WNI Korban TPPO Wafat di Kamboja, Keluarga Curhat Sulit Pulangkan Jenazah, Ini Respons Kemlu RI
Kejadian ini diceritakan ibunda Handi, Siti Rahmah.
Handi berangkat bekerja ke Kamboja pada 16 Mei 2024.
Tapi perusahaan tempatnya bekerja tidak diberitahukan ketika Handi masih di Indonesia.
Pada 16 Agustus 2024 pukul 11.00 WIB, Handi memberitahu ibundanya melalui Whatsapp bahwa ia mengalami sakit liver kronis dan menyampaikan ingin kembali ke Indonesia.
Namun, Handi tak bisa pulang karena upahnya tidak dibayarkan.
"Awalnya komunikasi kami tidak ada masalah, sampai saya mendapatkan kabar via phone dari anak saya kalau dia sedang sakit lambung/liver kronis pada tanggal 16 Agustus 2024 jam 11.00 WIB dan ingin pulang ke Indonesia. Namun karena gajinya tidak dibayar oleh perusahaan tempatnya bekerja, maka dia tidak mempunyai biaya untuk pulang," kata Siti, Rabu (11/9/2024).
Kemudian, beberapa waktu berselang Siti diberitahu adiknya yang diinfokan pemimpin tim perusahaan bahwa anaknya, Handi, sudah meninggal dunia dan jenazahnya berada di rumah duka Yim Undertaker Cambodia, Steung Meanchey Pagoda, Monireth Blve Nomor 217, Sangkat Steung Meachey, Khan Meanchey, Phnom Penh.
Usai menerima informasi itu, Siti mencari bantuan untuk mencari tahu cara memulangkan jenazah anaknya.
Teranyar, Siti baru tahu anaknya adalah korban tindakan pidana perdagangan orang (TPPO).
"Saya berusaha mencari bantuan ke mana-mana termasuk mencari tahu bagaimana cara memulangkan jenazah anak saya yang kemudian saya ketahui menjadi korban perdagangan orang," kata Siti.
Perihal itu, pada 19 Agustus dan 10 September, Siti mencoba menghubungi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk meminta bantuan pemulangan jenazah anaknya.
Namun kata Siti, jika ingin dibantu, pihak Kemlu RI memintanya membuktikan anaknya adalah korban perdagangan orang.
Jika tidak bisa dibuktikan, maka Siti diminta memulangkan jenazah anaknya dengan biaya pribadi, sebesar Rp 120-200 juta.
"Pihak Kemenlu mengatakan bahwa jika benar anak saya korban perdagangan orang maka saya harus bisa membuktikannya. Jika tidak bisa membuktikan bahwa anak saya korban perdagangan orang artinya saya tetap harus keluar biaya pribadi untuk memulangkan jenazah anak saya," ucapnya.
"Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebesar 120 juta sampai 200 juta rupiah ketika untuk makan saja susah?" lanjut dia.
Dia pun berharap pemerintah Indonesia dan otoritas terkait bisa membantu dirinya memulangkan jenazah anaknya dari Kamboja ke Indonesia.
Jawaban Kemlu RI
Melalui keterangan resmi, Kemlu RI melalui Direktorat Perlindungan WNI mengatakan mereka telah menerima pengaduan pemulangan jenazah Hindi tersebut.
Saat ini kasus sedang ditangani.
Berdasarkan keterangan otoritas Kamboja, Handi wafat akibat serangan jantung.
"KBRI Phnom Penh telah berupaya untuk menelusuri perusahaan tempat Handi bekerja selaku pihak yang harus bertanggung jawab memulangkan jenazah. Namun hingga saat ini perusahaan tidak dapat dihubungi," kata Kemlu RI.
Saat ini jenazah Handi masih tersimpan di Yim Funer House yang difasilitasi KBRI Phnom Penh.
Kemlu RI menegaskan terus berkomunikasi dengan keluarga dan berupaya memulangkan jenazah Handi sesuai prosedur, dan meminta perusahaan yang memberangkatkan Handi bertanggung jawab.
"KBRI terus berkomunikasi dengan keluarga dan mengupayakan pemulangan sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta sesuai dengan prinsip mengedepankan pihak-pihak yang bertanggung jawab," ucapnya.
Tag: #korban #tppo #wafat #kamboja #keluarga #curhat #sulit #pulangkan #jenazah #respons #kemlu