



Apa Kata Para Wakil Rakyat di DPR soal Tambang Nikel Raja Ampat?
- Apa kata para wakil rakyat yang duduk di DPR soal terjamahnya pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat oleh tambang nikel?
Kompas.com telah menanyai tiga anggota DPR dari pelbagai fraksi parpol, baik dari fraksi-fraksi pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka maupun fraksi parpol di luar pemerintahan.
Pada umumnya, para anggota dewan mengecam operasi perusahaan tambang di Raja Ampat. Wilayah yang selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata dan kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati laut yang tinggi.
Saleh Daulay PAN: Segera evaluasi!
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat.
Dia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan perusahaan yang terbukti merusak lingkungan terus beroperasi.
“Segera evaluasi seluruh perusahaan pertambangan yang sedang beroperasi di sana. Perusahaan yang dinilai merusak harus segera dicabut izinnya,” ujar Saleh dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (9/6/2025) kemarin.
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Daulay (tengah) bersama Sekjen PAN Eddy Soeparno (kanan) dalam konferensi pers di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2024).
Menurut Saleh, pemerintah tak boleh hanya memperhatikan persoalan untung-rugi yang dialami perusahaan pertambangan, tetapi mengabaikan dampak kerusakan alam akibat aktivitasnya.
Kelestarian lingkungan Raja Ampat, kata Saleh, harus menjadi prioritas utama pemerintah pusat maupun daerah. Dia khawatir jika eksploitasi tambang dibiarkan, potensi pariwisata strategis di wilayah itu justru akan rusak.
"Jangan sampai perusahaannya dapat untung, lingkungan dan masyarakat di sekitarnya rusak. Alam dan lingkungan harus dijaga untuk masa depan anak-anak Papua,” ucap Saleh.
Evita PDIP: Bongkar!
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty mempertanyakan langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai tebang pilih dalam menindak pelanggaran.
Dia mengungkapkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyebutkan ada empat perusahaan yang melanggar aturan. Dia berharap pemerintah memperlakukan semua perusahaan tersebut sama di mata hukum.
Evita mengingatkan, perlu ketegasan dari pemerintah untuk membenahi persoalan aktivitas tambang di pulau-pulau kecil di Raja Ampat. Terlebih, terdapat aktivitas pertambangan yang ternyata berlangsung di area kawasan konservasi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty.
Dia mencontohkan Pulau Kawe, Pulau Manuran, dan Pulau Batangpele yang termasuk pulau kecil, bahkan secara geografis masuk kawasan geopark dan konservasi.
Menurut Evita, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sudah secara tegas mengatur larangan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.
“Pulau-pulau ini, termasuk Pulau Gag, merupakan pulau kecil yang harusnya tidak boleh ditambang berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” tegasnya.
Dia pun mengingatkan bahwa aktivitas tambang bertentangan dengan rencana pengembangan pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat.
“Kami melihat pertambangan di sana akan selalu berlawanan dengan rencana pembangunan pariwisata berkelanjutan. Ini harus dibongkar, kita semua jangan melakukan pembohongan publik,” kata Evita.
Daniel Johan PKB: Tutup permanen tambangnya!
Merespons persoalan ini, Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mendesak pemerintah mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat dan menutupnya secara permanen.
Menurutnya, kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.
"Cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar segala aktivitas baik saat ini maupun yang akan datang tutup permanen. Kita tahu Raja Ampat adalah ikon pariwisata yang terkenal dan menjadi destinasi andalan Indonesia," ujar Daniel.
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga mendesak dilakukannya penyelidikan terhadap pihak-pihak yang menerbitkan izin tambang di wilayah pulau kecil yang dilarang UU.
"Ini bukan hanya soal perusahaan tambang. Kami minta pihak-pihak yang meloloskan izin tambang di pulau-pulau kecil yang dilindungi UU harus diinvestigasi,” kata Daniel, Senin kemarin.
"Ini pelanggaran terbuka terhadap UU Nomor 1 Tahun 2014 dan bentuk nyata pengabaian terhadap kepentingan rakyat," tegasnya.
Dia juga meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dan lingkungan dengan mencabut IUP, bukan hanya membekukan sementara.
"Sebagaimana (pernyataan) Menteri ESDM Pak Bahlil, izin tambang terbit sebelum menjabat. Ini kesempatan bagi menteri ESDM untuk mencabut IUP dan menunjukkan keberpihakan pada masyarakat dan lingkungan. Kita minta kepada menteri ESDM untuk mencabut IUP secara permanen, bukan melakukan pembekuan sementara," ungkap Daniel.
Pemerintah Tetap Evaluasi
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengeklaim tetap berupaya melakukan evaluasi terhadap seluruh perusahaan tambang di Raja Ampat.
Dirjen Mineral dan Batubara Tri Winarno mengatakan, inspeksi menyeluruh tetap dilakukan dengan menerjunkan tim Inspektur Tambang.
“Kalau secara keseluruhan, reklamasi di sini cukup bagus juga, tapi nanti kita tetap menunggu laporan dari Inspektur Tambang seperti apa,” ujar Tri saat mendampingi Menteri Bahlil meninjau Pulau Gag, Sabtu (7/6/2025).
Sehari kemudian, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa terdapat pelanggaran di beberapa lokasi tambang, termasuk pembukaan lahan di luar izin yang diberikan dan pencemaran akibat kolam limbah yang jebol.
“Memang terjadi potensi pencemaran kerusakan lingkungan hidup dan lanskap dan terganggunya biodiversity di Raja Ampat,” kata Hanif dalam konferensi pers, Minggu (8/6/2025).
Dia menegaskan bahwa aktivitas tambang di pulau kecil, apalagi yang termasuk dalam kawasan konservasi seperti Pulau Kawe dan Manuran, bertentangan dengan UU dan harus ditindaklanjuti secara hukum.
Oleh karena itu, KLH akan melakukan peninjauan kembali persetujuan lingkungan untuk empat tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
"Kami kemudian mencoba melakukan kajian lingkungan hidup strategis, termasuk terkait persetujuan lingkungan yang telah diberikan pada 4 lokasi," ungkap Hanif.
Keempat perusahaan tambang tersebut adalah: PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara yang dilakukan tim di lapangan, kegiatan tambang PT GN selaku anak usaha Antam, tak berdampak serius terhadap lingkungan di Kawasan Raja Ampat.
"Pelaksanaan kegiatan tambang di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah lingkungan, artinya bahwa tingkat pencemaran yang tampak oleh mata itu hampir, hampir tidak terlalu serius," ujar Hanif.
Di samping itu, Hanif memaparkan bahwa PT GAG Nikel (PT GN) ternyata memiliki hak spesial untuk melakukan eksploitasi tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sejatinya, kata Hanif, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan melarang aktivitas tambang di hutan lindung. Namun, PT Gag Nikel bersama 12 perusahaan lainnya memperoleh izin untuk melakukan aktivitas tambang berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004, yang mengatur mengenai penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
“Dengan pengecualian yang diberikan kepada 13 perusahaan ini, termasuk PT GN, kegiatan penambangan dapat dilakukan secara legal," ucap Hanif.
Tag: #kata #para #wakil #rakyat #soal #tambang #nikel #raja #ampat