



Eko Patrio Sebut Korupsi Pertamina Coreng Kredibilitas BUMN, Minta Pengawasan Internal Diperketat
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR, Eko Hendro Purnomo atau yang akrab disapa Eko Patrio.
"Praktik ini tidak hanya merugikan masyarakat dan negara, tetapi juga mencoreng kredibilitas BUMN kita," kata Eko saat dikonfirmasi, Selasa (25/2/2025), dilansir Kompas.com.
Karena hal itu, menurut Eko, harus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh BUMN ke depannya, seperti penguatan pengawasan internal.
Jadi, sistem pengawasan di anak usaha BUMN harus diperketat sehingga menutup celah adanya praktik kecurangan seperti ini.
Selain itu, kata Eko, Pertamina juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Pertamina didorong untuk bisa lebih terbuka dalam melaporkan kebijakan dan operasionalnya, terutama terkait tata kelola bahan bakar.
"Kami di Komisi VI akan meminta laporan lebih detail mengenai mekanisme kontrol yang diterapkan selama ini dan mengidentifikasi kelemahan yang perlu diperbaiki," ujar Eko.
Eko juga menyampaikan bahwa perlu ada sanksi tegas untuk internal BUMN yang terlibat korupsi.
"Tidak hanya pihak eksternal atau pelaku lapangan yang harus disalahkan. Jika ada oknum di dalam BUMN yang terbukti terlibat, mereka juga harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera," kata Eko.
Ia mengatakan, Komisi VI DPR akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan mendorong Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan.
Eko ingin semua pihak yang terlibat diidentifikasi, baik itu pihak di tingkat manajemen maupun jaringan yang lebih luas.
"Siapa pun yang terbukti bersalah harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ujar dia.
Kejagung Tetapkan 7 Tersangka
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 tersebut.
Jadi, dalam kasus ini, Kejagung total menetapkan tujuh tersangka.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka setelah pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara.
Di mana, pada gelar perkara tersebut ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.
Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.
"Berdasarkan alat bukti tersebut tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Senin (24/2/2025) malam.
Akibat perbuatan tujuh tersangka itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp193,7 triliun.
Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka mereka kini ditahan selama 20 hari kedepan.
Berikut daftar ketujuh tersangka beserta perannya dalam kasus korupsi tersebut:
- RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina International
- YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- AP selaku Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International
- MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
- DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
- GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Dalam hal ini, Riva Siahaan bersama SDS dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
Sementara itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92).
Namun, sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah. Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92.
Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.
Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.
Dalam hal ini, negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi.
Sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN.
"Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun, yang bersumber dari berbagai komponen,” demikian keterangan dari Abdul Qohar, Senin (24/2/2025).
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com)
Tag: #patrio #sebut #korupsi #pertamina #coreng #kredibilitas #bumn #minta #pengawasan #internal #diperketat