Brigade Al Qassam Gelar Operasi Penembakan di Ariel Tepi Barat, Sembilan Israel Roboh
Magen David Adom menambahkan, dari sembilan korban itu kondisi 3 di antaranya serius.
Adapun pelaku penyerangan dilaporkan bisa dilumpuhkan dengan tembakan hingga meninggal setelah beraksi.
"Radio Tentara Israel mengkonfirmasi bahwa lima orang terluka dalam penembakan di sebuah bus dekat Ariel, dua di antaranya dalam kondisi serius, dan menyebutkan bahwa pelaku serangan itu tewas," kata laporan Khaberni, Jumat.
Media Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau tentara Israel sedang mengejar pelaku kedua dalam operasi penembakan di dekat pemukiman Ariel “setelah membunuh pelaku pertama".
Pelaku penembakan terhadap sembilan warga Israel di Pemukiman Ariel di Tepi Barat, Jumat (29/11/2024) ditembak pasukan Israel.Identitas Pelaku, Anggota Brigade Al Qassam
Terkait insiden penembakan di Pemukiman Ariel, Tepi Barat, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan kalau mereka telah diberitahu tentang kematian Samer Muhammad Ahmed Hussein.
Pria berusia 46 tahun itu meninggal akibat peluru pasukan pendudukan Israel di dekat Salfit di Tepi Barat bagian utara.
"Hussein adalah pelaku operasi pemukiman “Ariel” yang mengakibatkan 9 pemukim terluka, termasuk 3 orang dalam bahaya," tambah laporan Khaberni.
Hussein berasal dari kota Ainabus, dekat Nablus.
Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Gerakan Perlawanan Islam Hamas, mengaku bertanggung jawab atas operasi tersebut.
Pendudukan Sepenuhnya Tepi Barat
Ini adalah insiden penembakan kesekian kalinya yang terjadi di Tepi Barat.
Rencana pendudukan Tepi Barat sepenuhnya oleh Israel dinilai menjadi satu di antara penyebab kian gencarnya penyerangan terhadap entitas dan warga Israel di Tepi Barat.
Seruan ini dilontarkan Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich.
Smotrich menyerukan agar Israel segera mencaplok Tepi Barat yang diduduki, memicu gelombang kecaman di seluruh dunia Arab .
Pada Senin (11/11/2024), Smotrich mengatakan dia menginstruksikan Divisi Pemukiman dan Administrasi Sipil Israel untuk memulai pekerjaan dasar infrastruktur untuk "menerapkan kedaulatan" di Tepi Barat.
Atas perintah ini, Israel secara vulgar menerapkan langkah-langkah aneksasi Tepi Barat menjadi wilayah pendudukan mereka sepenuhnya.
Aksi Israel ini memicu kemarahan dunia Arab.
Kementerian Luar Negeri Qatar menyebut seruan menteri Israel tersebut sebagai "pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional."
Pernyataan kementerian tersebut mengecam seruan tersebut sebagai "eskalasi berbahaya yang akan menghambat peluang perdamaian di wilayah tersebut, terutama dengan perang brutal yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan dampaknya yang mengerikan."
Qatar menyerukan kepada masyarakat internasional "untuk menentang keras kebijakan pemukiman, kolonial, dan rasis pendudukan, serta serangan berulang-ulang terhadap hak-hak Palestina, terutama kejahatan yang terus berlanjut di Tepi Barat."
"Pernyataan berulang Israel yang melanggar hukum dan resolusi internasional dengan jelas menunjukkan bahwa pendudukan adalah hambatan bagi segala upaya untuk mencapai perdamaian dan stabilitas" di kawasan tersebut," kata kementerian tersebut.
Kementerian Luar Negeri Mesir mengecam seruan Smotrich sebagai "pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional."
"Pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan ekstremis oleh seorang anggota pemerintah Israel jelas mencerminkan penolakan Israel untuk mengadopsi opsi perdamaian di kawasan tersebut," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan.
Adapun Yordania menyebut seruan menteri Israel sebagai "rasis" dan "ekstremis"
"Pernyataan Smotrich disebut sebagai "pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka dengan kedaulatan di sepanjang perbatasan 4 Juni 1967 dan ibu kotanya di Yerusalem yang diduduki," bunyi pernyataan sikap dan kecaman Yordania terhadap Israel.
Juni ini, Smotrich mengonfirmasi laporan dari The New York Times bahwa ia mempunyai "rencana rahasia" untuk mencaplok Tepi Barat dan menggagalkan segala upaya untuk menggabungkan wilayah tersebut ke dalam negara Palestina di masa mendatang.
Pada bulan Juli tahun ini, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan pendapat penting yang menyatakan pendudukan Israel selama puluhan tahun atas tanah Palestina sebagai "ilegal" dan menuntut evakuasi semua permukiman yang ada di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel KAN pada Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana untuk memperkenalkan kembali aneksasi Tepi Barat ke agenda pemerintahannya ketika Presiden terpilih AS Donald Trump menjabat.
Pada tahun 2020, Netanyahu berencana untuk "mencaplok" pemukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat dan Lembah Yordan, berdasarkan apa yang disebut rencana perdamaian Timur Tengah yang diumumkan oleh Trump pada bulan Januari tahun yang sama.
Wilayah yang direncanakan Netanyahu untuk dianeksasi saat itu mencakup sekitar 30 persen wilayah Tepi Barat. Namun, rencananya tidak diluncurkan karena tekanan internasional dan kurangnya persetujuan AS.
Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai "wilayah pendudukan" dan menganggap semua aktivitas pembangunan pemukiman Yahudi di sana sebagai ilegal.
Apa itu Tepi Barat?
Daerah kantong seluas 2.200 mil persegi — lebih besar dari Rhode Island, lebih kecil dari Luksemburg — yang telah diduduki militer Israel sejak 1967.
Daerah ini dihuni oleh 3 juta warga Palestina, dan hampir 700.000 pemukim Yahudi yang tinggal di komunitas yang dikenal sebagai "pemukiman," yang ilegal menurut hukum internasional.
Peta Tepi Barat.Mengapa disebut "Tepi Barat"?
Karena wilayah ini terletak di sepanjang tepi barat Sungai Yordan, yang sekarang menjadi perbatasan antara wilayah yang dikuasai Israel dan Kerajaan Yordania.
Tepi Barat dan Jalur Gaza dimasukkan sebagai bagian dari Negara Arab yang diusulkan PBB dalam rencananya tahun 1947 untuk membagi Palestina antara orang Arab dan Yahudi.
Penolakan Arab terhadap rencana tersebut, dan Perang Arab-Israel berikutnya pada tahun 1948, membuat Tepi Barat berada di bawah kendali Yordania.
Bagaimana Israel Memperoleh Kendali atas Tepi Barat?
Israel merebut wilayah tersebut dari Yordania pada tahun 1967, selama Perang Enam Hari.
Apa yang Terjadi Setelah itu?
Dengan dalih memperkuat pertahanannya terhadap serangan di masa mendatang oleh negara-negara tetangga Arabnya, Israel membangun ratusan permukiman Yahudi dan pos-pos permukiman tidak resmi dan ilegal di Tepi Barat.
Permukiman-permukiman ini, yang dilindungi dan didanai oleh pemerintah Israel, sering kali mencabut rumah-rumah warga Palestina dan seluruh desa.
Beberapa permukiman dihuni oleh orang-orang Yahudi yang sangat religius yang ingin tinggal di dekat tanah-tanah Yahudi kuno dan tempat-tempat suci di daerah tersebut.
Pemerintah Israel juga telah menggunakan undang-undang keamanan militer atau konservasi lingkungan untuk membatasi akses warga Palestina ke wilayah-wilayah yang luas di Tepi Barat.
Bersamaan dengan permukiman-permukiman tersebut, intervensi-intervensi ini telah mengubah wilayah-wilayah yang dihuni warga Palestina di Tepi Barat menjadi kepulauan daratan yang terdiri dari lebih dari 160 wilayah yang tidak bersebelahan.
Siapa yang Memerintah Tepi Barat?
Berdasarkan Perjanjian Oslo tahun 1990-an, yang dimaksudkan untuk membuka jalan menuju solusi dua negara, pemerintah yang disebut Otoritas Palestina (PA) memiliki beberapa kewenangan, termasuk fungsi kepolisian dan keamanan, atas pusat-pusat populasi Palestina di Tepi Barat.
Wilayah-wilayah ini dikenal sebagai Wilayah “A” dan “B.” Semua wilayah lainnya, yang dikenal sebagai “Wilayah C,” berada di bawah kendali Israel. Wilayah C mencakup lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat.
Siapa yang mengendalikan Otoritas Palestina saat ini?
Partai Fatah yang nasionalis sekuler, pesaing utama Hamas, memerintah PA dan telah mengakui Israel sejak tahun 1990-an.
Presiden PA adalah Mahmoud Abbas, yang dikenal dengan julukannya "Abu Mazen." Pemilihan umum tidak pernah diadakan sejak tahun 2006, ketika kemenangan tipis Hamas menyebabkan perang singkat antara Fatah dan Hamas. Ketika perang berakhir, Hamas berkuasa di Gaza, sementara Fatah mempertahankan kekuasaannya di Tepi Barat.
Bisakah warga Palestina bergerak bebas melalui Tepi Barat? Tidak, mereka harus melewati sejumlah pos pemeriksaan permanen atau sementara di sepanjang jalan utama yang menghubungkan wilayah Palestina. Pemukim Yahudi memiliki akses ke jalan dan infrastruktur mereka sendiri, yang tidak boleh digunakan oleh warga Palestina.
Pasukan pendudukan Israel mundur dari Kamp Balata, Kota Nablus, Tepi Barat setelah menyerbu kota tersebut, November 2023. (Al Mayadeen)Bisakah warga Palestina dari Tepi Barat memasuki Israel?
Ya, tetapi mereka harus memiliki izin khusus, yang sering dikaitkan dengan pekerjaan — pekerja harian di Israel merupakan sumber pendapatan utama bagi ekonomi Tepi Barat.
Pada tahun 2002, dengan alasan masalah keamanan setelah gelombang bom bunuh diri pada tahun 1990-an dan pemberontakan yang disertai kekerasan terhadap pendudukan yang dimulai pada tahun 2000, Israel mulai membangun "tembok pemisah" sepanjang 440 mil dengan Tepi Barat.
Siapa yang membiayai pengelolaan Tepi Barat?
Israel mendanai wilayah-wilayah yang dikuasainya. Israel juga mengumpulkan pendapatan pajak atas nama Otoritas Palestina, dan memiliki kewenangan untuk secara sepihak menahan pendapatan ini dari PA jika diinginkan.
(oln/khbrn/*)
Tag: #brigade #qassam #gelar #operasi #penembakan #ariel #tepi #barat #sembilan #israel #roboh