Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Fintech dengan Transparansi dan Literasi
- Industri teknologi finansial (fintech) terus berbenah. Tata kelola (governance) dan inklusi menjadi fokus utama Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Sehingga mampu menjawab tantangan pasar, khususnya meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Pandu Patria Sjahrir menekankan masalah tata kelola (governance) dan literasi merupakan fokus utama dalam industri fintech. Meski, pertumbuhannya terbilang pesat dalam beberapa tahun belakangan ini. Sejalan dengan fokus asosiasi bersama perusahaan penyelenggara pada akuisisi pelanggan dan pemasaran.
"Kami di asosiasi hanya ngomongin governance, governance, and governance. Banyak sekali perusahaan-perusahaan fintech sudah berubah selama 24 bulan terakhir. Karena banyak dana yang disalurkan kepada usaha yang belum bankable," ucap Pandu saat ditemui pada peluncuran Bulan Fintech Nasional di Mall Kota Kasablanka, Senin (11/11).
Selain itu, dia juga menyoroti pentingnya literasi bagi pengguna fintech. Terutama dalam memahami bagaimana cara kerja pinjaman. Masyarakat harus tahu bahwa ada bunga, prinsipal yang harus dibayar, dan harus disiplin dalam membayar.
"Jika tidak, hal itu bisa memengaruhi credit rating mereka," imbuhnya.
Pendanaan di sektor fintech semakin didominasi oleh institusi, bukan lagi ritel. Perubahan tersebut mencerminkan perbaikan tata kelola perusahaan penyelenggara fintech yang semakin prudent. Di sisi lain, para investor institusional itu juga melihat return yang ditawarkan bisa mencapai kisaran 15 persen per tahun atau lebih.
"Sekarang banyak institusi yang tertarik berinvestasi. Ini bagus karena uang institusi membawa tuntutan untuk tata kelola yang lebih baik," katanya.
Meski demikian, Pandu menyebutkan bahwa industri fintech masih menghadapi masalah kepercayaan pasar. Seperti dampak yang ditimbulkan oleh permasalahan yang terjadi di salah satu pemain fintech, yakni Investree.
"Dampaknya bukan soal uang, tetapi lebih pada kepercayaan pasar. Pada akhirnya, bisnis itu soal trust," ujar Pandu.
Meskipun industri fintech Indonesia sedang mengalami penurunan, Pandu memastikan bahwa fintech secara industri masih terjaga. Bahkan, memiliki prospek sangat cerah. Seiring dengan banyaknya kolaborasi antar pemain fintech yang dilakukan.
Pemerintah memperkirakan bahwa ekonomi digital Indonesia akan tumbuh empat kali lipat menjadi Rp 5.800 triliun pada 2030. Sektor pembayaran digital diperkirakan akan tumbuh 2,5 kali lipat menjadi Rp 12.300 triliun.
"Namun, valuasi itu kembali ke pasar. Saya tidak bisa memprediksi arahnya, tetapi yang saya tahu adalah bahwa fundamental perusahaan semakin baik," ujar Pandu.
Pandu juga menyoroti pentingnya perkembangan sektor fintech yang berfokus pada infrastruktur bisnis. Seperti cybersecurity, penggunaan AI, dan credit scoring.
"Yang sedang berkembang saat ini adalah infrastruktur fintech di belakang layar, yang semakin penting dalam menjaga keamanan dan efisiensi," bebernya.
Dari sektor syariah, Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya juga menyatakan hal senada. Tantangan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat masih menjadi hal utama. Pentingnya pendewasaan industri dan pengawasan ganda yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal untuk memastikan praktik yang transparan dan sesuai dengan prinsip syariah.
Menurut dia, industri fintech syariah saat ini sedang mengalami seleksi alam. Mengingat, jumlah penyelenggara semakin sedikit. "Yang bisa bertahan adalah mereka yang benar-benar menjalankan bisnis dengan baik sesuai aturan," ungkapnya.
Kasus-kasus negatif yang terjadi sebelumnya menjadi pembelajaran penting bagi seluruh pelaku industri. Selain merugikan reputasi industri secara keseluruhan, praktik yang tidak sesuai aturan juga dapat menghancurkan reputasi pribadi penyelenggara.
Untuk itu, AFSI fokus pada transparansi dan pengawasan yang ketat. Untuk fintech syraiah, tidak hanya diawasi oleh regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Juga oleh Dewan Pengawas Syariah. "Setiap bulan, mereka melakukan review terhadap semua aktivitas kami, termasuk pelaksanaan akad dan bisnis secara umum," tambahnya.
Sehingga memastikan fintech syariah tetap berada pada jalur yang benar. Sekaligus menghindari praktik yang merugikan masyarakat. Seperti penipuan atau penyalahgunaan data pribadi nasabah.
Ronald menegaskan, transparansi adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan. Kepercayaan masyarakat terhadap produk syariah harus dibangun dengan kredibilitas yang baik.
"Saat ini memang masih ada tantangan besar, tapi kami yakin bahwa masyarakat akan semakin cerdas dalam memilih platform yang memenuhi standar dan memiliki reputasi yang baik," tegasnya.
Tag: #tingkatkan #kepercayaan #masyarakat #terhadap #fintech #dengan #transparansi #literasi