Isi Percakapan Putra Mahkota Arab Saudi dan Presiden Iran, Genosida Israel Bikin 2 Negara Berbaikan?
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian. 
11:10
11 November 2024

Isi Percakapan Putra Mahkota Arab Saudi dan Presiden Iran, Genosida Israel Bikin 2 Negara Berbaikan?

- Presiden Iran, Masoud Pezeshkian dilaporkan mengadakan percakapan telepon dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman pada Minggu (10/11/2024).

Dalam perbincangan itu, Pezeshkian memuji para pejabat Saudi karena mengadakan pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di tengah perang genosida Israel.

Presiden Iran Masoud Pezeshkian juga mengatakan kalau dia tidak dapat menghadiri KTT Kedua OKI pekan ini di ibukota Arab Saudi, Riyadh “karena jadwal sibuknya,” kantor berita yang dikelola pemerintah Iran, IRNA melaporkan.

Pezeshkian berbicara melalui telepon dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman tentang hubungan bilateral, dengan kedua pemimpin menyatakan harapan bahwa kerja sama antara negara mereka “dipromosikan lebih lanjut,” katanya.

Dia mengatakan wakil presidennya, Mohammad Reza Aref, akan menghadiri pertemuan dan meyakinkan bahwa “pertemuan itu, berkat kehati-hatian putra mahkota Saudi, akan menghasilkan hasil nyata yang bertujuan untuk menghentikan kejahatan rezim Zionis (Israel)  di Gaza dan Lebanon.”

Adapun Mohammed Bin Salman berterima kasih kepada Pezeshkian atas panggilan itu, mengatakan dia memahami situasinya, dan berharap kesuksesan “saudara-saudara kami di Iran”.

Hubungan Saudi-Iran “pada titik balik bersejarah,” kata bin Salman, menyatakan harapan bahwa hubungan bilateral akan dipromosikan ke tingkat tertinggi.


Pada Oktober. 30, Arab Saudi menyerukan pertemuan puncak tindak lanjut Arab-Islam bersama di ibukotanya Riyadh pada November. 11 untuk mengatasi agresi Israel yang sedang berlangsung terhadap wilayah Palestina dan Lebanon serta perkembangan saat ini di wilayah tersebut.

Kementerian Kesehatan Palestina menjelaskan jutaan warga Gaza terancam terkena epidemi Hepatitis A imbas kepadatan luar biasa yang terjadi di kamp pengungsian pasca warga Gaza mulai  mengungsi secara besar-besaran. Kementerian Kesehatan Palestina menjelaskan jutaan warga Gaza terancam terkena epidemi Hepatitis A imbas kepadatan luar biasa yang terjadi di kamp pengungsian pasca warga Gaza mulai mengungsi secara besar-besaran. (aawsat)

Genosida Israel Awal Dua Negara Berbaikan?

Perang Gaza dan aksi genosida Israel pada konflik itu tampaknya menjadi topik 'pemersatu' yang menjadi fokus Iran dan Arab Saudi dalam konteks komunikasi pemimpin dua negara tersebut.

Iran dan Arab Saudi jelas terlihat ingin melanjutkan pemulihan hubungan mereka secara hati-hati.

Setelah kedua rival lama ini semakin dekat satu sama lain untuk pertama kalinya pada musim semi 2023 di bawah mediasi Cina, mereka sekarang ingin makin memperdalam hubungan baru mereka.

Hal ini antara lain ditunjukkan dengan pernyataan Iran beberapa hari lalu yang akan menggelar latihan angkatan laut bersama dengan Arab Saudi. Namun tanggalnya belum diumumkan.

Kunjungan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi ke Riyadh pada awal Oktober juga mengindikasikan semakin dalamnya hubungan itu. Abbas Araghchi antara lain bertemu dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MbS).

Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman dan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

Masa Lalu yang Sulit

Hubungan kedua negara selama ini memang dipenuhi ketegangan - terutama sejak revolusi Iran pada tahun 1979.

Ketegangan ini pada awalnya, antara lain, berasal dari pemahaman yang berbeda secara fundamental mengenai peran politik agama: Iran mempraktikkan pemahaman sosial-revolusioner tentang Islam setelah Revolusi Islam 1979 dan, antara lain, memposisikan dirinya sebagai kekuatan utama.

Iran adalah penganut Islam Syiah.

Sebaliknya, kerajaan Saudi penganut Islam Sunni dan mengandalkan agama untuk mempertahankan kekuasaan.

Mereka mendasarkan klaimnya atas kepemimpinan di wilayah tersebut sebagai "penjaga” tempat-tempat suci di Mekah dan Madinah.

Perbedaan posisi ini menjadi jelas selama periode Musim Semi Arab (Arab Spring) pada tahun 2011.

Pada saat itu, Riyadh khawatir bahwa Iran dapat mendorong gerakan protes di Semenanjung Arab, dan memanfaatkan itu untuk kepentingannya sendiri.

Kedua negara juga secara tidak langsung terlibat dalam konflik di Yaman, di mana milisi radikal Syiah Houthi mencoba menggulingkan pemerintahan Presiden Yaman Abed Rabbo Mansur Hadi dan dalam prosesnya menaklukkan sebagian besar wilayah negara di bawah kendalinya.

Sementara Iran mendukung Houthi, Arab Saudi membantu pemerintah Yaman dengan memimpin koalisi yang sebagian besar terdiri dari negara-negara Sunni.

"Dari sudut pandang Saudi, pemulihan hubungan saat ini memiliki beberapa keuntungan," kata Sebastian Sons, pakar negara-negara Teluk di lembaga pemikir Carpo yang berbasis di Bonn.

Setelah serangan Iran terhadap fasilitas minyaknya tahun 2019, masyarakat di Riyadh menyadari bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya bergantung pada Amerika Serikat dan bahwa mereka harus menyelesaikan sendiri masalah dengan Iran.

Kepentingan Iran dan Arab Saudi

"Iran juga punya kepentingan tertentu dengan mendekatkan diri ke Riyadh," kata Hamidreza Azizi, pakar Iran di Yayasan Politik SWP di Berlin dalam wawancara dengan DW.

Pertama-tama, Iran berkepentingan untuk meredam dampak sanksi Barat dan memperbaiki perekonomiannya.

"Situasi ekonomi tentu saja menambah tekanan pada reputasi rezim. Rakyat Iran meragukan kemampuan rezim untuk memerintah negara secara efektif,” kata Azizi.

Iran juga prihatin dengan masalah keamanannya. Bahkan sebelum pemulihan hubungan antara Israel dan Arab Saudi, yang terjadi melalui penengahan Cina, masyarakat di Teheran khawatir karena konflik dengan Israel semakin meruncing.

Tapi Arab Saudi juga tidak tertarik berkonflik dengan Israel atau memberikan kesan bahwa mereka berpaling dari Barat.

"Riyadh tidak ingin dimasukkan ke dalam kubu mana pun, namun berupaya mencapai otonomi strategis,” kata Sebastian Sons dari Carpo.

Secara umum, Arab Saudi ingin dianggap sebagai pembangun jembatan. Kerajaan Saudi menawarkan dirinya sebagai mediator yang tetap berhubungan dengan semua aktor lainnya.

"Qatar menjalankan fungsi serupa. Meskipun Arab Saudi secara tradisional lebih tertutup, kini tampaknya mereka memposisikan diri sebagai aktor yang menjaga agar saluran komunikasi dengan Teheran tetap terbuka,” kata Sons.

Hamidreza Azizi juga berpendapat serupa. Meningkatkan hubungan Iran-Saudi dapat mendorong stabilitas jangka panjang di seluruh kawasan. Masyarakat di Teheran "tampaknya memahami bahwa pemulihan hubungan adalah demi kepentingan semua orang yang terlibat."

 

(oln/anews/mna/dw/*)

Tag:  #percakapan #putra #mahkota #arab #saudi #presiden #iran #genosida #israel #bikin #negara #berbaikan

KOMENTAR