



Cara Bijak Orangtua Menghadapi Anak yang Berkonflik dengan Temannya
Saat anak terlibat konflik atau berselisih dengan temannya, banyak orangtua cenderung bereaksi spontan; langsung marah, menyalahkan pihak lain, atau turun tangan tanpa memahami duduk persoalan secara menyeluruh.
Padahal, menurut psikolog Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., dari RS Dr. Oen Solo Baru, Jawa Tengah, sikap reaktif justru dapat menghambat anak belajar menyelesaikan masalah dan mengelola emosinya sendiri.
“Pertama-tama, orangtua perlu tenang secara emosional. Kalau ikut terbawa emosi, mereka tidak akan bisa bersikap objektif,” ujar Joko kepada Kompas.com (25/6/2025).
Jangan langsung menyalahkan
Salah satu kesalahan umum adalah orangtua hanya fokus pada apa yang terlihat di permukaan, bukan pada proses atau penyebab konflik.
Joko mencontohkan, ketika anak ditendang oleh temannya, reaksi spontan biasanya adalah marah kepada anak lain. Namun, setelah ditelusuri, ternyata anak sendirilah yang memicu pertengkaran.
“Kalau kita langsung bereaksi tanpa memahami konteks, itu artinya kita bersikap subjektif,” jelasnya.
Sikap seperti ini bisa memperkuat pola pikir anak bahwa dirinya selalu benar, sementara orang lain selalu salah. Anak pun kehilangan kesempatan untuk belajar introspeksi dan memahami konsekuensi dari tindakannya.
Anak butuh dukungan, bukan ledakan emosi
Saat anak mengalami kesulitan, orangtua sebaiknya hadir sebagai pendamping emosional, bukan sebagai pelindung yang reaktif.
“Dukung anak secara emosional bukan berarti menyalahkan pihak lain langsung. Katakan, ‘Saya tahu ini enggak nyaman buat kamu, tapi mari kita lihat dulu kejadiannya seperti apa. Kalau memang kamu salah, ya kita belajar bareng-bareng,’” kata Joko.
Dengan pendekatan seperti itu, anak tetap merasa dimengerti sekaligus belajar mengevaluasi diri tanpa merasa dihakimi.
Emosi orangtua membuat anak tak siap menghadapi tekanan
Ketika orangtua terlalu sering bereaksi secara emosional dan menyelesaikan semua masalah anak, maka anak kehilangan kesempatan untuk belajar berjuang sendiri.
“Kalau dari kecil sampai dewasa anak terbiasa dibela, saat menghadapi tekanan sendirian nanti dia bisa stres atau depresi. Karena tidak terbiasa struggling,” ujar dia.
Anak yang selalu dibela tanpa dievaluasi justru rentan tumbuh dengan mental yang tidak tangguh, tidak tahan kritik, dan sulit menyelesaikan masalah secara mandiri.
Peran orangtua bukan untuk menjadi “pembela tanpa syarat”, melainkan sebagai pendamping yang membantu anak memahami situasi dan mencari solusi.
Peran orangtua dalam menguatkan anak
Emosi orangtua bisa menjadi cermin yang kuat bagi anak dalam mengelola emosinya sendiri. Jika orangtua mudah marah, anak pun bisa belajar untuk reaktif.
Sebaliknya, jika orangtua menunjukkan ketenangan dan bersikap objektif, anak pun akan meniru cara berpikir dan menyikapi masalah dengan lebih dewasa.
“Maka penting bagi orangtua untuk reflektif. Emosi kita bukan hanya soal perasaan pribadi, tapi juga pembelajaran langsung bagi anak,” pungkas Joko.
Tag: #cara #bijak #orangtua #menghadapi #anak #yang #berkonflik #dengan #temannya