DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen
Sejumlah petani memanen padi di lahan persawahan. Produksi beras nasional terus meningkat seiring kebijakan swasembada pangan yang dijalankan pemerintah.(Dok. Istimewa)
20:02
11 Oktober 2025

DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

– Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat capaian positif sepanjang 2025. Kebijakan swasembada pangan yang dijalankan pemerintah berhasil memperkuat ketahanan pangan nasional, menekan impor, dan sekaligus meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor hasil pertanian.

Laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat, hingga Agustus 2025, total bea masuk nasional mencapai Rp 32,2 triliun.

Angka tersebut turun 5,1 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Muhammad Aflah Farobi mengatakan, penurunan terjadi karena impor beras, gula konsumsi, dan jagung pakan berkurang seiring peningkatan produksi dalam negeri.

"Pemerintah ada kebijakan swasembada pangan. Jadi, Bulog itu tidak mengimpor beras. Kemudian juga ada larangan impor gula konsumsi, tapi gula produksi masih dan pakan jagung ini juga dilarang," ujar Aflah dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabti (11/10/2025).

Kondisi itu sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat peningkatan produksi beras nasional sepanjang Januari–November 2025.

Produksi diperkirakan mencapai 33,19 juta ton, naik 12,62 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Capaian ini menjadi bukti nyata ketangguhan sektor pangan nasional.

Selain menekan impor, kinerja ekspor sektor pertanian juga menunjukkan pertumbuhan signifikan.

Berdasarkan data BPS, ekspor dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 38,25 persen pada periode Januari–Agustus 2025 dengan nilai mencapai 4,57 miliar dollar AS. Angka ini naik dari 3,30 miliar dollar AS pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada Agustus 2025, nilai ekspor pertanian tercatat sebesar 0,6 miliar dollar AS. Angka ini meningkat 10,98 persen jika dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 0,54 miliar dollar AS.

Kontribusi sektor pertanian terhadap total ekspor nonmigas nasional mencapai 0,60 miliar dollar AS dari total 23,89 miliar dollar AS.

Peningkatan volume ekspor komoditas pertanian juga berdampak pada kenaikan penerimaan bea keluar.

Penerimaan dari bea ekspor melonjak 71,7 persen secara tahunan hingga mencapai Rp 18,7 triliun. Lonjakan ini terutama dipicu oleh peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menjelaskan bahwa capaian positif sektor pertanian menunjukkan peran strategisnya yang tidak hanya sebagai penopang ketahanan pangan nasional, tetapi juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan penyumbang devisa negara.

“Penurunan impor dan peningkatan ekspor pertanian berdampak langsung pada peningkatan pendapatan negara. Artinya, sektor pertanian kini bukan hanya penyedia pangan, melainkan juga penghasil devisa yang signifikan,” jelas Amran.

Penggunaan mesin perontok mempercepat proses panen dan menjadi bagian dari upaya Kementan meningkatkan produktivitas pertanian nasional.Dok. Istimewa Penggunaan mesin perontok mempercepat proses panen dan menjadi bagian dari upaya Kementan meningkatkan produktivitas pertanian nasional.

Ia menegaskan, kondisi tersebut merupakan bukti nyata keberhasilan program swasembada pangan yang telah berjalan efektif di lapangan.

“Kami bersyukur, tahun ini tidak ada impor beras dan jagung. Ini bukti bahwa produksi pangan nasional meningkat dan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri,” ujar Amran.

Sebelumnya, berdasarkan data BPS pada 2023, Indonesia mencatat impor beras sebanyak 3,06 juta ton dengan nilai sekitar 1,79 miliar dollar AS.

Pada 2024, impor beras meningkat menjadi sekitar 4,52 juta ton dengan nilai 2,71 miliar dollar AS.

Artinya, sepanjang 2023–2024 Indonesia harus mengeluarkan sekitar 4,5 miliar dollar AS untuk impor beras dari luar negeri. Nilai tersebut hanya dinikmati oleh importir dan petani luar negeri.

Dengan tidak ada impor beras tahun ini, Indonesia berhasil menghemat devisa yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh petani dalam negeri.

Peningkatan produksi dan ekspor pertanian juga memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan petani.

Berdasarkan data BPS, nilai tukar petani (NTP) nasional pada September 2025 mencapai 124,36, naik 0,63 persen ketimbang bulan sebelumnya yang tercatat 123,57.

Kementerian Pertanian menilai, tren peningkatan NTP menjadi indikator bahwa kebijakan swasembada, penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP), dan dorongan ekspor berjalan efektif serta memberikan hasil nyata di tingkat akar rumput.

“Swasembada tidak hanya tentang tidak impor, tapi memastikan petani hidup layak. Dengan produksi meningkat, ekspor tumbuh, dan NTP naik, kesejahteraan petani kita makin kokoh,” kata Amran.

Tag:  #djbc #catat #impor #beras #jagung #kinerja #masuk #turun #persen

KOMENTAR