Serangan DBD Kedua Bisa Lebih Berbahaya, Dokter Ungkap Penyebabnya
Ilustrasi DBD. (Dok. JawaPos)
06:06
18 Juni 2025

Serangan DBD Kedua Bisa Lebih Berbahaya, Dokter Ungkap Penyebabnya

-Serangan demam berdarah dengue (DBD) tak berhenti satu kali saja. Bahkan, infeksi kedua bisa jauh lebih berbahaya. Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Jawa Barat, Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A (K).

Dia mengingatkan bahwa virus dengue memiliki empat serotipe. Itu berarti, seseorang yang pernah terinfeksi tetap berisiko terserang kembali oleh serotipe berbeda. Kondisi ini bisa berujung pada gejala yang lebih berat.

“Seseorang dapat terinfeksi virus dengue lebih dari sekali, dan infeksi kedua berisiko lebih parah,” ujar Anggraini Alam, Selasa (17/6).

Peringatan ini menjadi sangat penting di tengah tingginya kasus DBD di Indonesia. Berdasar data Kementerian Kesehatan, hingga pertengahan Mei 2025 sudah ada 56.269 kasus DBD dengan 250 kematian tersebar di berbagai daerah. Sementara tahun 2024 mencatat rekor tertinggi kedua dalam sejarah dengan 257.455 kasus dan 1.461 kematian.

Melihat data ini, dr. Anggraini menegaskan perlunya strategi pengendalian yang lebih serius.

“Riwayat pernah terjangkit tidak membuat seseorang kebal. Karena itu, pengendalian vektor dan penguatan daya tahan tubuh melalui inovasi seperti Wolbachia dan vaksinasi sangat penting,” tambah Anggraini Alam.

Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht juga menyoroti ancaman dengue yang tidak mengenal musim.

“Dengue berdampak luas. Bukan hanya tercermin dari angka kasus, tetapi juga dalam hilangnya produktivitas karena perawatan, baik bagi pasien maupun anggota keluarga. Di balik data, ada cerita kehilangan orang-orang tercinta yang tidak tercatat dalam statistik,” ujar Andreas Gutknecht.

Dia mengingatkan masyarakat bahwa dengue bisa menyerang siapa saja, kapan saja, tanpa pandang usia atau lokasi tinggal.

“Kami memanfaatkan momentum ASEAN Dengue Day untuk terus mengingatkan bahwa dengue masih mengancam dan mengintai kita setiap waktu,” lanjut Andreas.

Dia mengatakan, pihaknya menunjukkan dukungannya terhadap upaya pencegahan dengue melalui kerja sama dengan IDAI Cabang Jawa Barat dalam seminar bertema Strengthen the Role of Healthcare Workers: Together We Fight Dengue. Acara ini menyasar dokter spesialis anak dari seluruh Indonesia untuk memperkuat peran tenaga medis sebagai garda terdepan pengendalian dengue.

Sementara itu, Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A (K), MCTM (Trop Ped), salah satu pembicara seminar, mengangkat pentingnya vaksinasi dalam mencegah penyakit.

“Penggunaan vaksin bukan hal baru. Vaksin pertama dikembangkan pada tahun 1796 untuk cacar, dan sejak itu vaksin telah menyelamatkan jutaan nyawa tiap tahun,” jelas Djatnika Setiabudi.

Meski vaksin tidak membuat seseorang kebal total, dia menegaskan bahwa imunisasi dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit dan mencegah penularan di masyarakat.

“Seseorang yang telah divaksinasi tidak hanya melindungi dirinya, tetapi juga orang-orang di sekitarnya,” ungkap Djatnika Setiabudi.

Senada, Prof. Dr. Edi Hartoyo, dr., Sp.A (K), juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara endemik dengue dengan angka kasus tertinggi di Asia.

“Beberapa penelitian menunjukkan dengue yang parah dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk usia, dengan peningkatan risiko di kalangan anak-anak yang lebih muda,” tutur Edi Hartoyo.

Dia menyebut, data Kemenkes menunjukkan 73 persen kasus terjadi pada kelompok umur 5–44 tahun, dengan proporsi kematian tertinggi 49 persen pada kelompok 5–14 tahun.

“Dibutuhkan pencegahan yang komprehensif agar kita dapat terhindar dari risiko dengue parah dan kematian,” tegas Edi Hartoyo. 

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #serangan #kedua #bisa #lebih #berbahaya #dokter #ungkap #penyebabnya

KOMENTAR