Diplomasi Mochtar Kusumaatmadja yang Mengubah Peta Indonesia
Rektor ke-5 Universitas Padjadjaran (Unpad) sekaligus konseptor wawasan nusantara, Mochtar Kusumaatmadja, tutup usia pada usia 92 tahun, Minggu (6/6/2021).(Dok HUMAS UNPAD)
16:40
11 November 2025

Diplomasi Mochtar Kusumaatmadja yang Mengubah Peta Indonesia

PEMIKIRAN hukum, kepiawaian diplomasi dan pengabdian Profesor Mochtar Kusumaatmadja telah mengantarkannya menjadi Pahlawan Nasional.

Tokoh yang tercatat sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran itu, dikukuhkan oleh Presiden Prabowo Subianto bersama sembilan Pahlawan Nasional lainnya pada Senin (10/11/2025), di Jakarta.

Prof. Mochtar Kusumaatmadja sangat layak mendapatkan gelar paling terhormat itu, berkat jasa-jasanya yang luar biasa. Konsep hukum laut internasionalnya diakui dunia dan diadopasi PBB sebagai hukum internasional.

Tak hanya itu, prinsip dan norma hukum laut internasional buah pikirannya telah menjadikan wilayah Indonesia bertambah sangat signifikan.

Dari semula hanya 2.027.087 km persegi, menjadi 5.193.250 km persegi yang terdiri dari wilayah daratan dan lautan.

Bertambahnya luas wilayah Indonesia berkat perjuangan tak kenal lelah di forum internasional PBB yang sangat tak mudah dan penuh intrik politik global.

Gagasan cemerlangnya dimulai melalui konsep negara kepulauan yang digunakan sebagai landasan Deklarasi Djuanda tahun 1953.

"Archipelagic State"

Melalui konsep Archipelagic State, Prof. Mochtar Kusumaatmadja berhasil mengubah paradigma dunia terhadap keberadaan lautan dan menciptakan prinsip hukum internasional baru.

Laut yang sebelumnya dianggap sebagai pemisah wilayah negara, dengan paradigma baru besutannya, justru menjadi perekat dan pemersatu wilayah Negara Kepulauan. Hal inilah yang berdampak sangat fundamental terhadap luas dan kedaulatan wilayah NKRI.

Pemikirannya tidak hanya berdampak bagi kedaulatan Indonesia, tetapi juga memberikan kontribusi universal bagi semua negara kepulauan dan negara mana pun di dunia.

Gagasan ini diterima secara resmi dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, dan menjadikan Indonesia sebagai pelopor dalam pemikiran progresif dan diplomasi Hukum Internasional.

Dikutip dari laporan riset yang dipublikasikan Oxford Public International Law berjudul “Archipelagic Waters" (Carlos Jiménez Piernas, 2009), upaya gigih dari Negara kepulauan utama, seperti Indonesia dan Filipina dan sejumlah besar Negara yang terletak di kepulauan sejak tahun 1960, tidak dapat disangkal telah memberikan dorongan politik dan meningkatkan kemungkinan bagi fenomena geografis yang dikenal sebagai kepulauan untuk mencapai status hukum.

Hal ini terjadi selama persiapan kodifikasi dan pengembangan progresif saat Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum Laut UNCLOS III, yang akhirnya mengadopsi klaim kepulauan dan mencapai teks kompromi tentang rezim hukum untuk kepulauan selama sesi ketiga Konferensi pada tahun 1975.

Laporan itu menyatakan bahwa adopsi itu kemudian dimuat dalam Bagian IV ( Negara Kepulauan ), Pasal 46 hingga 54 Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Perjuangan Prof. Mochtar Kusumaatmadja berawal dari tantangan Menteri Veteran Chairul Saleh pada masa pasca-Konferensi Meja Bundar. Ketika kapal-kapal perang Belanda masih bebas melintasi Laut Jawa menuju Papua meski Indonesia telah merdeka secara de jure.

Dari situ, lahirlah gagasan revolusioner untuk menegaskan kedaulatan laut Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah negara.

Konsep yang dirumuskan Mochtar kemudian dikenal sebagai Wawasan Nusantara, yang menempatkan laut bukan sebagai pemisah, melainkan sebagai pemersatu dan perekat seluruh gugusan pulau di Indonesia.

Gagasan yang kemudian dituangkan dalam Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, sebagai tonggak awal Indonesia sebagai negara kepulauan.

Perjuangan untuk meyakinkan dunia terhadap konsep negara kepulauan bukanlah hal mudah. Di Forum internasional ini Indonesia menghadapi perlawanan dari negara-negara besar yang menolak gagasan tersebut karena dianggap menghambat kebebasan navigasi di laut lepas.

Dengan kapasitas pemikir hukum dan kepiawaian diplomasi cemerlangnya, Mochtar berhasil memperjuangkan konsep itu dan diadopsi dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS III) di Montego Bay, Jamaika, pada 10 Desember 1982.

Keberhasilan yang menjadi simbol paradigma hukum dan diplomasi damai yang mengubah cara dunia memandang kedaulatan maritim.

Sejarah juga mencatat bahwa pemikiran itu terinspirasi dari Teritoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) Belanda tahun 1939, yang hanya mengakui laut teritorial sejauh tiga mil.

Konsep barunya kemudian menggantinya dengan 12 mil dan konteks komprehensif prinsip baru yang berdampak menyatukan pulau-pulau Nusantara.

Dalam konteks geopolitik modern, menjadi pelajaran berharga bahwa kekuatan hukum dan diplomasi dapat menjadi senjata paling ampuh dalam mempertahankan dan memperluas kedaulatan negara.

Biografi

Prof. Mochtar Kusumaatmadja, lahir di Jakarta 17 Februari 1929, diakui sebagai tokoh hukum dan diplomasi paling berpengaruh dalam sejarah hukum Indonesia dan dunia. 

Menyelesaikan pendidikan sarjana hukum di Universitas Indonesia, Master of law di Yale Law School AS, dan setelah kembali ke Tanah Air melanjutkan studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran Bandung yang kemudian membesarkannya dan menganugerahinya gelar profesor.

Berkat prestasinya, Ia kemudian diangkat sebagai Dekan Fakultas Hukum, kemudian dilantik menjadi Rektor Universitas Padjadjaran.

Konsistensinya sebagai dosen terus dipegang, di tengah kesibukannya tetap mengambil waktu tertentu untuk mengajar di kelas.

Saya beruntung menjadi mahasiswa yang sempat mendapatkan kuliah langsung dan mencermati saksama pemikiran hukumnya yang sangat futuristik.

Di Era Presiden Soeharto, ia diangkat sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II (1974–1978) dan kemudian sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Pembangunan III dan IV (1978–1988).

Pemerintah Indonesia memang sangat tepat menunjuknya sebagai Menteri Luar Negeri. Tokoh ini terus melanjutkan tanpa henti perjuangannya dan mampu meyakinkan anggota PBB tentang konsep monumental Negara Archipelagic State yang secara mendasar mengubah paradigma hukum laut dunia.

Sebagai Guru Besar Ilmu Hukum, Prof. Mochtar Kusumaatmadja juga melahirkan teori hukum yang tak konservatif. Hukum diposisikan tak sekadar kumpulan aturan yang bersifat statis, melainkan sarana untuk pembaruan masyarakat.

Hukum harus mampu menciptakan perubahan sosial yang terencana, bukan hanya menanggapi secara reaktif masalah yang terjadi.

Hukum harus mengantisipasi dan membentuk norma-norma baru yang mendukung kemajuan pembangunan.

Dalam kerangka ini, hukum berperan pada tiga fungsi utama, pembentuk perilaku sosial baru, pengatur struktur sosial yang lebih adil, dan solusi masalah sosial secara sistemik.

Hukum tidak lagi diposisikan hanya menciptakan ketertiban dan keadilan, tetapi juga sebagai sarana perubahan kearah positif dan demokratis.

Melalui konsep hukum pembangunan, hukum berfungsi bukan hanya sebagai pengatur perilaku, tetapi juga sebagai instrumen perubahan sosial yang dinamis dan berkeadilan.

Tag:  #diplomasi #mochtar #kusumaatmadja #yang #mengubah #peta #indonesia

KOMENTAR