Analis Top Sebut Langkah Rp 1.199 Triliun Netflix Mengakuisisi Warner Bros Berakar pada Persaingan Teknologi dengan Google
Greg Peters, Co-CEO Netflix, saat berbicara dalam acara Bloomberg Screentime di Los Angeles pada 8 Oktober 2025. (Fortune)
23:03
8 Desember 2025

Analis Top Sebut Langkah Rp 1.199 Triliun Netflix Mengakuisisi Warner Bros Berakar pada Persaingan Teknologi dengan Google

Akuisisi Netflix terhadap Warner Bros senilai 72 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.199 triliun pada kurs Rp16.660 per dolar AS, dinilai para analis sebagai manuver yang bergerak jauh melampaui persoalan film dan serial.

Menurut laporan Fortune, sejumlah analis Wall Street melihat langkah ini sebagai bagian dari persaingan teknologi tingkat tinggi yang kini menentukan arah industri hiburan global.

Dalam wawancara dengan Fortune, Melissa Otto, Kepala Riset di S&P Global Visible Alpha, menekankan bahwa inti persoalan bukan lagi berkutat pada industri perfilman Hollywood.

Dia menjelaskan, “Pertanyaan paling menentukan bagi masa depan konten adalah siapa yang mampu mengendalikan video premium dalam skala besar, terutama ketika AI generatif semakin sering menciptakan, mengolah ulang, dan mempersonalisasi gambar bergerak.”

Otto menilai bahwa menyimpulkan langkah Netflix sebagai sekadar “akhir industri hiburan Hollywood” justru menutupi dimensi strategis yang jauh lebih besar. Otto menambahkan bahwa akuisisi ini harus dibaca dalam konteks kompetisi teknologi global.

Dia menuturkan bahwa “yang terjadi saat ini adalah pertarungan teknologi, dan pesaing utama Netflix sesungguhnya adalah Google,” merujuk pada agresivitas Google membangun chip TPU serta infrastruktur komputasi untuk video berbasis AI. Dalam pandangannya, Netflix semakin bergerak sebagai perusahaan teknologi hiburan, bukan hanya produsen konten.

Masih dalam penjelasannya, Otto menyoroti peran chip TPU dalam percepatan video generatif. Dia mengatakan, “Chip TPU punya kemampuan yang sangat efektif untuk pemrosesan video dalam konteks AI generatif,” seraya menjelaskan bahwa chip tersebut dapat mengubah representasi matematis menjadi visual bergerak dengan efisiensi tinggi. Dia menilai kemampuan ini sebagai alasan mengapa skala data dan konten menjadi kunci kompetisi jangka panjang.

Selain itu, Otto menyebut bahwa kepemilikan atas katalog konten Warner Bros memberi Netflix posisi strategis. Menurutnya, gabungan aset itu menjadi “bahan bakar bagi fase baru hiburan berbasis AI,” karena waralaba besar seperti DC, Harry Potter, dan IP klasik lain dapat dimanfaatkan sebagai basis pelatihan model AI generatif. Dia menilai langkah ini sebagai bentuk perlindungan strategis Netflix dalam menghadapi percepatan inovasi global.

Namun sejumlah analis melihat risiko finansial yang tidak kecil. Dave Novosel, analis obligasi senior di Gimme Credit, menyampaikan kepada Fortune bahwa “Netflix kini menanggung hampir 11 miliar dolar AS utang tambahan, dan pada level sekarang mereka membayar valuasi lebih dari 25 kali EBITDA yang—dalam ukuran apa pun—tergolong sangat tinggi.”

Menurutnya hanya jika sinergi tercapai secara optimal, rasio itu dapat turun mendekati 15 kali, namun hal tersebut belum dapat dipastikan.

Novosel menambahkan bahwa kondisi keuangan Netflix kini harus dikelola dengan presisi. Dalam pernyataannya, dia menyebut, “Ruang gerak perusahaan untuk melakukan kesalahan sangat terbatas,” terutama pada fase awal integrasi Warner Bros. Pernyataan ini menimbulkan kewaspadaan di kalangan investor terkait tekanan jangka pendek.

Namun, dari pihak manajemen, optimisme tetap kuat. Co-CEO Netflix, Greg Peters, menilai bahwa kegagalan merger media di masa lalu tidak relevan untuk menyimpulkan prospek transaksi ini.

Dia mengatakan bahwa “setiap kesepakatan harus dipahami dalam konteksnya masing-masing” dan menegaskan bahwa Netflix memiliki “landasan strategis yang jelas mengenai bagaimana aset Warner Bros akan mempercepat strategi jangka panjang perusahaan.” Menurutnya, Netflix sudah memiliki sistem monetisasi global yang matang sebelum memasuki akuisisi besar ini.

Kendati demikian, proses menuju transformasi tersebut tidak akan berlangsung cepat. Integrasi dua perusahaan besar, potensi hambatan regulasi, serta beban utang jangka panjang tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi.

Namun bagi banyak analis teknologi, arah kompetisinya sudah jelas, bahwa pertarungan masa depan bukan hanya soal film laris, tetapi tentang siapa yang mengendalikan algoritma, chip, dan teknologi video generatif yang akan menentukan ekosistem hiburan global. (*)

Editor: Siti Nur Qasanah

Tag:  #analis #sebut #langkah #1199 #triliun #netflix #mengakuisisi #warner #bros #berakar #pada #persaingan #teknologi #dengan #google

KOMENTAR