Ombudsman Duga Mayoritas Pengusaha Importir Bawang Putih Mangkir dari Kewajiban Tanam
- Ombudsman RI menduga mayoritas perusahaan importir bawang putih yang mengajukan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) ke Kementerian Pertanian namun menolak kewajiban menanam sebagai syaratnya.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatima mengungkapkan, ada lebih dari 50 persen perusahaan importir lebih memilih untuk mendirikan perusahaan baru daripada memilih untuk melakukan wajib tanamnya. Berdasarkan data yang dimilikinya tercatat ada sebanyak 210 perusahaan importir yang mengajukan RIPH ke Kementan.
Untuk diketahui Kementan mensyaratkan RIPH sebagai salah satu syarat impor produk hortikultura, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020. RIPH adalah keterangan tertulis yang menyatakan produk hortikultura memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.
Sedangkan wajib tanam bawang putih merupakan salah satu bentuk kewajiban importir untuk melakukan pengembangan komoditas bawang putih dalam negeri yang merupakan komoditas strategis, pasca terbitnya RIPH.
“ Saya enggak hitung spesifiknya. Tapi yang penting (50 persen dari perusahaan importir) ada,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Yeka menjelaskan yang menjadi penyebab mengapa pengimpor lebih memilih membuka perusahaan baru daripada melakukan wajib tanam adalah karena biaya cost untuk wajib tanam jauh lebih besar daripada membuka perusahaan baru.
Berdasarkan hitung-hidungnya biaya untuk membuka perusahaan baru mencapai Rp 13 juta sementara biaya untuk wajib tanam paling sedikitnya Rp 1,4 miliar. “Jadi bisa kebayangkan, daripada mengeluarkan Rp 1,4 miliar lebih baik Rp 13 juta,” ungkap Yeka.
Oleh sebab itu menurut Yeka, kebijakan wajib tanam itu merupakan syarat yang tidak tepat dalam meningkatkan produksi bawang putih.
Dia pun meminta pemerintah bisa mempertimbangkan kewajiban menanam sebagai syarat pengajuan impor bawang putih. Sebab berdasarkan hasil investigasi Ombudsman pun dalam proses penerbitan RIPH saja ditemukan 4 maladmintrasi penerbitan RIPH bawang putih.
Di antaranya adalah ditemukan pemberian dana biaya tanam bawang putih dari importir yang jumlahnya kurang dari kebutuhan petani, ditemukannya adanya pengurusan wajib tanam bawang putih oleh importir melalui oknum calo hingga adanya dugaan praktik pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih.
“Jadi memang kami melihat wajib tanam itu gagal dalam meningkatkan produksi bawang putih,” katanya.
Dia pun mencontohkan daripada pemerintah mewajibkan pengimpor untuk menanam bawang putih, lebih baik dilakukan Corporate Social Responbility (CSR) kepada petani ataupun digantikan dengan pemberian dana untuk biaya riset.
“Misal dana untuk wajib tanam tadi itu Rp 1,4 miliar dipakai saja sama perusahaan untuk CSR atau riset. Kan sejauh ini kita masih sedikit untuk riset, ada lembaga yang buat riset bagaimana cara membuat bibit bawang putih yang bagus. Nah saya nykin 2-3 tahun kita bisa punya bibit bawang putih yang bagus dan enggak impor lagi kan enak,” pungkasnya.
Sebelumnya Ombudsman telah melakukan investigasi atas prakarsa sendiri yang merupakan tindak lanjut dari Laporan Akhir Hasil Pmeriksaan (LAHP) yang telah diterbitkan Ombudsman RI mengenai Maladministrasi Pemberian Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih, pada 17 Oktober 2023.
Hasil dari Investigasi ini nantinya Ombudsman akan memberikan saran dan tindakan korektif kepada pemerintah guna peningkatan kualitas layanan penerbitan dan pelaksanaan RIPH bawang putih.
Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan keterangan pelapor, hasil pemantauan lapangan, dan data-data pendukung dari instansi terkait, Ombudsman menemukan adanya beberapa gejala permasalahan pelayanan publik dalam pelayanan penerbitan dan pengawasan RIPH mulai dari adanya pungli, adanya pengurusan wajib tanam bawang putih oleh importir melalui oknum calo hingga penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan Pemerintah.
“Hasil pemantauan Ombudsman di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung, biaya tanam bawang putih per hektar per musim tanam adalah Rp 70 juta. Namun sejumlah importir hanya memberikan dana biaya tanam kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp 15 juta - Rp 20 juta," terang Yeka dalam jumpa pers, Rabu (8/11/2023).
Tag: #ombudsman #duga #mayoritas #pengusaha #importir #bawang #putih #mangkir #dari #kewajiban #tanam