Mengapa Amerika Serikat Keluarkan Undang-undang Larangan TikTok?
Logo aplikasi TikTok. 
14:10
18 Maret 2024

Mengapa Amerika Serikat Keluarkan Undang-undang Larangan TikTok?

Mengapa Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang melarang TikTok?

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada hari Rabu (13/3/2024) menyetujui RUU yang dapat memaksa pemilik aplikasi asal Tiongkok, ByteDance untuk melakukan divestasi.

Dikutip dari laman resmi OCBC, divestasi adalah kebalikan dari investasi, yaitu penarikan dana dari proyek dengan tujuan tertentu.

Undang-Undang Perlindungan Orang Amerika dari Aplikasi Terkendali Musuh Asing disahkan dengan dukungan bipartisan yang luar biasa, menerima 352 suara mendukung, dan hanya 65 suara menentang.

Gedung Putih menyatakan dukungan terhadap RUU tersebut, Al Jazeera melaporkan.

Presiden AS, Joe Biden mengatakan dia akan menandatanganinya jika RUU tersebut telah mendapat persetujuan Kongres.

Sebagian besar anggota DPR berpendapat bahwa TikTok memungkinkan pemerintah Tiongkok mengakses data pengguna dan mempengaruhi warga AS melalui algoritma adiktid dari platform populer tersebut.

Namun, mungkin upaya tersebut tidak akan semulus yang direncanakan.

Gedung Putih harus berhadapan dengan 170 juta pengguna TikTok di AS, serta kelompok kebebasan sipil dan hak-hak digital.

Mereka menyebut bahwa larangan itu akan melanggar kebebasan berpendapat.

Di satu sisi, RUU tersebut masih menghadapi kendala, termasuk persetujuan Senat AS hingga majelis tinggi legislatif AS.

Anggota DPR Mike Gallagher, yang mengetuai House Select Committee on China dan merupakan sponsor utama RUU bipartisan dari Partai Republik, menyatakan bahwa RUU tersebut tidak berarti pelarangan aplikasi berbagi video.

“Apa yang kami kejar adalah, ini bukan larangan, ini pemisahan paksa,” kata Gallagher kepada NPR.

“Pengalaman pengguna TikTok dapat terus berlanjut dan meningkat selama ByteDance bukan pemilik perusahaan tersebut," paparnya.

Mengapa AS ingin ByteDance melakukan divestasi dari TikTok?

Perebutkan TikTok bisa dibilang pertarungan terbaru dalam persaingan AS-Tiongkok dan upaya Washington untuk menggagalkan potensi kampanye pengaruh asing.

Dalam kasus TikTok, legislator AS khawatir bahwa ByteDance dapat dikontrol secara diam-diam oleh Partai Komunis Tiongkok.

Namun, ByteDance sudah menyampaikan bantahan terhadap tuduhan bahwa mereka membagikan data sensitif pengguna kepada pemerintah Tiongkok.

“ByteDance tidak dimiliki atau dikendalikan oleh pemerintah Tiongkok," tegas CEO TikTok, Shou Chew dalam kesaksiannya di depan Kongres pada bulan Maret.

"Ini adalah perusahaan swasta,” terangnya.

Jika diingat lagi, regulator Tiongkok punya sejarah dalam menindak perusahaan teknologi dalam negeri.

Beijing juga terkenal karena menyensor konten yang sensitif secara politik dan membatasi pengguna mengakses media sosial dan situs Barat dengan “Great Firewall”.

Wakil Komite Intelijen Senat dari Partai Republik, Marco Rubio sempat mengungkapkan kekhawatiran ini pekan ini.

Ia mengatakan di hadapan sidang tahunan tentang “penilaian ancaman di seluruh dunia bahwa setiap perusahaan di Tiongkok dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok – termasuk ByteDance."

“Mereka kebetulan mengendalikan sebuah perusahaan yang memiliki salah satu algoritma kecerdasan buatan terbaik di dunia," ucapnya.

" Itu yang digunakan TikTok di negara ini, dan menggunakan data orang Amerika untuk membaca pikiran Anda dan memprediksi video apa yang ingin Anda tonton,” katanya.

TikTok mengatakan pelarangan platform media sosial merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat bagi jutaan orang Amerika.

Pada tahun 2020, pemilik aplikasi kencan gay populer di Tiongkok terpaksa menjual aplikasi tersebut seharga $600 juta karena kekhawatiran keamanan nasional bahwa data aplikasi tersebut dapat digunakan untuk memeras orang Amerika.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Editor: Wahyu Gilang Putranto

Tag:  #mengapa #amerika #serikat #keluarkan #undang #undang #larangan #tiktok

KOMENTAR