



Air Sungai Berubah Jadi Biru, Pemprov Jabar Janji Tindak Tegas Pencemar Citarum
Kasus pencemaran Sungai Citarum oleh limbah cair industri kembali menjadi sorotan publik. Air sungai yang berubah warna menjadi biru kehijauan akibat limbah produksi kertas PT Pindo Deli 1 menunjukkan betapa rentannya ekosistem air tawar terhadap kelalaian dan lemahnya pengawasan.
Namun di balik kejadian ini, terbuka pula peluang bagi penguatan sistem perlindungan lingkungan hidup—sebuah langkah krusial di tengah krisis iklim yang kian nyata.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan komitmennya untuk tidak berkompromi terhadap pelaku pencemaran. Ia telah menginstruksikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar untuk menindaklanjuti kasus ini, dan menjatuhkan sanksi tegas bila terbukti terjadi pelanggaran.
"Saya tegaskan bahwa saya sudah meminta Dinas Lingkungan Hidup untuk memproses dan bersikap tegas dan konsisten, serta memberikan sanksi tegas apabila ditemukan pelanggaran," katanya melansir ANTARA, Rabu (25/6/2025).
Dedi menyampaikan tidak akan berkompromi dengan para pelaku usaha di Jabar yang kedapatan melakukan pelanggaran dan pencemaran lingkungan.
"(Pencemaran) berakibat pada kematian ikan di Sungai Citarum dan sungainya berubah menjadi membiru," tegasnya lagi.
Citarum: Sungai Strategis yang Semakin Tertekan
Sungai Citarum bukan sekadar aliran air biasa. Ia mengaliri 13 kabupaten/kota dan menjadi sumber air bersih bagi sekitar 35 juta jiwa di Jawa Barat. Sayangnya, sungai ini juga menjadi salah satu yang paling tercemar di dunia. Sampah rumah tangga, limbah ternak, dan buangan industri bertahun-tahun telah menurunkan kualitas airnya secara drastis.
Kematian ikan dan perubahan warna air dalam insiden terbaru adalah bukti nyata bahwa Sungai Citarum terus berada dalam kondisi darurat ekologis. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Karawang, Iwan Ridwan, mengungkapkan bahwa air limbah produksi kertas berwarna biru dari PT Pindo Deli 1 belum sepenuhnya terurai di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perusahaan tersebut. Akibatnya, pigmen warna masih terbawa dan mencemari aliran sungai.
![Foto udara sampah yang menumpuk di Sungai Citarum Lama di Cicukang, Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/2/2025). [ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/27/20908-sungai-citarum-lama-dipenuhi-sampah.jpg)
DLH Karawang telah memberikan teguran, dan langkah lanjutan kini berada di tangan DLH Provinsi. Selain itu, DPRD Karawang juga telah melakukan kunjungan kerja ke lokasi pabrik untuk menindaklanjuti temuan ini.
Pencemaran industri di Sungai Citarum bukan kali ini saja terjadi. Namun demikian, kasus terbaru ini harus dijadikan momentum untuk memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum lingkungan. Sanksi administratif semata tidak cukup. Diperlukan langkah hukum yang memberikan efek jera dan mendorong perubahan perilaku industri secara menyeluruh.
Peristiwa ini harus mendorong pembelajaran dan perubahan sistemik, bukan sekadar pelaporan insiden. Diperlukan sistem pelaporan yang lebih transparan, partisipasi aktif masyarakat, serta audit lingkungan yang rutin dan independen terhadap aktivitas industri di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Citarum.
Mengapa perlindungan sungai begitu penting? Sungai tidak hanya menjadi sumber air minum, tetapi juga habitat ribuan spesies, penopang sektor pertanian dan perikanan, serta pengatur sistem hidrologi kawasan. Jika sungai terus tercemar, ancaman tidak hanya datang dari sisi ekologi, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Pencemaran seperti ini dapat menghancurkan mata pencaharian petani dan nelayan, merusak hasil panen, mengganggu kesehatan masyarakat, serta memperbesar beban pengeluaran negara untuk pemulihan lingkungan dan infrastruktur air bersih.
Dari Reaksi Menuju Aksi Kolaboratif
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebenarnya telah memiliki sejumlah inisiatif, seperti program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan), bank sampah, dan rumah maggot untuk mengelola limbah organik. Program-program ini bisa menjadi solusi hulu yang lebih kuat jika dikombinasikan dengan pengawasan ketat di sektor hilir, yakni aktivitas industri.
Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan. Industri harus bertanggung jawab secara penuh terhadap limbah produksinya dan memastikan bahwa IPAL berfungsi maksimal. Masyarakat harus lebih sadar dan aktif melaporkan indikasi pencemaran. Sementara pemerintah perlu menguatkan sistem penindakan dan pengawasan berbasis data.
Kasus PT Pindo Deli 1 dapat menjadi titik balik menuju sistem perlindungan lingkungan yang lebih tegas, transparan, dan kolaboratif. Sanksi tegas dari pemerintah diharapkan menjadi sinyal kuat bahwa pencemaran lingkungan bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan kejahatan terhadap hak dasar warga negara: mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Lebih jauh, kejadian ini menunjukkan bahwa perlindungan sungai adalah tanggung jawab bersama. Komitmen semua pihak hari ini akan menentukan apakah sungai-sungai vital seperti Citarum bisa pulih dan terus menghidupi generasi mendatang. Sebab sungai yang mati, adalah tanda masyarakat yang abai terhadap kehidupan itu sendiri.
Tag: #sungai #berubah #jadi #biru #pemprov #jabar #janji #tindak #tegas #pencemar #citarum