Gara-gara Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Dituduh Pemberontakan, Pengacara Sebut Penyelidikan Gila
Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan ini.
Jaksa penuntut kini telah mengumumkan upaya kedua untuk memanggil Yoon guna diinterogasi.
Dikutip dari Korea Herald, Pengacara Yoon, Seok Donghyun, mengkritik keras proses penyelidikan terhadap kliennya.
Dalam pernyataannya pada Selasa (17/12/2024), Seok menyebut penyelidikan ini sebagai "kegilaan", merujuk pada tuduhan pemberontakan yang dianggap tidak dapat dibuktikan.
Seok menegaskan Yoon akan mengajukan pendiriannya di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai mosi pemakzulan yang sedang berlangsung dan mengklaim proses hukum ini sangat tidak adil.
Seok juga mengungkapkan, Yoon akan menghadapi pengadilan dengan penuh percaya diri.
"Kami akan menanggapi secara terpisah proses Mahkamah Konstitusi dan investigasi yang sedang berlangsung," kata Seok.
Ketika ditanya mengenai panggilan kedua dari jaksa penuntut dan polisi, Seok menyatakan ketidakpuasannya atas langkah penyelidikan ini, yang dinilai tidak pantas, mengingat status Yoon sebagai presiden yang sedang menjabat.
"Apakah presiden akan datang dan pergi begitu saja setiap kali mereka memanggilnya?" ungkap Seok, menyoroti bagaimana penyelidikan ini dipandang sebagai langkah yang mengganggu stabilitas pemerintahan.
Dari Darurat Militer hingga Tuduhan Pemberontakan
Kasus ini bermula dari pernyataan darurat militer yang diterapkan pada Selasa (3/12/2024), yang memicu kekacauan di Majelis Nasional.
Unit khusus yang ditugaskan untuk menyelidiki pernyataan darurat militer ini dipimpin oleh Park Sehyun, Kepala Jaksa dari Kantor Kejaksaan Tinggi Seoul.
Jaksa penuntut menyatakan mereka telah mengirimkan panggilan kedua kepada Yoon untuk diinterogasi di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada Sabtu mendatang.
Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada Minggu (8/12/2024).
Dia dituduh melakukan pemberontakan serta penyalahgunaan wewenang dengan motif yang dianggap tidak konstitusional.
Jaksa menuduh Yoon secara tidak sah menyatakan darurat militer.
Lalu memerintahkan pengiriman pasukan militer ke Majelis Nasional, tindakan yang dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi.
Enam hakim yang menangani kasus pemakzulan Yoon dijadwalkan untuk bertemu pada Kamis (21/12/2024).
Di kesempatan tersebut, mereka akan membahas langkah-langkah hukum yang bakal diambil jika perintah pengadilan tidak dilaksanakan.
Pengadilan juga menegaskan, sidang mengenai pemakzulan ini tidak akan disiarkan langsung di televisi untuk menjaga ketertiban dan kelancaran proses persidangan.
Proses penyelidikan terhadap Yoon, yang melibatkan tuduhan pemberontakan dan penerapan darurat militer, membawa dampak signifikan bagi politik di Korea Selatan.
Dengan mosi pemakzulan yang terus berlangsung dan situasi yang semakin tegang, proses hukum ini berpotensi memengaruhi hubungan antara lembaga eksekutif.
Jika Yoon Suk Yeol Mangkir
Jika Yoon menentang panggilan kedua dari jaksa, pihak berwenang dapat mempertimbangkan opsi penangkapan.
Berdasarkan hukum pidana, jaksa penuntut dapat meminta surat perintah penangkapan jika terdapat alasan yang kuat untuk meyakini tersangka telah melakukan kejahatan dan menolak panggilan tanpa alasan yang sah.
Sebelumnya, jaksa telah menangkap mantan Menteri Pertahanan, Kim Yonghyun, dan mantan kepala kontraintelijen militer, Yeo Inhyung, pada Minggu (8/12/2024) dan Senin (9/12/2024), atas dugaan keterlibatan dalam pemberontakan terkait peristiwa darurat militer tersebut.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (16/12/2024), Yoon Suk Yeol menegaskan ia "tidak akan menghindari tanggung jawab hukum atau politik" terkait deklarasi darurat militer.
Pernyataan ini disampaikan menjelang pemungutan suara di parlemen mengenai pemakzulan dirinya.
Meskipun pemakzulan semakin mendekat, Yoon menyatakan ia siap menghadapi tantangan hukum ini dengan tegas.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Tag: #gara #gara #darurat #militer #yoon #yeol #dituduh #pemberontakan #pengacara #sebut #penyelidikan #gila