan dan air bersih menjadi kebutuhan paling mendesak di lokasi terdampak. 

Air bersih juga menjadi isu krusial, terutama di lokasi pengungsian dengan sarana sanitasi terbatas. 

Persoalan hunian sementara belum sepenuhnya teratasi. Banyak warga masih mengungsi karena rumah mereka rusak berat atau masih tergenang air. 

Namun selain itu, ada kebutuhan psikososial yang juga tak kalah penting untuk dipenuhi. 

Skala prioritas pada fase darurat

Sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, menegaskan bahwa pada fase tanggap darurat, kebutuhan korban bencana harus dipenuhi berdasarkan skala prioritas.

Menurut Ida, pemenuhan kebutuhan dasar, mulai dari pangan, hunian sementara, hingga pakaian layak, harus menjadi prioritas utama. Khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan, lanjut usia, anak-anak, dan balita.

“Dalam situasi darurat, mekanisme penyaluran bantuan harus berbasis pada skala prioritas agar kelompok paling terdampak dapat segera tertangani secara optimal,” ujar Ida kepada Kompas.com, Senin (15/12/2025).

Dia juga mengingatkan, korban bencana umumnya berada dalam kondisi rentan secara fisik maupun mental. Kehilangan tempat tinggal, anggota keluarga, hingga terputusnya kehidupan komunitas membuat para korban membutuhkan perlindungan dan rasa aman sejak hari-hari awal pascabencana.

Penanganan dengan menggunakan skala prioritas yang tepat, membantu korban mendapatkan rasa aman itu. Prinsip prioritas ini tidak boleh diabaikan meski jumlah warga terdampak sangat besar.

Trauma dan runtuhnya komunitas sosial

Selain kebutuhan fisik, Ida menilai trauma mendalam menjadi dampak paling kuat yang dirasakan korban pascabencana. Trauma tersebut terutama dialami oleh mereka yang kehilangan anggota keluarga, kerabat, maupun lingkungan tempat tinggal.

“Pada saat tahap tanggap darurat pasca bencana, maka dampak yang dirasakan lebih bersifat psiko-sosial, utamanya trauma, apalagi kehilangan orang-orang tercinta,” ujar Ida.

Ia menambahkan, dalam sejumlah kasus bencana besar, hilangnya sebagian desa atau wilayah permukiman turut menyebabkan runtuhnya komunitas sosial yang telah lama terbentuk.

“Pada kasus hilangnya sebagian desa atau wilayah tinggal, maka mereka pun kehilangan sebagian komunitas yang selama ini hidup berdampingan,” ungkap dia.

Kondisi ini memicu pengungsian massal, bahkan mendorong sebagian warga bermigrasi ke wilayah lain demi bertahan hidup.

“Dalam konteks ini dampak sosial yang juga nyata adalah adanya pengungsi, bahkan ada yang bermigrasi ke wilayah lain demi survival meski perjalanan butuh puluhan km berjalan kaki,” ujarnya.

Distribusi logistik dan peran BNPB

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus mengupayakan distribusi logistik ke wilayah terdampak.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, dalam sepekan terakhir logistik yang masuk melalui Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh mencapai 434 ton, dengan 389 ton di antaranya telah disalurkan.

Saat ini masih tersedia buffer stock sekitar 167 ton, yang merupakan akumulasi dari minggu sebelumnya.

“Distribusi logistik bisa dilakukan melalui 18 sorti udara dan enam sorti darat, dengan total penyaluran mencapai 47,2 ton,” ungkap Abdul Muhari.

Untuk mempercepat bantuan ke wilayah dengan akses darat terbatas, BNPB memfokuskan pengiriman udara ke Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

“Ini yang masih terus kita dorong supaya logistik di tiga kabupaten ini yang masih cukup sulit akses daratnya bisa benar-benar tersampaikan,” lanjut dia.

Di Sumatera Utara, BNPB mengoperasikan dua posko logistik utama di Silangit dan Kuala Namu. Selama periode 7–13 Desember, Posko Silangit menerima 77 ton logistik dan telah mendistribusikan 76 ton, dengan tambahan buffer stock 18,2 ton dari minggu sebelumnya.

“Logistik yang terdistribusi itu 3 sorti dengan tonase sekitar 1,2 ton, ini menjangkau titik-titik kantong-kantong pengungsi khusus di Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara,” ungkap Abdul Muhari.

Sementara itu, kondisi layanan air bersih di wilayah terdampak Sumatera Utara juga menunjukkan perbaikan signifikan.

Jika pada awal Desember sejumlah daerah masih berada di bawah 50 persen, kini secara umum layanan air bersih telah pulih, kecuali di beberapa desa yang masih terisolasi.

“Pemulihan terus kami dorong agar kebutuhan dasar masyarakat dapat segera terpenuhi,” ujar Abdul.

Di Sumatera Barat, stok logistik terpusat di Bandara Internasional Minangkabau. Dalam satu minggu terakhir, bantuan yang masuk mencapai 198,4 ton dan hampir seluruhnya telah disalurkan. Buffer stock tercatat sekitar 74,5 ton.

“Berbeda dengan dua provinsi lainnya, untuk Sumatera Barat ini akses darat relatif sudah pulih kecuali tadi di Kabupaten Agam itu,” tambahnya.

Pemerintah dan kolaborasi lintas sektor

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa pemerintah masih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terdampak banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

“Hari-hari ini pemerintah sedang berusaha untuk memulihkan aliran listrik, menyediakan sarana air bersih, mencukupi BBM dan tentu semuanya itu dimaksudkan untuk memperlancar berbagai kebutuhan-kebutuhan warga,” kata Gus Ipul.

Ia menyebutkan, bantuan tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga hasil kolaborasi dengan berbagai filantropi dan sektor swasta.

“Ada yang langsung memang menjadi bagian dari bantuan pemerintah, tapi banyak juga yang menjadi bagian dari dukungan swasta atau non-government,” ujarnya.

Gus Ipul juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah turun langsung ke sejumlah lokasi terdampak serta memimpin rapat koordinasi lintas pemangku kepentingan guna mempercepat penanganan bencana di Sumatera.

Tag:  #pascabanjir #sumatera #kebutuhan #dasar #trauma #korban #jadi #tantangan #baru #negara

KOMENTAR