Tak Cuma di Kota Besar, Kekerasan Berbasis Gender Online Incar Perempuan
Diskusi Kolaboratif Program DFAT, Kemitraan Australia–Indonesia: INOVASI, INKLUSI, KONEKSI, dan SKALA yang bertemakan Dukung Penguatan Keamanan Digital bagi Perempuan dan Anak, yang digelar di Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025)(KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)
10:05
11 Desember 2025

Tak Cuma di Kota Besar, Kekerasan Berbasis Gender Online Incar Perempuan

- Kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) terhadap perempuan terus menunjukkan peningkatan dalam empat tahun terakhir.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa kasus-kasus ini tidak lagi hanya terjadi di kota besar dengan akses teknologi lebih baik, tetapi sudah menjalar hingga ke berbagai daerah di Indonesia.

Asisten Koordinator Resource Center Komnas Perempuan, Robby Kurniawan memaparkan bahwa tren tersebut tampak nyata dari laporan yang masuk setiap tahunnya.

Robby menjelaskan, laporan kasus KBGO yang diterima Komnas Perempuan menunjukkan grafik yang bergerak naik dalam empat tahun terakhir.

“Data Komnas Perempuan menujukkan adanya peningkatan jumlah laporan KBGO mulai tahun 2020 sampai 2024,” jelas Robby dalam Diskusi Kolaboratif DFAT: Dukung Penguatan Keamanan Digital bagi Perempuan dan Anak, yang digelar di Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025)

Pada 2020 terdapat 940 laporan. Jumlah ini melonjak menjadi 1.721 laporan pada 2021.

Meski pada 2022 sedikit menurun menjadi 1.697 kasus, angka tersebut kembali menunjukkan dinamika di tahun-tahun berikutnya, yakni 1.272 laporan pada 2023 dan kembali naik menjadi 1.791 laporan pada 2024.

Tren fluktuatif namun cenderung meningkat ini dinilai mencerminkan dua hal, yaitu semakin banyaknya korban yang berani melapor serta masih tingginya kerentanan perempuan terhadap kekerasan di ruang digital.

Ilustrasi perempuan menggunakan smartphone.Dok. Freepik/tirachardz Ilustrasi perempuan menggunakan smartphone.

Tidak hanya kota besar, laporan datang dari hampir semua provinsi

Salah satu temuan penting Komnas Perempuan adalah penyebaran kasus KBGO yang kini terjadi tidak hanya di kota besar. Dalam rentang 2022 hingga 2024, laporan yang masuk berasal dari hampir seluruh provinsi di Indonesia.

“Dari tahun 2022 sampai 2024, kami menerima laporan hampir dari seluruh provinsi di Indonesia, bukan hanya di kota-kota besar saja,” ujar Robby.

Hal ini menunjukkan bahwa akses teknologi di berbagai daerah turut membuka risiko kekerasan digital bagi perempuan, terlepas dari besarnya wilayah atau tingkat kemajuan infrastrukturnya.

Robby menegaskan bahwa pola penyebaran kasus ini harus menjadi perhatian serius, terutama bagi pemangku kebijakan yang fokus pada keamanan digital perempuan.

Kasus tinggi masih didominasi Jawa, tetapi daerah lain juga rentan

Meski laporan berasal dari banyak wilayah, beberapa provinsi masih mendominasi tingginya jumlah kasus. Ia menyebut sejumlah daerah dengan angka laporan tertinggi.

“Bisa dilihat ada Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah itu memang lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lain, tapi bukan berarti wilayah-wilayah di luar Jawa itu KBGO-nya tidak tinggi,” katanya.

Wilayah di luar Pulau Jawa tetap menghadapi ancaman yang tidak kalah besar. Namun kasusnya kerap tidak tercatat karena minimnya akses pelaporan, kurangnya informasi, serta ketimpangan infrastruktur digital.

Ketimpangan infrastruktur dan tantangan pelaporan

Menurut Robby, kesenjangan infrastruktur digital menjadi salah satu hambatan besar bagi korban di daerah untuk melaporkan kasus KBGO. Ia menekankan, proses pelaporan di wilayah dengan fasilitas terbatas sering kali lebih kompleks.

“Fakta data ini menunjukkan bahwa ada ketimpangan infrastruktur dan ketimpangan dalam proses pelaporan. Mereka juga mempunyai tantangan yang lebih berat sebenarnya untuk melaporkan KBGO,” ujarnya.

Ketimpangan ini menyebabkan banyak kasus tidak tercatat, sehingga angka riil kemungkinan jauh lebih besar daripada data yang terlapor.

Diskusi yang digelar DFAT tersebut merupakan kolaborasi empat program dalam Kemitraan Australia–Indonesia: INOVASI, INKLUSI, KONEKSI, dan SKALA. Keempat program ini mengambil peran penting dalam memperkuat keamanan digital bagi perempuan dan anak.

Kolaborasi ini disebut menghadirkan pendekatan yang saling melengkapi melalui koneksi pengetahuan dari komunitas, pemerintah, dan riset.

Tujuannya adalah mendorong partisipasi digital yang aman, inklusif, serta memberikan perlindungan lebih luas bagi perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan online.

Tag:  #cuma #kota #besar #kekerasan #berbasis #gender #online #incar #perempuan

KOMENTAR