Pemerintah Diminta Cabut Permanen Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Bukan Cuma Pembekuan Sementara
Raja Ampat.(Dok. Kemenpar)
18:10
9 Juni 2025

Pemerintah Diminta Cabut Permanen Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Bukan Cuma Pembekuan Sementara

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mendesak pemerintah mengambil langkah tegas dengan menutup permanen tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Dia mengingatkan pemerintah tidak hanya berhenti pada tahap evaluasi perusahaan setelah melihat adanya dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan.

"Cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar segala aktivitas baik saat ini maupun yang akan datang tutup permanen. Kita tahu Raja Ampat adalah ikon pariwisata yang terkenal dan menjadi destinasi andalan Indonesia," ujar Daniel dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (9/6/2025).

"Aktivitas tambang, apapun hasilnya, tentu mendatangkan pundi-pundi keuntungan bagi pengusaha dan pajak bagi negara. Tetapi hasilnya akhirnya adalah kerusakan alam yang tidak bisa dikembalikan seperti semula," sambungnya.

Politikus PKB itu menyatakan, negara harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan tidak hanya mementingkan persoalan investasi.

Daniel pun menyinggung soal terbitnya izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat sebelumnya oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.

Menurut Daniel, kondisi ini seharusnya bisa menjadi momentum bagi Bahlil untuk langsung mencabut IUP dan menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat serta kelestarian lingkungan.

"Sebagaimana Menteri ESDM Pak Bahlil, izin tambang terbit sebelum menjabat, ini kesempatan bagi menteri ESDM untuk mencabut IUP dan menunjukkan keberpihakan pada masyarakat dan lingkungan. Kita minta kepada menteri ESDM untuk mencabut IUP secara permanen, bukan melakukan pembekuan sementara," ungkap Daniel.

Daniel menilai, Bahlil seharusnya tak perlu ragu untuk mengambil tindakan tegas tersebut.

Sebab, Komisi IV DPR RI meyakini warga setempat menolak tambang nikel yang berdampak buruk terhadap lingkungan di tempat tinggal mereka.

“Kerusakan terumbu karang, pencemaran air hingga sedimentasi akan berdampak pada menurunnya populasi ikan dan hasil tangkapan nelayan. Artinya, aktivitas tambang menghancurkan SDA dan kesejahteraan rakyat,” ungkap Daniel.

"Kita sedang menyaksikan perusakan sistematis terhadap pangan laut Indonesia. Jika ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan sumber protein utama bagi Indonesia Timur dan kawasan pesisir secara luas," sambungnya.

Daniel sebelumnya menjelaskan pemerintah harus melihat rujukan hukum yang lebih luas dalam menangani persoalan tambang di Raja Ampat.

Menurutnya, pemerintah tak bisa hanya berpatokan pada Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.

Sebab, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil di Raja Ampat bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Tapi kita bisa lihat ada kebaruan dalam aturan, yakni UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti di Raja Ampat. Artinya, sudah tidak bisa dikatakan penambangan nikel di sana legal. Jelas sudah melanggar UU,” pungkas Daniel.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa PT Gag Nikel (PT GN) memiliki hak spesial untuk melakukan eksploitasi tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Hanif menerangkan, sejatinya, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan melarang aktivitas tambang di hutan lindung.

Namun, PT Gag Nikel bersama 12 perusahaan lainnya memperoleh izin untuk melakukan aktivitas tambang berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004, yang mengatur mengenai penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.

Selain itu, seluruh area di Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan hutan, tetapi PT GN telah memenuhi persyaratan perizinan yang berlaku.

"Dengan pengecualian yang diberikan kepada 13 perusahaan ini, termasuk PT GN, kegiatan penambangan dapat dilakukan secara legal," kata Hanif dalam sebuah konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, pada Minggu (8/6/2025).

Adapun UU Nomor 19 Tahun 2004 yang mengatur mengenai penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004 diperkuat melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang berada di kawasan hutan.

Keppres Nomor 41 Tahun 2004 ditetapkan pada 12 Mei 2004 dan ditandatangani oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri.

Keppres tersebut memuat tiga poin, yaitu: pertama, menetapkan 13 izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden ini, untuk melanjutkan kegiatannya di kawasan hutan sampai berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud.

Kedua, pelaksanaan usaha bagi 13 perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan lindung didasarkan pada izin pinjam pakai yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

Ketiga, Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Tag:  #pemerintah #diminta #cabut #permanen #izin #tambang #nikel #raja #ampat #bukan #cuma #pembekuan #sementara

KOMENTAR