Hari Ibu dan Tantangan Mengelola Keuangan Keluarga di Era Digital
Ilustrasi hari ibu.()
14:40
23 Desember 2025

Hari Ibu dan Tantangan Mengelola Keuangan Keluarga di Era Digital

- Di banyak rumah tangga Indonesia, ibu kerap menjadi “pengambil keputusan” paling rutin dalam urusan uang.

Ibu memastikan beras, telur, dan uang sekolah terbayar, menakar belanja harian, sekaligus menahan diri ketika pengeluaran tak terduga datang.

Peran ini makin menantang ketika harga kebutuhan pokok bergerak naik-turun, godaan belanja digital makin mudah, dan tawaran kredit, baik legal maupun ilegal, datang lewat gawai.

 Ilustrasi mengatur keuangan, membuat perencanaan keuangan.SHUTTERSTOCK/DRAGON IMAGES Ilustrasi mengatur keuangan, membuat perencanaan keuangan.Pada November 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 2,72 persen, dengan inflasi bulanan (month-to-month/mtm) 0,17 persen dan inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) 2,27 persen.

Di sisi lain, Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada November 2025 menunjukkan keyakinan konsumen tetap berada di level optimis, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 124,0. Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yakni 121,2.

Dua angka ini memberi konteks penting bagi rumah tangga. Tekanan biaya hidup tidak ekstrem, tetapi tetap ada.

Optimisme tetap bertahan, namun rumah tangga perlu disiplin menjaga arus kas agar rencana jangka menengah, seperti sekolah anak, kesehatan, dan tabungan, tidak terseret pengeluaran harian.

Ketika ibu memegang kendali, pengetahuan menjadi pengaman

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkali-kali menekankan bahwa perempuan, termasuk ibu, memegang peran kunci dalam pengelolaan perekonomian keluarga.

Dalam edukasi keuangan untuk Dharma Pertiwi pada Oktober 2025 lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, pemahaman pengelolaan keuangan dengan baik tidak hanya bermanfaat bagi ibu dalam mengelola keuangan rumah tangga, tetapi juga bermanfaat bagi anak-anak.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengajak media massa untuk bersama-sama meningkatkan literasi keuangan masyarakat yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan melindungi masyarakat.DOKUMENTASI OJK Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengajak media massa untuk bersama-sama meningkatkan literasi keuangan masyarakat yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan melindungi masyarakat.

"Ibu berperan sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, termasuk cara mengelola keuangan sejak dini," tutur Friderica.

Pesan itu selaras dengan gambaran yang lebih besar. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang diumumkan OJK dan BPS menunjukkan indeks literasi keuangan nasional 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan 80,51 persen.

Namun, berdasarkan gender, indeks literasi keuangan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, yakni 67,32 persen berbanding 65,58 persen.

Artinya, di tengah kenyataan bahwa banyak ibu memegang kendali pengeluaran sehari-hari, masih ada pekerjaan rumah agar pengetahuan dan keterampilan finansial mereka setara, bukan sekadar “bisa belanja hemat”, melainkan juga paham produk keuangan, risiko, dan hak sebagai konsumen.

Risiko baru: jebakan pinjol ilegal, investasi palsu, dan “kekerasan ekonomi”

Transformasi digital membuat layanan keuangan semakin mudah diakses. Namun, kemudahan itu diiringi risiko penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.

OJK menyebut literasi keuangan dapat menjadi tameng dari berbagai ancaman.

“Dengan literasi keuangan, akan tercipta stabilitas dan ketahanan finansial individu. Literasi keuangan juga melindungi perempuan dari risiko pinjaman online ilegal, investasi palsu, dan kekerasan ekonomi," ungkap Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko Pembangunan Manusia dan dan Kebudayaan (PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum di acara Edukasi Keuangan dalam rangka Hari Ibu bertema Financial Planning for Women: Perempuan Merencanakan, Perempuan Berinvestasi, Senin (22/12/2025).

Gambaran ancamannya juga terlihat dari kerja penindakan.

OJK melaporkan telah memblokir 2.617 entitas keuangan ilegal sepanjang Januari hingga November 2025, yang mencakup 2.263 pinjaman daring (pindar) alias pinjaman online atau pinjol ilegal dan 354 tawaran investasi ilegal.

Ilustrasi pinjaman online, Berkaca dari Kasus Sarwendah, Apa yang Harus Dilakukan jika Debt Collector Datang ke Rumah tapi Tak Berutang?(Shutterstock/Melimey) Ilustrasi pinjaman online, Berkaca dari Kasus Sarwendah, Apa yang Harus Dilakukan jika Debt Collector Datang ke Rumah tapi Tak Berutang?

Masih dari laporan yang sama, disebutkan pula adanya arus laporan masyarakat yang tinggi terkait penipuan transaksi keuangan, mencapa ratusan laporan per hari.

Bagi ibu rumah tangga, risiko ini sering hadir dalam bentuk yang sangat dekat. Tawaran “pinjaman cepat tanpa syarat”, ajakan investasi dengan imbal hasil tak masuk akal, atau modus yang menarget kebutuhan mendesak, seperti biaya sekolah, biaya berobat, atau kebutuhan dapur di akhir bulan.

Mengapa ibu rumah tangga perlu “naik kelas” dari pencatat belanja menjadi perencana

Dalam praktik sehari-hari, mengatur uang keluarga sering berhenti pada dua hal, yakni membayar tagihan dan memastikan dapur tetap mengepul.

Padahal, ketahanan finansial keluarga ditentukan oleh kemampuan mengubah pendapatan menjadi rencana. Ada porsi untuk kebutuhan rutin, ada bantalan untuk keadaan darurat, dan ada tujuan jangka panjang yang diproteksi.

Ada tiga alasan utama mengapa literasi keuangan untuk ibu rumah tangga krusial dalam konteks ekonomi saat ini.

1. Ekonomi keluarga semakin rentan pada kejutan kecil

Inflasi bulanan 0,17 persen pada November 2025 terlihat rendah di kertas, tetapi bagi keluarga yang ruang fiskalnya sempit, kenaikan harga pada pos tertentu bisa langsung terasa, misalnya pada komponen yang sering dibeli mingguan.

2. Akses kredit makin mudah, sementara pemahaman risiko belum merata

Rendahnya literasi keuangan dapat berkontribusi pada masalah gagal bayar di ekosistem pinjaman digital pada kelompok tertentu.

Ilustrasi kredit, fintech, pinjaman daring. FREEPIK/PCH.VECTOR Ilustrasi kredit, fintech, pinjaman daring.

OJK mencatat peningkatan kredit macet pada peminjam muda. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KEP-LPM) OJK Agusman, rendahnya literasi sebagai salah satu faktor.

Walau contoh itu menyorot kelompok muda, logikanya relevan bagi rumah tangga. Keputusan utang selalu kembali ke kemampuan menghitung cicilan, bunga/biaya, dan dampak pada cash flow bulanan.

3. Keputusan finansial keluarga kini banyak terjadi di ponsel

OJK mengingatkan masyarakat agar berhati-hati menggunakan produk jasa keuangan berbasis aplikasi karena maraknya penawaran investasi ilegal serta penipuan keuangan digital (scamming), dan menjaga kerahasiaan data pribadi.

Bekal praktis yang perlu dikuasai ibu rumah tangga

Literasi keuangan bukan sekadar mengetahui istilah. Dalam konteks rumah tangga, ia harus menjadi kebiasaan dan sistem.

Beberapa kompetensi inti berikut dapat menjadi “kurikulum” finansial yang relevan bagi ibu rumah tangga.

1. Peta arus kas: tahu ke mana uang pergi, bukan sekadar “habis untuk kebutuhan”

Langkah paling dasar adalah memetakan pemasukan dan pengeluaran dengan kategori yang jelas: kebutuhan pokok, tagihan rutin, transportasi, pendidikan, kesehatan, cicilan, dan pos sosial.

Tanpa peta, keluarga sulit membedakan mana pengeluaran wajib, mana yang bisa dinegosiasikan, dan mana yang perlu dipangkas saat kondisi mengetat.

Dalam situasi keyakinan konsumen yang optimis (IKK 124,0 pada November 2025), godaan menaikkan gaya hidup juga bisa ikut menguat.

Peta arus kas membantu keluarga tetap realistis. Optimis boleh, tetapi tetap ada batas aman.

Ilustrasi dana darurat. Cara mengumpulkan dana darurat ala Kemenkeu. Besaran dana darurat yang ideal.PEXELS/COTTONBRO STUDIO Ilustrasi dana darurat. Cara mengumpulkan dana darurat ala Kemenkeu. Besaran dana darurat yang ideal.

2. Aturan pengaman: dana darurat dan proteksi risiko

Banyak keluarga baru merasakan pentingnya dana darurat setelah kejadian datang: anak sakit, anggota keluarga kehilangan pekerjaan, atau biaya mendadak lainnya.

Di titik ini, pinjaman cepat atau pinjol sering menjadi “jalan keluar” yang mahal.

Karena itu, dana darurat dan proteksi (misalnya asuransi kesehatan yang sesuai kebutuhan keluarga) sebaiknya dipahami sebagai bagian dari strategi, bukan produk “tambahan”.

OJK menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memilih dan memakai produk jasa keuangan serta kewaspadaan terhadap penipuan.

3. Cerdas berutang: menghitung kemampuan bayar sebelum menekan tombol “setuju”

Utang bukan selalu buruk, tetapi harus bisa diukur. Ibu rumah tangga perlu familier dengan konsep total biaya pinjaman (bunga, biaya layanan, denda), rasio cicilan terhadap pendapatan, serta skenario “kalau pemasukan turun”.

Di ruang digital, tawaran utang kadang dibungkus dengan narasi “ringan” dan “cepat cair”, padahal yang menentukan ringan atau tidak adalah struktur biayanya dan disiplin pembayaran.

Ketika literasi rendah, risiko salah ambil keputusan meningkat, dan ini yang ingin ditekan lewat berbagai program edukasi.

4. Waspada produk ilegal: mengenali ciri, memeriksa legalitas, menjaga data

Angka pemblokiran entitas ilegal sepanjang Januari sampai November 2025 menunjukkan masalah ini belum kecil.

Bagi rumah tangga, cek legalitas penyedia dan menolak memberikan data sensitif (KTP, selfie, OTP, akses kontak) kepada pihak yang tidak jelas adalah disiplin wajib, terutama ketika penipuan makin agresif menyasar pengguna ponsel.

Ilustrasi mengatur keuangan, mengelola keuangan.FREEPIK/WAYHOMESTUDIO Ilustrasi mengatur keuangan, mengelola keuangan.

5. Mewariskan kebiasaan: ibu sebagai “guru keuangan” pertama

Bagian ini sering terlewat, padahal dampaknya panjang. OJK secara eksplisit menempatkan ibu sebagai figur pendidikan keuangan sejak dini.

“Ibu berperan sebagai guru pertama bagi anak-anaknya, termasuk cara mengelola keuangan sejak dini,” tutur Friderica.

Di rumah, praktiknya bisa sederhana: mengajak anak membedakan kebutuhan dan keinginan, mengenalkan menabung dengan tujuan, atau melibatkan anak dalam membuat daftar belanja.

Kebiasaan kecil seperti ini menjadi fondasi ketika anak kelak menghadapi produk keuangan yang lebih kompleks.

Hari Ibu dan agenda ekonomi keluarga: dari bertahan ke berdaya

Hari Ibu sering dirayakan dengan fokus ketangguhan ibu sebagai penggerak rumah tangga. Dalam kacamata ekonomi, ketangguhan itu perlu ditopang pengetahuan.

SNLIK 2025 menunjukkan literasi perempuan masih berada di bawah laki-laki, sementara inklusi relatif sebanding, artinya akses layanan sudah terbuka, tetapi pemahaman harus terus dikejar.

Pada saat yang sama, risiko keuangan ilegal masih besar, terlihat dari ribuan entitas ilegal yang diblokir sepanjang Januari hingga November 2025.

Dalam lanskap seperti ini, ibu rumah tangga yang memahami dasar-dasar pengelolaan uang, cermat memilih produk keuangan, dan waspada terhadap modus digital, berperan langsung menjaga stabilitas ekonomi keluarga, yang pada akhirnya menjadi bagian dari ketahanan ekonomi yang lebih luas.

Tag:  #hari #tantangan #mengelola #keuangan #keluarga #digital

KOMENTAR