



Kasus Pemerasan Izin TKA, Staf Ahli Menaker Disebut Terima Rp 18 Miliar
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Bidang Hubungan Internasional Haryanto (HYT) menerima uang Rp 18 miliar dalam kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing.
Diketahui, Haryanto bersama tujuh orang lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
"Untuk sampai saat ini ya, berdasarkan alat bukti yang kami miliki, HYT menerima sekurang-kurangnya Rp 18 miliar," ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025), dikutip dari Antaranews.
Kemudian, Budi mengungkapkan bahwa tujuh orang tersangka lain menerima uang pemerasan yang berbeda-beda selama periode 2019 hingga 2024.
Dia mengatakan, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemenaker pada tahun 2020–2023, Suhartono mendapatkan sekitar Rp 460 juta.
Kemudian, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemenaker periode 2017–2019, Wisnu Pramono menerima sekitar Rp 580 juta. Lalu, Direktur PPTKA Kemenaker tahun 2024–2025 Devi Anggraeni memperoleh sekitar Rp 2,3 miliar.
Selanjutnya, Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker tahun 2021–2025 Gatot Widiartono mendapatkan sekitar Rp 6,3 miliar.
Sementara itu, petugas Saluran Siaga RPTKA tahun 2019–2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemenaker periode 2024–2025 Putri Citra Wahyoe disebut mendapatkan sekitar Rp 13,9 miliar.
Dua tersangka terakhir, yakni analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024, dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker tahun 2024–2025 Jamal Shodiqin mendapatkan Rp 1,8 miliar. Sedangkan Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker tahun 2018–2025 Alfa Eshad memperoleh Rp 1,1 miliar.
Budi juga mengatakan, para staf hingga petugas kebersihan yang biasa bekerja di Dirjen Binapenta juga menikmati uang hasil pemerasan dengan total Rp 5,4 miliar. Namun, uang tersebut dikembalikan ke negara.
"Dan mereka mengembalikan uang tersebut ke negara sebesar Rp 5,4 miliar," katanya.
Dia menyebut, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan, sebagian dari uang tersebut digunakan untuk uang makan 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker sebesar Rp 8,94 miliar.
"Dinikmati untuk makan siang dan kegiatan-kegiatan non-budgeter," ujarnya.
Sudah Dicopot
Terkait kasus korupsi tersebut, Menaker Yassierli sebelumnya mengaku telah mencopot beberapa pejabat di Kemenaker yang terlibat.
Bahkan, Yassierli mengeklaim bahwa pencopotan itu dilakukan sejak Februari dan Maret 2025. Meskipun, dia tidak mengungkap berapa persisnya jumlah pejabat yang dicopot.
"Mohon dicatat bahwa kita sebenarnya sudah mencopot pejabat-pejabat yang diduga terkait dengan kasus ini," kata Yassierli di kantor Kemenaker, Jakarta pada 20 Mei 2025.
"Sudah, ada beberapa ya (pejabat yang dicopot). Ada Februari, ada Maret,” ujarnya melanjutkan.
Kemudian, dia memastikan bahwa pejabat-pejabat yang dicopot termasuk delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Yassierli juga memastikan, layanan perizinan TKA tidak terganggu dengan adanya kasus korupsi tersebut mengingat para pejabat yang terlibat sudah dicopot.
Dia mengatakan, Kemenaker menyerahkan proses hukum perkara tersebut kepada KPK.
Tag: #kasus #pemerasan #izin #staf #ahli #menaker #disebut #terima #miliar