



Ahli dari Hasto: UU Tipikor soal Perintangan Penyidikan Harus Dirumuskan Ulang
- Ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diajukan Hasto Kristiyanto menyebut Pasal 21 UU Tipikor terkait perintangan penyidikan perlu dirumuskan ulang.
Ahli tersebut adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Eva Achjani Zulfa, yang dihadirkan secara langsung dalam sidang perkara 136/PUU-XXIII/2025 yang digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (15/10/2025).
“Merumuskan kembali ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor ini saya kira suatu amanat yang memang harus sama-sama kita diskusikan secara baik dan harus kita perhatikan,” ujar Eva.
Menurut Eva, perbuatan membela diri tidak bisa dianggap langsung sebagai perintangan atas penyidikan.
Dia memberikan contoh, seorang yang dianggap melanggar pidana berusaha untuk melakukan pembelaan dengan prosedur hukum yang berlaku.
Hal ini tentu bukan merupakan proses perintangan penyidikan, melainkan proses untuk mendapatkan hak atas perlakuan hukum yang adil.
"Jangan sampai kemudian perbuatan yang tidak melawan hukum, seperti misalnya mengajukan gugatan keperdataan, perbuatan-perbuatan pers di dalam menyampaikan satu proses peradilan pidana, atau perbuatan misalnya melakukan pra-peradilan dianggap sebagai perbuatan yang menghalang-halangi penyidikan," tuturnya.
Pihak Hasto soroti ancaman pidana perintangan penyidikan
Adapun gugatan ini dilayangkan oleh Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, menggugat Pasal 21 UU Tipikor karena dinilai ancaman pidananya lebih tinggi dari pidana pokok.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.
"Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok," kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Obstruction of justice mensyaratkan adanya tindak pidana pokok yang menjadi objek perintangan.
Maqdir mencontohkan, pada kasus suap, pelaku pemberi suap diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara, sedangkan pelaku yang merintangi kasus suap, seperti merusak barang bukti, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
“Nah ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini,” tutur Maqdir.
Tag: #ahli #dari #hasto #tipikor #soal #perintangan #penyidikan #harus #dirumuskan #ulang