Kejagung Ungkap Ada Tiga Tim yang Rintangi Kerjanya, Ada yang Bertugas Bikin Opini Sesat
Direktur Pemberitaan JAK TV sekaligus tersangka, Tian Bahtiar saat digiring ke mobil tahanan di depan Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025)()
05:14
22 April 2025

Kejagung Ungkap Ada Tiga Tim yang Rintangi Kerjanya, Ada yang Bertugas Bikin Opini Sesat

Kejaksaan Agung mengungkap para tersangka upaya perintangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi PT Timah hingga kasus ekspor crude palm oil (CPO) membagi tugas dalam tiga kelompok.

“Dalam perkembangan perkara ini setidaknya ada tiga kelompok fungsi yang dilakukan oleh tim kuasa hukum,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Para tersangka ini membagi tugas dalam kelompok yuridis, non-yuridis, dan social engineering.

“Dalam penanganan perkara terhadap perkara korporasi, tim yuridis bertugas mewakili korporasi dalam persidangan,” kata Harli.

Tim yuridis inilah yang menangani jalannya persidangan, termasuk menandatangani sejumlah berkas yang ada dalam proses hukum.

“Sedangkan tim social engineering bertugas untuk membentuk opini publik,” kata Harli.

Pembentukan opini publik ini dilakukan dengan berbagai upaya, mulai dari membiayai demonstrasi, membuat seminar, program TV, hingga konten-konten media sosial bernada negatif untuk menjatuhkan atau menghalangi Kejaksaan Agung.

“Sedangkan tim non-yuridis bertugas melakukan teknik-teknik yang bersifat di luar hukum, yang tentu dilakukan oleh Junaedi Saibih, Marcella Santoso, bersama-sama dengan Tian Bahtiar,” imbuh Harli.

Dalam konferensi pers ini, Kejagung belum menyebutkan berapa total jumlah orang yang terlibat di dalam tiga grup ini.

Namun, ada tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.

Para tersangka ini diduga melakukan perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.

Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.

Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.

Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.

Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.

Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.

Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.

Tag:  #kejagung #ungkap #tiga #yang #rintangi #kerjanya #yang #bertugas #bikin #opini #sesat

KOMENTAR