



Saksi Ahli di Sidang Hasto Sebut Hasil Penyadapan KPK Harus Kantongi Izin Dewas
- Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, menyatakan hasil penyadapan tidak sah menjadi alat bukti jika diperoleh penyidik tanpa seizin Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK).
Fatahillah menyebut, tidak sahnya hasil penyadapan jika perolehannya dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 yang mengatur penyadapan harus seizin Dewas KPK.
"Ya seharusnya mendapatkan izin ya," kata Fatahillah saat memberikan keterangan ahli dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (5/6).
Ia menekankan, setiap penyadapan yang dilakukan penyidik seharusnya mendapat izin dari Dewas KPK.
"Tapi perlu memberitahukan," ujar Fatah.
Mendengar pendapat tersebut, tim pengacara Hasto, Febrie Diansyah, menggali maksud pernyataan itu. Febrie menanyakan, jika tidak ada izin Dewas KPK apakah penyadapan itu sah.
"Kalau tidak ada izin Dewas sah nggak bukti penyadapan itu?" tanya Febrie.
"Mungkin dalam konteks ini, kalau tidak menggunakan izin tersebut ya tidak sah," ucap Fatah.
Fatah menekankan, penyidik KPK sejatinya patuh dan tunduk dengan aturan yang mengatur proses penyadapan. Sehingga, alat bukti itu bisa digunakan secara sah.
"Kalo tidak ya berarti alat buktinya tidak bisa dipakai atau ada hal yang memang tidak bisa digunakan dalam persidangan. Tapi kalo ada justifikasinya dia bisa tetap dilanjutkan dalam proses persidangan," imbuhnya.
Adapun, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Hasto merintangi KPK yang ingin menangkap Harun Masiku, sehingga mengakibatkan buron sampai saat ini.
Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air, setelah KPK melakukan tangkap tangan kepada Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Hasto juga memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Upaya penangkapan terhadap Harun Masiku itu dilakukan setelah adanya dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta untuk Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Hasto memberikan suap ke Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Harun Masiku.
Uang tersebut diberikan Hasto Kristiyanto untuk Wahyu Setiawan, agar caleg Harun Masiku bisa dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1.
Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan dibantu oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Sebab, Agustiani memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.
Hasto didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a serta pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Tag: #saksi #ahli #sidang #hasto #sebut #hasil #penyadapan #harus #kantongi #izin #dewas