Soal Surat Usul Pemakzulan Gibran, HNW: Belum Dapat Undangan Membahasnya
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/6/2025).(KOMPAS.com/Rahel)
20:18
5 Juni 2025

Soal Surat Usul Pemakzulan Gibran, HNW: Belum Dapat Undangan Membahasnya

- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyebut bahwa pimpinan MPR menunggu arahan dan undangan dari Ketua MPR Ahmad Muzani terkait adanya surat usulan pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

"Kami paket pimpinan menunggu tentang kapan surat ini akan dibahas. Per hari ini kami belum mendapatkan undangan untuk membahas surat tersebut. Jadi, kita tunggu saja nanti pimpinan MPR diundang oleh ketua MPR untuk membahas surat tersebut," kata HNW di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Dia juga mengatakan, unsur pimpinan MPR juga akan menunggu arahan terkait rencana melakukan kalrifikasi ke Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

"Itu (klarifikasi) terserah Pak Ketua (Ketua MPR, Ahmad Muzani)," ujar HNW.

Namun, dia menjelaskan bahwa MPR baru bisa membahas perihal usulan pemakzulan tersebut ketika DPR RI sudah menggelar sidang terkait usulan itu.

Dia menyebut, proses pembahasan usulan pemakzulan masih panjang untuk bisa dibahas di MPR RI.

"Karena kalau apa pun keputusannya kan DPR dulu, setelah itu baru ke MK, MK balik ke DPR, DPR baru ke MPR. Jadi masih panjang itu ya," katanya.

Sebelumnya, HNW mengatakan bahwa surat usul pemakzulan Gibran sudah berada di meja Ketua MPR RI Ahmad Muzani.

Meski begitu, dia tak mengetahui apakah Muzani sudah membaca surat itu karena DPR/MPR RI saat ini sedang masuk masa reses atau berada di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

"Yang saya dengar sudah sampai di meja ketua MPR tapi sekarang lagi reses memang jadi kalau saya ada disini kan ada dapil saya di Jakarta," ujar HNW.

Surat Usulan

Diberitakan sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirim surat ke DPR dan MPR RI untuk segera memproses tuntutan pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka.

Surat tertanggal 26 Mei 2025 yang ditujukan ke Ketua MPR dan Ketua DPR itu tersebar di kalangan wartawan.

“Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” demikian bunyi surat tersebut.

Pada bagian akhir surat tertera tanda tangan empat purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio mengonfirmasi surat yang beredar tersebut.

Menurut dia, surat itu telah dikirimkan ke Sekretariat Jenderal (Sekjen) MPR dan DPR RI pada Senin, 2 Juni 2025.

“Ya betul sudah dikirim dari Senin. Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR, dan DPD,” ujar Bimo saat dihubungi pada 3 Juni 2025.

Bimo menegaskan bahwa surat tersebut meminta MPR dan DPR segera menindaklanjuti usulan pemakzulan Gibran dari posisi Wapres.

Dia juga menegaskan bahwa Forum Purnawirawan Prajurit TNI siap menjalani rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR RI untuk membahas usulan tersebut.

Aturan Pemakzulan

Diketahui, pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan Wapres diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Pasal 7A UUD 1945 hasil amandemen ketiga mengatur bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat: pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, serta jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

Kemudian, Pasal 7A tersebut juga mensyaratkan pemberhentian dalam masa jabatan harus ada usulan dari DPR ke MPR RI.

Pasal 7A UUD 1945 berbunyi, "Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.

Apalagi, Pasal 7B secara jelas telah mengatur alur dari proses pemakzulan tersebut yang harus melewati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dahulu.

Aturan mengenai pelibatan MK tersebut termaktub dalam Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”.

Dengan kata lain, sebelum diusulkan ke MK, DPR harus mengajukan ke MK terlebih dahulu untuk mendapatkan keputusan.

Namun, untuk diajukan ke MK, mayoritas fraksi atau 2/3 anggota DPR harus setuju.

Setelah ada putusan MK, baru DPR bisa mengusulkan ke MPR atau mengundang DPD, untuk mengadakan sidang MPR dengan syarat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota dan disetujui minimal 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Dalam sidang MPR itu, baru akan diputuskan bersalah dan dimakzulan. Hanya saja, ada aturan kuorum yang harus dipenuhi.

Ketentuan pemakzulan melalui MPR termaktub dalam Pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar”.

Tag:  #soal #surat #usul #pemakzulan #gibran #belum #dapat #undangan #membahasnya

KOMENTAR