Kudus Asik Bangun Kesadaran Pengelolaan Sampah Berkelanjutan dari Rumah, Apa Strateginya?
Bakti Lingkungan Djarum Foundation gagas program Kudus Asik untuk pengelolaan sampah bersama Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025). (Reza/Suara.com)
10:10
24 Juni 2025

Kudus Asik Bangun Kesadaran Pengelolaan Sampah Berkelanjutan dari Rumah, Apa Strateginya?

Persoalan sampah tidak hanya menjadi tantangan kota-kota besar, tetapi juga daerah yang tengah berkembang pesat. Ketika jumlah penduduk meningkat dan konsumsi rumah tangga bertambah, timbunan sampah ikut melonjak.

Kunci dari pengelolaan sampah yang berkelanjutan justru terletak di tempat yang sering terlupakan, yakni dari rumah. Tanpa pemilahan sejak dari sumber, bahkan teknologi pengolahan tercanggih pun tak akan banyak berarti. Sebaliknya, perubahan pola pikir dan kebiasaan individu dalam memperlakukan sampah menjadi fondasi penting menuju lingkungan yang bersih dan sehat.

Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadapi masalah ini secara sistematis. Hingga 2024, berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Kabupaten Kudus mencatat timbulan sampah tahunan sebesar 159.650 ton—setara 4,5 persen dari total nasional. Pemerintah menargetkan sebagian besar sampah itu dapat terolah secara mandiri di desa-desa, tanpa bergantung penuh pada TPA.

Inilah yang menjadi alasan sejak 2018, Bakti Lingkungan Djarum Foundation bersama pemerintah daerah menginisiasi Pusat Pengolahan Organik (PPO) yang berfungsi mendaur ulang limbah organik dari pasar tradisional, rumah makan, hotel, hingga rumah tangga menjadi pupuk yang bermanfaat bagi pertanian.

Sebagai kelanjutan dari upaya tersebut, pada tahun 2022, diluncurkan gerakan digital Kudus ASIK (Apik Resik)—sebuah kolaborasi yang melibatkan komunitas, pemerintah, dan berbagai pemangku kepentingan. Gerakan ini bertujuan mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk menjadikan pemilahan sampah sebagai bagian dari rutinitas harian.

Salah satu tokoh yang aktif menyuarakan semangat ini adalah Isman Ridhwansah, seorang inspirator Kudus Asik. Lewat kegiatan dapur sehari-harinya, Isman menunjukkan bahwa sisa bahan makanan seperti minyak jelantah, kulit bawang, hingga ampas kopi bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang berguna.

“Kita bisa memulai kehidupan berkelanjutan dari hal-hal kecil di rumah tangga. Memilah sampah memang harus dipaksakan dulu, tapi begitu dijalankan, akan terasa gampang,” ujarnya di Taman Celosia, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (23/6/2025).

Gerakan ini tidak berdiri sendiri. Dukungan teknologi juga diberikan melalui penyediaan dua unit insinerator yang mulai dioperasikan di Desa Jati Kulon dan Kedungdowo. Alat ini didesain untuk mengolah sampah residu—yakni sampah anorganik tak bernilai seperti plastik kemasan dan popok—dengan memanfaatkan energi dari pembakaran itu sendiri, tanpa bahan bakar fosil.

Bantuan insinerator ini diserahkan oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) sebagai bagian dari kontribusi jangka panjang mereka terhadap pengelolaan sampah di Kudus. Sejak 2018, BLDF telah mendorong berbagai inisiatif pengelolaan limbah organik maupun anorganik, dengan harapan mampu mereduksi timbulan sampah ke TPA hingga 90 persen pada 2029.

“Kita (manusia) ini penghasil sampah. Kalau tidak dikelola dengan bijak, maka akan menjadi permasalahan yang serius. Saat ini gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) luar biasa, tetapi yang dikelola baru separuhnya. Sebagian lagi sudah dikelola oleh masyarakat dan
dengan bantuan BLDF,” kata Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus Abdul Halil.

Ia menambahkan, kapasitas dan komitmen yang dimaksud meliputi kemampuan 60 persen kepala keluarga (KK) di desa untuk memilah sampah secara mandiri. Juga, kehadiran akses dan fasilitas pengolahan sampah di desa yang memadai, sehingga dapat menampung residu sampah harian dari dusun lain.

Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, pun menyatakan bahwa pihaknya tidak hanya berfokus pada penambahan alat, tetapi juga pada pembangunan budaya baru di tengah masyarakat. Ia menyebut akan membuat edaran agar para ASN, penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) wajib ikut memilah sampah dari rumah.

Ia juga meminta setiap desa secara mandiri mengolah sampah sehingga mengurangi sampah yang dibuang di TPA. Sampah organik diarahkan untuk dijadikan kompos, sementara yang anorganik akan dipilah lagi mana yang bisa didaur ulang dan mana yang menjadi residu.

“Kudus ini kami dorong menjadi role model. Kalau masyarakat sudah bisa memilah sampah, maka persoalan pengelolaan sampah bisa selesai dari rumah, seperti yang dilakukan di desa Jati Kulon ini. Harapannya Kudus ini kita jadikan contoh baik bagi daerah-daerah lain,” ujarnya.

Namun, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Program BLDF, Jemmy Chayadi, keberhasilan teknologi tetap bergantung pada partisipasi masyarakat.

“Menggunakan alat secanggih apa pun, jika tidak ada perubahan pola pikir dan keterlibatan pribadi, tentu persoalan sampah tidak akan selesai,” tegasnya.

Editor: M. Reza Sulaiman

Tag:  #kudus #asik #bangun #kesadaran #pengelolaan #sampah #berkelanjutan #dari #rumah #strateginya

KOMENTAR