Tak Ingin Terulang Jatuhnya Korban Jiwa Pendakian Gunung Rinjani, DPR Minta Kemenpar Optimalkan Pengawasan Wisata Ekstrem
Proses evakuasi yang dilakukan oleh tim SAR gabungan terhadap pendaki yang jatuh di kawasan Gunung Rinjani. (HO-Humas SAR Mataram/ANTARA)
23:16
30 Juni 2025

Tak Ingin Terulang Jatuhnya Korban Jiwa Pendakian Gunung Rinjani, DPR Minta Kemenpar Optimalkan Pengawasan Wisata Ekstrem

- Insiden meninggalnya turis asal Brasil, Juliana Marins, 27, usai terjatuh ke dalam jurang di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menyita perhatian masyarakat, hingga warga Brasil. Evaluasi pengawasan terhadap wisata ekstrem di Indonesia penting dilakukan agar kejadian serupa tidak kembali terjadi.

“Tentunya kita menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden jatuhnya turis asal Brasil, Juliana Marins di Gunung Rinjani. Semoga kecelakaan ini menjadi yang terakhir,” kata Anggota Komisi VII DPR RI, Yoyok Riyo Sudibyo kepada wartawan, Senin (20/6).

Meski evakuasi terhadap Juliana sempat memakan waktu, Yoyok mengapresiasi kerja keras tim SAR yang berhasil mengevakuasi jenazah Juliana dari jurang sedalam 600 meter. Ia menekankan medan berat di gunung harus menjadi pertimbangan utama dalam evakuasi dan pengawasan wisatawan.

“Kita bersyukur proses evakuasi sudah dilakukan dengan lancar. Saya meyakini tim SAR sudah bekerja sebaik-baiknya dalam upaya penyelamatan korban, tapi saat berada di atas ketinggian gunung, kita tidak bisa main-main dengan kondisi alam dan cuaca,” ujar Yoyok.

Yoyok pun menanggapi kekecewaan netizen Brasil terhadap lambannya proses penyelamatan, terutama setelah muncul video drone yang memperlihatkan Juliana masih menunjukkan tanda-tanda hidup. Namun, berdasarkan hasil autopsi, Juliana meninggal dunia hanya dalam waktu 20 menit pasca terjatuh akibat luka fatal.

“Kalau kita lihat dari data ini, kecil kemungkinan operasi penyelamatan bisa dilakukan dalam waktu kurang dari 20 menit. Meskipun kita berharap upaya evakuasi bisa lebih maksimal lagi dilakukan,” ucap Yoyok.

Menurutnya, insiden tragis ini harus dijadikan peringatan keras bagi pengelola wisata ekstrem, terutama Gunung Rinjani, agar memperketat pengawasan, pengamanan, serta penyusunan standar operasional prosedur (SOP) yang lebih detail dan ketat.

“SOP bagi wisata ekstrem perlu dievaluasi betul-betul. Pengawasan harus ditingkatkan. Harus ada pemandu atau guide tour yang dinamakan porter. Pendamping tidak boleh meninggalkan siapapun sendirian,” jelas Yoyok.

Yoyok menegaskan, para pendaki juga wajib menaati semua aturan yang sudah ditentukan di basecamp masing-masing. Terlebih, kawasan jatuhnya Juliana bukan titik baru dalam catatan insiden kecelakaan pendakian.

“Lokasi jatuhnya Juliana bukanlah titik baru bagi kecelakaan. Kawasan yang sama juga telah mencatat beberapa insiden. Seharusnya pengelola mampu menangani situasi darurat, termasuk tertib mengenai kawasan alam dengan risiko medan dan cuaca,” tuturnya.

Apalagi, hanya beberapa hari setelah insiden Juliana, seorang pendaki asal Malaysia juga dilaporkan terpeleset di jalur menuju Danau Segara Anak. Meski berhasil diselamatkan dan kondisinya baik-baik saja, Yoyok menyebut kejadian beruntun ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan.

Karena itu, ia meminta Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk segera melakukan kajian menyeluruh terkait manajemen krisis wisata ekstrem serta menyusun langkah strategis untuk memulihkan citra pariwisata Indonesia.

“Meskipun kejadian ini merupakan kecelakaan, kita harus pikirkan potensi dampak atas insiden tersebut. Suka tidak suka, kejadian seperti ini tentunya memukul sektor pariwisata Indonesia dan Pemerintah harus bisa mengatasinya,” pungkas Yoyok.

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #ingin #terulang #jatuhnya #korban #jiwa #pendakian #gunung #rinjani #minta #kemenpar #optimalkan #pengawasan #wisata #ekstrem

KOMENTAR