Capres Harus ''Warlok'', Calon Kepala Daerah Boleh ''Naturalisasi''
Ilustrasi pemilu (KOMPAS.com/ Sabrina Mutiara Fitri)
07:52
9 Oktober 2025

Capres Harus ''Warlok'', Calon Kepala Daerah Boleh ''Naturalisasi''

- Syarat pencalonan di pemilu, mengatur perbedaan yang jelas antara siapa yang boleh mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon kepala daerah.

Berdasarkan Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, salah satu syarat untuk maju sebagai calon presiden adalah seorang warga negara Indonesia sejak lahir dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atau dalam tanda kutip, harus warga lokal (warlok).

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur bahwa tidak ada kewajiban bagi calon bupati, wali kota, maupun gubernur harus berasal dari daerah yang akan mereka pimpin. Dalam arti, warga dari provinsi A, bisa mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah provinsi B atau dalam istilah populernya "naturalisasi".

Fenomena ini pernah terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat itu, pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memenangi putaran kedua Pilkada.

Jokowi ketika itu menjadi satu-satunya calon Gubernur DKI Jakarta yang berasal dari luar daerah. Presiden Ke-7 RI ini pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo.

Peristiwa serupa juga terjadi saat Pilkada DKI 2024 di mana Ridwan Kamil yang berasal dari Jawa Barat, maju di Pilkada DKI bersama Suswono.

Namun, pasangan Ridwan Kamil-Suswono gagal memenangi Pilkada Jakarta melawan Pramono Anung-Rano Karno.

Berangkat dari fenomena ini, Kompas.com mewawancarai beberapa pakar seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pakar Otonomi Daerah, dan Perludem untuk mengupas alasan syarat calon presiden harus WNI sejak lahir serta calon kepala daerah yang tak harus berdomisili di daerah yang akan dipimpinnya.

Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.DOK. Humas Rido Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Capres harus warlok

Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, Pasal 227 huruf a dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa syarat WNI sejak lahir ini harus dibuktikan dengan melampirkan akta kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saat mendaftar sebagai calon presiden.

“Dalam menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada, KPU harus melaksanakan ketentuan Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 juncto Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 huruf d UU No. 7 Tahun 2017 dan Pasal 1 ayat (7) UU No. 8 Tahun 2015 juncto Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan KPU No. 2 Tahun 2024 di mana KPU harus melaksanakan UU Pemilu dan Pilkada serta prinsip berkepastian hukum,” kata Idham melalui pesan singkat, pada Senin (6/10/2025).

Sementara itu, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati berpendapat, syarat calon presiden wajib WNI sejak lahir ini bertujuan untuk memastikan pemahaman dan kesetiaan calon terhadap Indonesia.

“Terkait syarat calon presiden dan wakil presiden harus WNI sejak lahir itu bertujuan untuk memastikan kesetiaannya terhadap NKRI, terutama juga calon harus paham sejarah, geopolitik, budaya, hukum yang menjadi elemen penting dalam bernegara,” kata Neni saat dihubungi wartawan, Senin.

Neni mengamini bahwa aturan perundang-undangan mengatur bahwa calon presiden itu harus melampirkan kartu tanda penduduk dan akta kelahiran. Namun, ia menilai aturan tersebut harus diberikan penjelasan apakah cukup dengan memiliki KTP dan akta kelahiran saja.

“Penjelasan dalam regulasi menjadi sangat penting misal menyangkut pernikahan campuran di mana orangtuanya kewarganegaraan ganda tetapi dia dilahirkan di Indonesia,” ujarnya.

Secara terpisah, Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, calon presiden memang harus “WNI tulen”.

Adapun yang dimaksud dengan WNI tulen itu adalah sosok yang lahir di Indonesia sehingga memiliki rasa keterikatan yang sama dengan masyarakat.

“Sehingga nasionalismenya, kebangsaannya, rasa sense of belongingness-nya kepada negeri ini kuat,” kata Djohermansyah.

Hasil rekapitulasi Pilpres 2024 di provinsi indonesia.Tribunnews Hasil rekapitulasi Pilpres 2024 di provinsi indonesia.

Ia mengatakan, syarat calon presiden ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Syarat serupa juga dimiliki sebagian besar negara termasuk Amerika Serikat (AS).

Djohermansyah mengatakan, Pemilu AS sempat berpolemik karena banyak yang mempertanyakan tempat lahir Barack Obama.

“Nah itu kemudian dia (Barack Obama) tunjukkan akta kelahirannya, yang bantah. Jadi fenomenanya itu juga bukan uniqueness kita tapi itu juga dianut oleh negara-negara sebagai syarat calon pemimpin pemerintahannya,” ujarnya.

Calon kepala daerah boleh "naturalisasi"

Djohermansyah mengatakan, idealnya, kepala daerah berdomisili di daerah yang akan ia pimpin. Sebab, calon kepala daerah harus mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya.

“Idealnya, pemimpin pemerintah itu harus berasal dari orang lokal. Local leaders is from the local people. Itulah teori,” kata Djohermansyah.

Meski demikian, dia mengatakan, regulasi di Indonesia tidak mengunci aturan lokalitas dalam Pilkada di mana calon kepala daerah boleh dari daerah lain.

Cagub DKI Jakarta Joko Widodo (kiri), Cawagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) saat menghadiri kampanye terbuka di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (1/7/2012). Dalam pidatonya Jokowi menyesalkan dana APBD DKI Jakarta saat ini yang tidak tepat guna. KOMPAS IMAGES/MUNDRI WINANTO Cagub DKI Jakarta Joko Widodo (kiri), Cawagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) saat menghadiri kampanye terbuka di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (1/7/2012). Dalam pidatonya Jokowi menyesalkan dana APBD DKI Jakarta saat ini yang tidak tepat guna.

Menurut dia, hal ini dilakukan karena ketersediaan sumber daya kepemimpinan di daerah.

“Kita di daerah-daerah di Indonesia itu, sumber daya pemimpin itu, belum ketersediaannya bisa,” ujarnya.

Meski demikian, Djohermansyah juga tak menampik bahwa regulasi itu membuat beberapa calon kepala daerah yang bukan dari daerah asalnya bisa diusung karena kekuatan politik nasional.

Dia mencontohkan Pilkada Jakarta 2024 di mana Ridwan Kamil maju sebagai calon gubernur bersama Suswono.

“Kayak yang praktik Ridwan Kamil (di Pilkada Jakarta) ini kan, itu kan sebetulnya dia calon dropping bukan genuine yang lokal leaders, yang orang merasa dari daerah itu,” tuturnya.

Sementara itu, Neni Nur Hayati menilai syarat calon kepala daerah yang tidak berdomisili di daerahnya memang menjadi problematika tersendiri.

Meski demikian, ia mengatakan, beberapa calon kepala daerah tidak berasal dari domisili itu tetapi sangat memahami kondisi daerah tersebut.

“Kita fokus harus ke kemampuan, visi, misi dan rekam jejak, bukan pada tempat tinggal. Namun, kita juga sering menghadapi di mana tidak ada ikatan antara kandidat dan masyarakat,” kata Neni.

Lebih lanjut, Neni menyarankan adanya regulasi untuk memperjelas syarat calon kepala daerah tersebut seperti minimal berdomisili satu tahun di daerah tersebut.

“Saran saya memang perlu ada kejelasan regulasi di mana tidak menjadi kental politik kepentingan dan pragmatisme partai, jadi memang harus ada frasa memiliki wawasan kedaerahan,” ucap dia.

Tag:  #capres #harus #warlok #calon #kepala #daerah #boleh #naturalisasi

KOMENTAR